Sidang Lanjutan Supadi Semakin Interesting dengan Kehadiran Saksi Ahli Pakar Hukum

oleh -90 Dilihat
oleh
Pelaksanaan sumpah saksi ahli di hadapan majelis.

KEDIRI, PETISI.CO – Sidang lanjutan Kades Tarokan, Supadi masih dalam tahap menghadirkan para saksi ahli dari pakar hukum dari perguruan tinggi ternama di Jawa Timur. Dari kasus penggunaan gelar yang disandang terdakwa masih saja belum mencapai titik terang hingga sidang ke 8 ini digelar.

Sidang dilaksanakan secara vidcon karena pandemi Covid-19 dengan penasehat hukum terdakwa Prayogo Laksono, SH, MH, CLI, CLA, CTL dan Erick Andikha Permana, SH. Ketiga saksi ahli yang dihadirkannya yakni DR. Sholehudin, SH, MH, dari Universitas Bayangkara Surabaya, DR. Iwan Permadi, SH, M.Hum saksi ahli kenotariatan dari Universitas Brawijaya Malang dan Andik Yulianto, MSi saksi ahli bahasa dan sastra.

Sidang yang diketuai Guntur Pambudi Wijaya, SH, MH dan Melina Nawang Wulan, SH, MH dan M. Fahmi Hari Nugraha, SH, MH dengan JPU Tommy Marwanto, SH dan Iskandar SH masih dalam upaya mengungkap dugaan pemakaian gelar yang tidak sah yang disandang terdakwa.

Dari pemaparan saksi ahli kenotariatan DR. Permadi, SH, M.Hum bahwa seorang notaris harus membacakan akta di hadapan penghadap dalam satu forum dan harus ditandatangani waktu itu juga.

“Jika itu tidak dilakukan oleh notaris maka akte tersebut dianggap tidak otentik,” paparnya. Bahkan dia menyebutnya dengan sebutan akte bawah tangan, Rabu (06/05/2020).

Sementara dari pakar hukum pidana DR. Sholehudin, SH, MH juga memberikan kejelasan di awak media usai dari persidangan bahwa dilihat dari keilmuan dalam hal ini hukum pidana seseorang yang menggunakan gelar akademik itu tidak bisa serta merta diajukan sebagai orang yang melakukan tindak pidana.

“Setiap orang yang menggunakan gelar akademik itu diajukan tindak pidana itu adalah yang sesuai norma yang diatur dalam UU Dikti adalah seseorang lulusan perguruan tinggi yang perguruan tingginya tidak punya hak untuk memberikan gelar akademik,” terang DR Sholehudin.

“Tidak kuliah terus ditulis dengan menyandang gelar untuk gagah-gagahan saja terus difoto dan dilaporkan itu namanya perbuatan kebohongan, bukan ranah hukum pidana, tetapi norma sosial, norma agama, paling ya dicela orang, hukum negara tidak boleh campur,” jelasnya.

Menurutnya yang tidak boleh itu kalau memakai gelar untuk menipu dan menggerakkan masa. Yang dipersoalkan di sini kata DR Sholehudin adalah UU Dikti yang ia kategorikan dalam Administrative Penal Law. Hukum Pidana Administrasi harus hati-hati harus cermat harus menggunakan interpelasi tertentu yang tidak boleh hanya membaca pasalnya saja.

Saksi ahli yang merupakan dosen tetap Fakultas Hukum dan Program Study Magister Ilmu Hukum Ubhara Surabaya berharap kepada para penyidik dan para penegak hukum untuk berhati-hati dalam penerapan hukum administrasi, lihat dulu aturan aturan yang bersifat administratif, pidananya belakangan. Kalau salah berbahaya karena hukum pidana itu menyangkut harkat dan martabat manusia.

“Apalagi dalam kasus ini semua saksi tidak ada yang dirugikan termasuk pelapor sendiri menyatakan tidak pernah dirugikan secara materiil jadi ini tidak memenuhi unsur delik,” paparnya.

Melalui saluran vidcon terdakwa Supadi masih diberikan oleh majelis hakim untuk memberikan tanggapan. “Sangat jelas dan mengerti”.  Selanjutnya sidang ditutup untuk dilanjutkan pekan depan dengan agenda saksi ahli dari penasehat hukum. (bam)

No More Posts Available.

No more pages to load.