Sepekan Debu Semen Merak Jaya Betom Resahkan Warga Ngebrak Kediri

oleh -91 Dilihat
oleh
Pengolahan beton milik PT Merak Jaya Beton di Dusun Grompol, Desa Ngebrak

Buntut Jebolnya Tabung

 KEDIRI, PETISI.CO  – Sepekan paska jebolnya tabung pengolahan beton milik PT Merak Jaya Beton di Dusun Grompol, Desa Ngebrak, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, warga sekitar masih merasakan dampaknya.

Pasalnya, usai pernafasan warga terganggu, kini giliran ternak milik warga banyak mengalami stres akibat debu semen.

Ketua RT 2/RW 1, Sunarno menuturkan, usai jebolnya tabung milik PT Merak Jaya Beton, masih banyak debu semen bertebaran.

“Saat tiduran di rumah debu yang terbawa angin masuk ke hidung dan ke mata. Rasanya sangat tidak nyaman saat bernafas dan di mata pedih. Sungguh, warga disini sangat resah terhadap adanya polusi ini. Meskipun pabrik sudah tidak beroperasi, tetapi debu semennya masih mengotori lingkungan,” aku Sunarno, Selasa (23/5/2017).

Ia menambahkan, selama ini debu semen ini juga menempel di dinding dan atap rumah warga. Meski sudah dibersikan oleh tiap pemilik rumah, namun masih saja ada. Warga terpaksa harus bolak-balik menyapu lantai rumahnya dari debu tersebut. Bahkan yang membuat mereka kesal, debu lembut tersebut masuk ke dalam rumah dan mencemari makanan.

Wajar apabila warga mengeluh, karena sampai hari ini belum ada tindakan nyata baik dari pabrik maupun pemerintah. Perihal ganti rugi yang dijanjikan, masih belum terealisasi. Sementara pembersihan masih dilakukan secara pribadi oleh masing-masing warga.

“Semestinya pemerintah bisa membantu warga membersihkan lingkungan dan juga rumah-rumah yang terdampak. Ada mobil PMK atau mobil lainnya yang bisa diterjunkan untuk membersihkan sisa-sisa debu yang ada di jalan, di rumah maupun di tanaman milik warga. Sebab, selama ini warga hanya membersihkan secara pribadi, dan kemampuannya sangat minim,” keluh Sunarno mewakili warganya.

Masih kata Sunarno, sejak kejadian tangki pengolahan semen bocor, Selasa (16/5/2017) lalu hingga saat ini, baru ada bantuan berupa pemberian masker saja. Penutup hidung dan mulut ini memang perlu, tetapi menurut warga, daripada sekedar masker, seharusnya pemerintah bisa membersihkan debu semen menggunakan penyemprot air.

Hal senada juga dikatakan, Yayuk, warga RT 2/RW 1. Ia mengaku, selain mengotori lingkungan dan menggangu pernafasan, polusi debu semen dari kebocoran tangki pabrik sudah mengancam keselamatan ternak ikan miliknya.

Kini sektar 50 ikan jenis gurami dan patin, serta lele dalam ukuran besar dalam keadan setres. Dia khawatir apabila ikan-ikan yang telah dipelihara selama 3 tahun tersebut kondisinya semakin parah.

“Saat ini saja ikan stres, tidak mau makan. Saya tidak bisa membayangkan apabila ikan peliharaan ini akhirnya mati. Ikan ikan ini bukan jenis ikan konsumsi tetapi pembesaran untuk hias. Harganya berbeda dengan kebanyakan ikan konsumsi. Saya memeliharanya dari mulai bibit sampai tiga tahun terakhir ini,” keluh Yayuk.

Ikan budidaya milik Yayuk ini beratnya lebih dari 5 kilogram dengan panjang kurang lebih 40-50 centimeter tiap ekor. Saat tangki cor bocor, kolam dipenuhi dengan semen. Seketika itu, dia langsung menguras kolam ikan untuk diganti airnya. Ternyata, dasar kolam dipenuhi dengan kotoran debu bercampur semen.

Sementara itu, pada Senin (22/5/2017) malam, warga sempat berniat menggeruduk rumah Kepala Desa Ngebrak Saeroji karena dinilai paling bertanggung jawab di tingkat desa. Kades adalah seseorang yang pertama kali mengetahui rencana PT Merak Jaya Beton berinvestasi di desanya.

Perihal permintaan ganti rugi, ada sekitar 168 kepala keluarga (KK) terdampak yang meminta supaya diberikan dana kebersihan. Nilainya, untuk warga di ring satu kawasan paling dekat dengan pabrik sebesar Rp 1,5 juta per KK, sedangkan ring dua Rp 1 juta per KK dan ring tiga Rp 750 ribu per KK. Akan tetapi, pihak pabrik sempat menawar dengan memberi uang ganti rugi hanya Rp 25 juta, yang akhirnya ditolak oleh masyarakat melalui Ketua RT dan RW.

Terpisah, Kepala Desa Ngebrak Saeroji mengaku, hanya bisa memfasilitasi warga dengan perusahaan dalam menindaklanjuti persoalan tersebut. Baginya, penutupan pabrik tidak dapat ia putuskan, karena sudah menjadi wewenang pemerintah daerah, sebagaimana izin yang sudah dikeluarkan.

“Langkah desa ya menindak lanjutinya, saya hanya bisa memfasilitasi antara warga dengan perusahaan, kita mediasi. Ditutup dan tidaknya bukan urusan desa, saya masih belum tahu. Itu nanti hanya bisa diputuskan oleh perusahaan dengan mekanisme seperti apa,” tegas Saeroji.

Menurut Saeroji, hal lain yang mestinya dipikirkan adalah perilah sewa-menyewa antara pemerintah desa dengan pabrik. Sebab, dari masa sewa dua tahun, kini baru berjalan satu tahun saja. Sementara perihal perjanjian sewa tersebut dibuat dalam bentuk memorandum of understanding atau MoU.(dun)