LAMONGAN, PETISI.CO – Satu dari sepuluh Raperda Lamongan mendapat perhatian khusus dari beberapa kalangan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat atau Non-Goverment Organization (NGO) dan Organisasi Kepemudaan atau OKP di Kabupaten Lamongan.
Pasalnya, Raperda RTRW itu dipandang belum perlu untuk saat ini, dan ada juga yang menilai raperda tersebut tidak menguntungkan masyarakat Lamongan yang dikenal mayoritas berprofesi sebagai petani.
Hal itu terungkap dalam diskusi yang digelar oleh DPC PDI Perjuangan Lamongan di kantornya Jl. Kusuma Bangsa, Minggu (12/7/20) dengan mengundang seluruh NGO atau LSM dan Organisasi Kepemudaan atau OKP, untuk mengetahui saran dan masukan dari masyarakat.
Seperti diungkapkan oleh Nur Salim perwakilan dari Jaring Aspirasi Masyarakat Lamongan “JAMAL”, bahwa raperda ini terkesan terburu-buru dan ada kepentingan besar dari sekelompok kecil pengusaha maupun investor yang akan membuka industri di daerah Lamongan.
Jangan sampai dengan meloloskan raperda ini demi kepentingan pengusaha pengusaha kelas kakap dengan membuka keran besar-besaran untuk sektor industri besar, namun akan membawa dampak buruk bagi masyarakat Lamongan itu sendiri.
“Untuk itu kami melalui forum yang berbahagia ini, kami titip suara pada Fraksi PDI-P Lamongan mohon kiranya untuk pembahasan raperda RTRW “Rencana Tata Ruang Wilayah” yang akan dibahas pada 23 Juli di legislatif nanti agar ditunda saja,” geramnya.
Sedangkan pandangan yang sama juga keluar dari Amanu perwakilan LSM KOMPAK, kalau sampai lolos raperda RTRW ini dan jadi Perda maka celakalah kita sebagai masyarakat dan khususnya daerah Lamongan.
Harusnya kalau mau membuka daerah industri skala besar, ya dilokalisir saja di satu, dua atau tiga kecamatan saja. Jangan dipukul rata, kalau kita membaca raperda ini kan hampir tiap kecamatan ada.
“Bagaimana nasib lahan hijau, lahan pertanian, maupun pertambakan yang selama ini menopang ketahanan pangan, hingga sudah mampu mengangkat nama Lamongan sebagai lumbung pangan Nasional,” tanyanya dengan nada heran.
Berbeda lagi dengan pandangan dari aspek hukum yang keluar dari praktisi hukum Lamongan Nihrul Bahi Al Haidar, SH pria yang akrab disapa Gus Irul itu mengatakan bahwa, dengan adanya Raperda yang lama saja sudah banyak menabrak aturan kok. “Malah sekarang mau ajukan raperda baru yang notabene lebih luas membuka lahan untuk industri,” ujarnya.
Kita tahulah, gimana itu sepanjang jalan nasional mulai dari kecamatan Deket sampai Babat, harusnya itukan lahan untuk hijau yang produktif. Tapi lihat faktanya sekarang, banyak berdiri pabrik-pabrik skala besar sepanjang jalan nasional yang melintas di tengah Kab. Lamongan.
Dan juga bagaimana pendirian tower-tower komunikasi selama ini yang kami duga melanggar aturan dan perizinan, dari zonase dan ketinggian.
Saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh teman-teman NGO lain tadi, bahwa raperda ini memang ada kesan buru-buru untuk kepentingan para konglomerat besar yang akan masuk ke Lamongan. Harus di pending untuk semua Raperda.
Perlu pendalaman yang melibatkan banyak pihak, analisa sosialnya gimana, kajian akademisnya seperti apa, koq tiba tiba sudah banyak Raperda yang disiapkan.
Harus juga mempertimbangan Harmonisasi dengan peraturan di atasnya. Konsistensi dan korelasinya seperti apa? Apabila tetap dipaksakan akan berdampak luas dan yang akan dirugikan masyarakat Lamongan.
Kami memastikan akan ada gerakan perlawanan, bila raperda ini dipaksakan benar-benar menjadi perda. Ini situasi pendemi Covid 19 dan akan ada pesta rakyat Pilbup 2020. “Tolonglah kepada eksekutif untuk bisa menjaga kondusifitas dan sabar. Mbok ya mikir ini gimana nasib masyarakat ketika mereka berjuang melawan pandemi,” tambahnya lagi.
Sementara itu, Saim S.Pd di hadapan seluruh anggota fraksinya dan para undangan menyampaikan terima kasih atas usulan teman-teman semua. “Biar teman-teman di fraksi yang akan memperjuangkan suara suara di forum diskusi ini sebagai bentuk tanggung jawab kami untuk mengawal suara rakyat,” pungkasnya. (ak)