Sinergi Hadapi Darurat Iklim, Deklarasi Darurat Iklim

oleh -44 Dilihat
oleh
Aksi Jeda Untuk Iklim

SURABAYA, PETISI.CO – Berbagai elemen masyarakat Surabaya dan sekitarnya turun ke jalan untuk menghelat   aksi Jeda Untuk Iklim. Aksi ini bagian dari aksi ​Climate Strike sedunia yang  menuntut dideklarasikannya status darurat iklim dan dilakukannya aksi nyata untuk   mengatasi kegentingan ini.

Aksi ini akan dilakukan pada 20 September 2019, tepat 3 hari menjelang Pertemuan PBB untuk Perubahan Iklim di New York.

“Krisis iklim merupakan isu global melampaui identitas, kepentingan pribadi, dan          batas-batas administratif wilayah/negara. Ini berkaitan dengan kondisi satu-satunya   bumi yang kita huni bersama, sebab itu butuh penanganan sinergis secaraglobal,” ujar  Lyly Freshty​, anggota Komunitas Homeschooler Peduli Iklim.

Ujaran senada ditambahkan oleh ​Alvin​, Ketua PMII Komisariat Sepuluh Nopember   Surabaya, “11 tahun lagi, bumi kita akan mencapai ​climate tipping point.

Bila kenaikan suhu 1,5 derajat celcius tidak bisa ditahan lajunya dalam 11 tahun ini, maka ke depan tidak akan bisa  dikendalikan lagi. Dampak pahit ini akan dirasakan terutama oleh generasi saya dan            generasi setelah kita nantinya.

Maiza Aisyah (​11), salah satu pelajar ​home schooling yang ikut aksi bersama  kedua orang tuanya, berangkat pagi dari rumahnya di Probolinggo, mengatakan,    “Aku pernah nonton video-nya ​Greta (Greta Thunberg), ​pelajar​ dari Swedia yang   tiap Jumat bolos sekolah untuk aksi demo soal lingkungan, jadi sedih sekali melihat   teman-teman masih banyak buang sampah sembarangan. Aku ingin teman-teman  semua lebih peduli pada lingkungan.“

Bergabung bersama elemen pemuda, mahasiswa dan pelajar sekolah, juga para pekerja yang mengambil ‘cuti’ untuk turun ke jalan mendukung aksi Jeda Untuk  Iklim, aksi ini membawa pesan untuk diperhatikan oleh semua pihak.

Diantaranya, Pemerintah mendengarkan para ilmuwan dan mendeklarasikan darurat iklim, Pemerintah menaikkan ambisi untuk menekan emisi gas rumah kaca dan  melaksanakannya secara tegas, konsisten dan segera, Mengajak setiap orang untuk memberikan perhatian lebih pada kedaruratan  iklim dan mengambil tindakan segera dalam penyelesaiannya.

Selain itu, peserta aksi juga menyampaikan keprihatinan akan minimnya materi  pengajaran tentang krisis ekologis kepada seluruh elemen di sekolah-sekolah. Kumpulan komunitas dari latar belakang berbeda-beda ini juga ingin mengajak para  pemuka agama manapun untuk lebih gencar mengajarkan prinsip-prinsip menghormati lingkungan hidup dan agar publik secara luas menolak praktek-praktek          yang menyebabkan polusi udara di sekitar tempat tinggal.

Marhamah​, Koordinator Aksi Jeda Untuk Iklim Surabaya, mengatakan bahwa  melalui aksi ini, diharapkan masyarakat sadar akan kondisi ‘Darurat Iklim’. Dari  kesadaran ini akan memupuk dan makin bersemangat lagi untuk peduli dengan lingkungan.

“Krisis iklim ini adalah keadaan darurat, dan kita ingin agar semua bertindak  sebagaimana mestinya. Kita menginginkan keadilan iklim untuk semua.”

“Keadaan ini harus menjadi pembicaraan semua orang karena penyelesaiannya hanya  bisa terjadi ketika semua orang bertindak. 11 tahun untuk kita membenahi banyak hal. Resiko sangat besar sedang menghadang, bencana dan kepunahan, kalau kita semua  enggan berubah memperbaiki keadaan kritis ini.“

Aksi Jeda untuk Iklim ini tak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi juga di 15 kota lainnya, yaitu Aceh, Medan, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Malang, Bali, Palangkaraya, Palu dan Kupang.

Secara global, aksi mogok untuk iklim ini berlangsung di 150 negara dan diikuti jutaan orang. Aksi ini ditengarai sebagai aksi terbesar yang pernah dilaksanakan di dunia untuk mengatasi krisis iklim. (kip)