Lamongan, petisi.co – Para peternak ayam broiler di Kabupaten Lamongan, yang tergabung dalam Perkumpulan Peternak Rakyat Pejuang FCR, menggelar aksi demonstrasi di Depan Gedung DPRD dan Mapolres Lamongan, Rabu (1/10/2025).
Aksi ini dipicu dugaan adanya oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dari Kepolisian mendatangi tempat usaha peternakannya dan meminta sejumlah dokumen usaha tanpa ada surat tugas maupun pendampingan dari dinas terkait.
Para peternak ayam broiler ini menggelar aksi di gedung DPRD Lamongan dan di Mapolres Lamongan, dengan berorasi dan menyampaikan keresahannya dengan membawa serta ayam broiler peliharaannya menyampaikan tiga tuntutan utama.
Pertama meminta kepada DPRD Lamongan untuk bisa semaksimal mungkin membantu keluhan para peternak terutama perijinan. Kedua meminta untuk diterbitkan perda atau perbup izin usaha peternak rakyat. Dan yang ketiga menuntut tidak ada lagi oknum APH yang melakukan sidak kandang tanpa surat tugas dan tidak didampingi dinas terkait.
Ketua Perkumpulan Peternak, Aminarto menyampaikan, APH yang datang kerap mempertanyakan sekitar 20 poin terkait usaha.
Namun menurut Aminarto, hal ini sangat berbeda dengan yang tercantum pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan PP No 5 Tahun 2021, yang mencantumkan persyaratan dasar perijinan berusaha hanya ada 6 poin.
Sementara oknum APH mempertanyakan terkait delivery order (DO) bahan bakar minyak (BBM) terakhir, UKL-UPL/AMDAL/SPPL, izin TPS limbah B3, izin IPLC, izin lingkungan, hasil lab limbah cair/baku mutu air, laporan rutin per 3 atau 6 bulan ke BLH, kontrak kerja sama dengan pihak ketiga, izin pemanfaatan air tanah, izin Dinas Kesehatan, izin BPOM, izin tera dan beberapa poin lainnya.
“Kita ini dalam menajalankan usaha, tanpa bantuan. Tapi kita ini selalu seperti orang-orang yang menerima bantuan, diselidiki nggak karu-karuan,” katanya.
“Kan di situ sudah jelas bahwasannya kalau usaha peternakan itu poin-poin perizinannya ini A sampai F. Dan itu kan sudah teman-teman berusaha sudah memenuhi,” lanjut Aminarto.
Dengan adanya persoalan tersebut, para peternak merasa sangat terganggu. Mereka merasa tidak nyaman saat bekerja, karena poin-poin yang dibawa saat sidak, dinilai terlalu mengada-ada dan menganggapnya sebagai gangguan usaha.
“Ya peternak ini kan ya seperti saya ini orang awam. Berhadapan seperti itu (APH) kan bisa gelisah ndak karu-karuan. Sehingga mengganggu konsentrasi dalam pekerja, kita modal sudah gak karu-karuan, hutang-hutang, tapi dalam perjalanan kita, mengurusi pekerjaan kita, usaha kita, ada gangguan seperti itu,” jelasnya.
Ketua Komisi B DPRD Lamongan, Supono, yang menemui para peternak, menegaskan DPRD akan menindaklanjuti dengan mengusulkan perda aspirasi peternak. Terutama mengenai perizinan peternakan.
“Tapi karena mekanisme pembuatan perda itu di bulan September baru tahap usulan, dan Raperda akan kita godok di 2026,” kata Supono.
Sementara, Kapolres Lamongan AKBP Agus Dwi Suryono dalam menerima 10 orang perwakilan massa menggunakan pendekatan audensi dan diskusi terbuka.
Kapolres menegaskan bahwa Polres Lamongan tidak menutup ruang usaha masyarakat, melainkan mendorong agar setiap pelaku usaha mematuhi aturan agar tidak terjerat masalah hukum di kemudian hari.
“Kami menyambut baik penyampaian aspirasi ini, karena pada dasarnya usaha peternakan merupakan kegiatan positif yang mendukung program ketahanan pangan nasional. Namun, tentu harus tetap patuh terhadap aturan dan melengkapi perizinan yang diwajibkan,” ujar AKBP. Agus.
Terkait adanya laporan dugaan oknum yang meminta sesuatu kepada peternak, Kapolres memastikan pihaknya akan menindaklanjuti setiap aduan masyarakat dengan mekanisme pengecekan dan verifikasi.
“Kalau ada laporan, kami tindak lanjuti, sekaligus kami edukasi agar ada pemahaman bersama,” kata Agus.
Dalam kesempatan itu, Polres Lamongan juga berkomitmen untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan DPRD, agar persyaratan administrasi yang belum terpenuhi bisa dipercepat tanpa menyalahi aturan. (yus)