Tingkat Keberhasilan Bayi Tabung Tergantung Tiga Hal, Ini Penjelasan dr Aucky Hinting

oleh -249 Dilihat
oleh
dr Aucky Hinting PhD SpAnd (K)

SURABAYA, PETISI.CO – Tingkat keberhasilan bayi tabung itu tergantung dari tiga hal. Yaitu, (1) kualitas embrio, yang tergantung dari sel telur dan sel sperma.

Sel telur wanita ini terbentuk dari kandungan ibunya, semakin tua umur, maka kualitas embrio makin jelek. Hal ini disampaikan dr Aucky Hinting PhD SpAnd (K) dalam Talkshow 37 tahun IVF dari Konvensional sampai PGT-A di Atrium Grand City Mall, Gubeng, Surabaya, Jumat (9/6/2023).

Talkshow 37 tahun IVF dari Konvensional sampai PGT-A di Atrium Grand City Mall

Talkshow diikuti undangan dan pengunjung mal pada acara In Vitro Fertilization Festival 2023, 9-11 Juni, atau festival bayi tabung yang diorganisir oleh Medical Tourism Indonesia.

dr Aucky mengatakan, sebaiknya umur di bawah 35 tahun, tingkat kehamilannya bisa di atas 60%. Berikutnya, faktor yang kedua, yakni (2) tergantung selaput rahim. Dan, yang ketiga (3) tergantung teknologi yang dipakai.

“Makin tua, kemungkinan hamil makin rendah. Namun demikian, ada juga kejadian satu-dua hamil di atas umur 46 tahun, dengan bayi yang sehat,” kata dr Aucky dalam paparannya.

Lanjut dr Aucky, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya kualitas sperma. Di antaranya genetik, kelainan anatomi dan fisiologi.

“Faktor lingkungan seperti pekerjaan terlalu berat, faktor psikis karena stres. Ini hal-hal kelainan, yang harus diperhatikan sebelum mengikuti bayi tabung,” ungkapnya.

dr Aucky menceritakan, bahwa timnya sudah bekerja mulai 1990 menangani fertilitas.

“Tadinya di RS Budi Mulya, kemudian menjadi Siloam Hospital. Kemudian 2016 pindah RSIA Ferina di Jl Irian Barat No. 7-11, Surabaya,” terangnya.

Selain itu, pihaknya pernah menerbitkan buku tentang orang-orang yang kesulitan mendapatkan anak, yang ditulis wartawan senior Sidiq Prasetyo, berjudul Mimpi yang Sempurna (2019). Mimpi dari ibu-ibu termasuk (artis) Inul, Hanum Rais, yang pernah menjadi pasien Ferina.

Kemudian, kesulitan memiliki anak ini makin lama makin meningkat. Penyebabnya setelah diperiksa, bisa dari laki-laki, juga dari perempuan misalnya ternyata buntu, lalu ada laki-laki yang spermanya jelek, sehingga harus bayi tabung.

“Sehingga tim kita itu, kira-kira sejak 2010 itu, rata-rata mengerjakan bayi tabung 1.000 pasangan. Tahun 2022 lalu 1.200. Kalau pas pandemi memang menurun, tapi mulai 2021 mulai meningkat lagi,” bebernya.

Oleh karena itu, festival bayi tabung ini menjadi kesempatan dr Aucky dan tim untuk menghidupkan lagi masalah ingin punya anak.

Setelah kita tabulasi selama (beroperasi) itu totalnya 18.000 pasangan. Kalau diukur 2019 sebelum pandemi, lalu pandemi turun 5%. Tetapi, mulai 2022 angkanya naik 3% dari 2019, orang kembali lagi berobat ingin memiliki anak.

Pengalaman 37 tahun lalu menangani proses bayi tabung, dia menuturkan, saat 20 tahun lalu itu, ibu-ibu yang datang kasusnya masih ringan. Tetapi, belakangan makin sulit, ibu-ibu yang datang cadangan telurnya menurun, yang pria spermanya makin jelek.

“Salah satu sebabnya, (kini) orang menikah usia lanjut. Kalau dulu umur 25 tahun sudah punya anak umur 5 tahun, menikahnya 7 – 8 tahun. Kalau sekarang, umur segitu masih baru nikah,” jelasnya.

Dokter Aucky membenarkan, kalau teknologi bayi tabung itu teknologi ‘agak tinggi’, sehingga biayanya agak mahal. Mulai biaya proses ambil sel telur, pembuahan sampai penanaman itu Rp 32 juta. Lalu, kalau pasien takut sakit, kemudian minta dibius, maka tambah Rp 2 juta, menjadi Rp 34 juta.

“Itu belum obat suntik, yang sedikit Rp15 juta, yang lainnya bisa Rp 30 juta. Jadi, sekali bayi tabung bisa menghabiskan dana antara Rp 50–60 juta,” jelasnya.

Namun demikian, dengan biaya sebesar itu, pada saat menanam (rahim), masih tidak diketahui, apakah embrio genetiknya bagus. Nah, sekarang ada teknologi baru, namanya Preimplantation Genetic Testing (PGT) untuk yang A.

“Embrio itu kita ambil selnya, kita periksa genetiknya, ketahuan, oh ini ndak bagus. Ini kelainan kromosom nomor 21, ini kelainan kromosom 13, itu ketahuan. Dari situ, kita menanam yang embrionya bagus,” imbuhnya.

Cuma biayanya mahal PGT itu, paling sedikit tiga embrio. Dan, satu embrio itu biayanya Rp 7,5 juta, jadi orang menghabiskan biaya Rp 22,5 juta, ditambah biaya biopsi-nya Rp 2,5 juta. Jadi, paling sedikit menghabiskan biaya Rp 25 juta, diluar yang Rp 50–60 juta tadi. Dari Rp 60 juta ditambah Rp 25 juta, jadi Rp 85 juta. Kalau embrionya banyak, bisa lebih banyak lagi biayanya.

dr Aucky juga menjelaskan, menurunnya tingkat kesuburan saat ini, salah satunya bisa disebabkan pola makanan. Makanya, orang harus istirahat, mengurangi stres, olahraga, bergerak, berjalan, psikis, makanan harus diatur, makan buah, sayur, yang banyak, dan sebagainya.

Sementara itu, dr Eva Diah Setijowati MSi Med menambahkan, bahwa pasangan untuk mendapatkan kehamilan dibutuhkan embrio yang bagus.

“Tetapi, itu juga dipengaruhi faktor lingkungan yang sehat, juga mengatur istirahat, untuk meningkatkan peluang kehamilan lebih besar,” pungkasnya. (cah)

No More Posts Available.

No more pages to load.