SURABAYA, PETISI.CO – Terdakwa Christian Halim, menjalani persidangan maraton. Setelah Senin (5/4/2021) sore hingga larut malam, Selasa (6/4/2021) pagi sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Dan sidang tuntutan akan berlangsung, Kamis (8/4/2021).
Sidang perkara penipuan pembangunan infrastruktur tambang nikel senilai Rp 20,5 miliar, itu dipimpin Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diketuai Ni Made Purnami.
Keterangan terdakwa pada sidang, menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan B Arianto dari Kejati Jatim malah membuat unsur dalam dakwaan terpenuhi.
Terdakwa mengakui bahwa dirinya mempergunakan dana milik pelapor untuk kebutuhan diluar ketentuan Rencana Anggaran Biaya (RAB), proyek infrastruktur yang sebelumnya sudah disepakati.
Dikatakan, saat pengerjaan dia menghadapi 10 kali kendala di lapangan. Setiap kendala membutuhkan dana penyelesaian yang diambilkan dari RAB.
“Total dana yang saya gunakan dari penyelesaian 10 kendala tersebut sekira Rp 1 miliar. Salah satunya untuk proses pembersihan lahan dan uang jaminan pemegang IUP,” ujar terdakwa menjawab pertanyaan tim penasihat hukum (PH) nya.
Dia pun menceritakan, bahwa sempat melakukan upaya audit mandiri guna menjawab tudingan pemberi modal. Yang mengatakan nominal harga yang ditentukan terdakwa tersebut terlalu besar dari harga di pasaran.
Namun, terdakwa mengakui bahwa untuk mendukung hasil auditnya tersebut, dirinya tidak pernah menyerahkan bukti pengeluaran yang diserahkan kepada pelapor maupun Gentha.
“Tidak sempat, karena waktunya tidak cukup, karena saya sudah terlanjur dilaporkan ke polisi,” aku Christian Halim.
Disinggung soal pengakuannya yang sudah berpengalaman di bidang tambang, terungkap bahwa proyek di Morowali Sulawesi Tengah tersebut, merupakan proyek pertama, setelah PT MPM didirikan pada Juli 2019. Sedangkan, proyek yang saat ini disoal, di kejaksaan Oktober 2019.
“Lalu dasar apa anda bisa menentukan hitungan nilai dalam RAB yang anda susun, sedangkan anda mengaku hanya sebagai lulusan sarjana teknik mesin,” tanya jaksa Sabetania.
Selain itu, terdakwa juga mengakui adanya target hasil tambang sebesar 100.000 metrik/ton yang dituangkan dalam kesepakatan antar pihak. Namun, dia menilai hal itu bukan menjadi kewajiban yang harus didapatkan, hanya menjadi tujuan hasil.
Soal Hance Wongkar, terdakwa mengaku kantornya satu gedung dengan kantor milik Hance Wongkar. Kendati dia mengaku masih ada hubungan keluarga.
“Tapi saya tidak pernah menyampaikan secara langsung Hance Wongkar adalah keluarga saya, mungkin mereka yang mempersepsikan,” jawab terdakwa.
Terpisah, Malvin Lim, penasehat hukum terdakwa saat dikonfirmasi mengakui bahwa keterangan terdakwa menurut KUHAP memang tidak ada nilainya.
“(Terdakwa) berbohong pun boleh. Namun keterangan terdakwa juga penting, karena menurut pasal 184 keterangan terdakwa merupakan sebagai satu alat bukti. Apa yang disampaikan terdakwa dalam persidangan, biar majelis hakim yang menilai ada persesuaian tidak dengan keterangan saksi-saksi yang lain,” ujar dia.
Seperti yang tertuang dalam dakwaan, terdakwa Christian Halim menyanggupi melakukan pekerjaan penambangan bijih nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamtan Petasia Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.
Kepada pelapor Christeven Mergonoto (pemodal) dan saksi Pangestu Hari Kosasih, terdakwa menjanjikan untuk menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp 20,5 miliar. (pri)