PALEMBANG, PETISI.CO – Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Penelitian & Pengembangan Lingkungan Hidup & Kehutanan (BP2LHK) Palembang telah berhasil merestorasi lahan gambut bekas terbakar di Kedaton, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Keberhasilan ini merupakan wujud kepedulian BLI terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan melalui implementasi inovasi litbang.
Pasca terbakar berulang pada musim kemarau tahun 1997 dan 2006 lalu, 20 hektar hutan dan lahan rawa gambut mulai direstorasi. BP2LHK Palembang bekerjasama dengan Internasional Tropical Timber Organization (ITTO) dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten OKI, membangun plot percontohan (demplot) restorasi lahan gambut bekas kebakaran.
Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK, Henry Bastaman mengatakan, kunjungan timnya di kawasan restorasi gambut, Ogan Ilir, Selasa (15/8/2017), merupakan arahan Menteri LHK kepada BLI dalam rangka mengekspose berbagai hasil litbang yang bisa dikatakan sudah berhasil untuk menangani berbagai persoalan.
Hal ini juga sekaligus untuk berinteraksi dengan pemerintah daerah setempat.
“Kebetulan konteksnya pada saat pemerintahan ini, restorasi gambut menjadi prioritas, sebagaimana kita ketahui tahun 2015 terjadi kebakaran besar. Dan setelah dibentuknya Badan Restorasi Gambut (BRG) oleh Presiden, beberapa upaya yang kita lakukan jauh sebelum BRG dibentuk sebetulnya bisa menjadi best practice kita bersama,” ujar Henry.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin berpendapat, kawasan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan itu merupakan kawasan yang cocok untuk dijadikan pusat penelitian gambut. Oleh karena itu, Alex menginginkan adanya pusat khusus penelitian gambut di daerah itu.
“Saya maunya ada pusat penelitian. Jadikan saja kawasan restorasi itu sebagai pusat penelitian,” kata Alex di kantor Gubernur Sumatera Selatan, Palembang, Selasa (15/8/2017) malam.
Pemda Sumatera Selatan juga berterimakasih pada BLI KLHK, karena keberhasilannya merestorasi lahan rawa gambut bekas terbakar, sehingga Desa Sepucuk terkenal di seluruh dunia.
Sebagaimana diketahui, Demonstrasi Plot Restorasi Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran yang dikelola BP2LHK Palembang, menjadi field visit Bonn Challenge 2017 beberapa waktu lalu.
Peneliti Litbang KLHK, Bastoni, menjelaskan bahwa restorasi areal bekas kebakaran tersebut dilakukan pada areal dengan kondisi lahan yang tidak ideal dengan habitat alami jenis-jenis pohon yang ditanam. Dengan perlakuan khusus yang memperhatikan karakteristik lahan gambut setempat, pertumbuhan pohon cukup memuaskan dengan daya hidup berkisar antara 82 – 97 persen, tinggi berkisar antara 87 – 214 cm/tahun, dan diameter berkisar antara 1,36 – 2,83 cm/tahun.
Pada areal restorasi saat ini telah berhasil dikoleksi 25 jenis tanaman lokal hutan rawa gambut dari Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. Jenis-jenis tanaman lokal merupakan unggulan hutan rawa gambut yang secara alami sulit tumbuh pada areal bekas terbakar, yaitu ramin (Gonystylus bancanus), jelutung rawa (Dyera lowii), punak (Tetramerista glabra), perupuk (Lopopethalum javanicum), meranti (Shorea belangeran), medang klir (Alseodaphne sp.), beriang (Ploiarum alternifolium) dan gelam (Melaleuca leucadendron).
“Dengan metode dan perlakuan khusus, pohon-pohon yang tidak cocok ditanam di lahan gambut pun bisa tumbuh,” kata Bastoni.
Hutan dan lahan rawa gambut terbakar yang berulang pada musim kemarau tahun 1997 dan 2006 lalu, telah direstorasi sejak tahun 2006. Suksesi alami yang terbentuk 4 tahun setelah kebakaran, tahun 2010 hanya terdiri dari pakis dan rumput rawa, belum ada suksesi pepohonan.
Penyiapan lahan dan penanaman pertama dilakukan sebelum areal sekitar demplot didrainase untuk perkebunan sawit pada bulan April – Mei 2010, lahan gambut masih tergenang dengan kedalaman genangan berkisar antara 10 – 30 cm.
Drainase lahan gambut telah mengubah status hidrologi lahan dari tergenang menjadi kering. Sebelum drainase lahan, air tanah pada areal restorasi berkisar antara 20 cm sampai 50 cm (lahan tergenang di musim hujan dan kering di musim kemarau).
Setelah drainase lahan, muka air tanah berkisar antara 30 cm sampai 150 cm (lahan lembab pada musim hujan dan sangat kering pada musim kemarau).
Keberhasilan inovasi litbang ini, diharapkan dapat diimplementasikan di lokasi lahan gambut lainnya untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan, untuk mengantisipasi musim kemarau yang akan datang. (roni)