Wacana Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Pengamat: Ketua KPU RI Harus Mundur

oleh -112 Dilihat
oleh
Pengamat Politik dari Unair Surabaya Ali Sahab

SURABAYA, PETISI.CO – Pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asyari terkait kemungkinan pemilu 2024 kembali proporsional tertutup disayangkan para pengamat politik. Ketua KPU RI dinilai tak elok melontarkan wacana tersebut, hingga ada yang meminta DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) harus memeriksa Hasyim Asyari.

“Saya kira sebagai pejabat publik dalam berstatemen harus mempunyai landasan dan kajian akademis. Kalau dari statemen yang disampaikannya, saya tidak tahu persis apakah (Ketua KPU RI) punya landasan yang jelas atau tidak,” kata Pengamat Politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Ali Sahab, Jumat (30/12/2022).

Pemilu yang menerapkan proporsional tertutup atau terbuka memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun sangat disayangkan, jika Ketua KPU RI melontarkan wacana bahwa Pemilu 2024 menerapkan proporsional tertutup dalam menentukan calon legislatif atau anggota dewan.

“Saat ini tidak perlu melontarkan wacana. Sekarang KPU harus konsen di pemilu 2024. Setelah itu, silahkan ditata seperti apa,” ujarnya.

Staf Pengajar di Departemen Politik FISIP Unair menambahkan, saat ini tidak elok untuk membahas wacana penerapan kembali proporsional tertutup. Karena yang diuntungkan adalah partai besar.

Dalam artian yang menentukan anggota dewan dari partai dan tidak ada secercah pemilih untuk memilih calegnya. “Saya kira ini (wacana) kurang elok. Permainan sudah berjalan, ujug-ujug (tiba-tiba) wasit memberikan aturan baru,” tuturnya.

Pengamat Sosial dan Politik asal kota Surabaya, Lasiono menyebut, Pemilu 2024 merupakan salah satu indikator atau tolak ukur dari demokrasi kehidupan bernegara di Indonesia. Keterbukaan dan kebebesan dalam pemilihan umum mencerminkan partisipasi masyarakat Indonesia.

“Saya kira statemen Ketua KPU RI itu, karena sedang berhalusinasi terhadap sistem pemilu 2024. Ketua KPU kaget, merasa begitu besarnya tanggungjawab yang harus dikerjakan sebagai penyelenggara pemilu. Dia hanya mencari gampangnya saja,” ujarnya.

Alumnus Magister Sosial Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) ini menegaskan, pernyataan Ketua KPU RI itu offside. Karena sistem pemilu sudah menjadi ranah DPR RI dan pemerintah, yang nota bene lembaga politik yang melahirkan produk-produk undang-undang, termasuk UU Pemilu No 7 Tahun 2017.

“Ketua KPU RI sudah membawa KPU ke wilayah politik praktis, dan saya kira, ini berbahaya. Padahal, KPU seharusnya independen, dan menjaga pelaksanaan pemilu berjalan dengan jujur, adil, transparan. Laksanakan saja apa yang menjadi tugas KPU sesuai dengan UU Pemilu,” jelasnya.

Menurutnya, statemen Ketua KPU RI itu ngawur. Ketua KPU RI tidak punya etika sebagai penyelenggara pemilu. Karena itu, harus ada penindakan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Seharusnya DKPP segera turun memintai keterangan Ketua KPU RI, karena Ketua KPU RI tanpa dia sadari telah mencederai demokrasi di Indonesia. Bahkan, saya kira Ketua KPU harus mundur dan usut tuntas dugaan keterlibatan politik praktis KPU RI,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survey dan Penelitian Jhon Consulindo ini. (bm)