Wakil Ketua DPRD Bondowoso : Nopol itu Kode Milik Pejabat Sipil

oleh -141 Dilihat
oleh
Mobil Innova nopol P 1719 BS yang kecelakaan di Paiton Probolinggo

BONDOWOSO, PETISI.CO – Mobil Innova, nomor polisi (nopol) P 1719 BS, yang disebut-sebut milik pejabat Bondowoso, yakni  Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), yang kecelakaan menabrak sebuah motor di jalan raya, di  Randu Merak, Paiton, Kabupaten Probolinggo, Minggu (21/10/2018) lusa, menjadi pembicaraan publik.

Pasalnya, mobil yang dikendarai Bambang, sopir dari Kepala Dinas PUPR atau Plt Sekda Bondowoso, diduga menggunakan mobil plat palsu, karena warna hitam.  “Seharusnya mobil dinas menggunakan plat merah, bukan plat hitam,” terang salah seorang saksi.

Hal ini, dapat tanggapan dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bondowoso, Andi Hermanto dari Partai Politik (Parpol) PDI Perjuangan.

Menurutnya, mobil yang kecelakaan itu, yang diduga menggunakan plat palsu, itu tidak benar. Mobil dengan nopol P 1719 BS itu adalah nomer kode milik Pejabat Sipil (BS).

“Itu tidak palsu, itu angka yang istimewa milik seorang pejabat,” ujar Andi, Selasa (23/10/2018).

Mobil Plat Merah, milik pejabat yang diganti plat hitam, bukan hanya pejabat saja,  presiden,  Polri, TNI, atau DPR juga diganti, tapi ada kode masing-masing. “Mengenai mobil dinas atau mobil milik negara, di samping berplat merah, ada pula yang ber-plat hitam. Plat merah tentu dengan mudah dikenal sebagai property negara. Namun untuk plat hitam, butuh ‘keahlian khusus’ untuk mencirikannya sebagai milik negara. Plat hitam biasanya ditandai dengan akhiran hurup RFS, RFD, RFR, atau RF-RF atau BS lainnya,” urai Wakil Ketua DPRD Bondowoso itu.

(Baca Juga : Bara JP Bondowoso: Gunakan Plat Palsu, Mencoreng Nama Pemkab)

Meski tidak ber-plat merah, sambung Andi, polisi yang bertugas di jalan raya akan tahu bila penumpang di dalamnya mesti orang penting. “Ya, minimal jabatannya eselon 2. Plat merah, biasanya digunakan sebagai kendaraan operasional, atau kendaraan sejuta umat bagi pegawai di instansi tersebut. Mobilnya pun bukan sedan. Lazimnya berjenis van dengan kursi di tengah dan di belakang. Kebanyakan digunakan untuk mobil jemputan karyawan atau untuk dinas operasional kantor,” katanya sambil mengimbuhkan, sebagai pegawai pemerintah, ada banyak konsekuensi yang harus rasakan bila mengendarai mobil plat merah. Ada beban dan tanggung jawab moral yang tak ringan.

“Aku pribadi sangat risih bila harus berkendaraan dinas, lantaran tak bisa bebas berlaku semaunya. Di antaranya adalah, tidak boleh berkendara dengan ceroboh; harus mengisi bahan bakar dengan jenis tertentu; dan, ribetnya, gak boleh sembarangan berhenti di dekat-dekat tempat hiburan (bioskop, panti pijat, mall atau tempat karoke-an), meskipun bila ban bocor, yang tak mau kompromi. Apa kata dunia bila dilihat masyarakat ada plat merah terparkir persis di depan tempat karokean atau di sebuah mal,” tambahnya.

Lebih jauh dia mengatakan, meskipun pengendarannya sedang operasi atau menunaikan tugas kedinasan. Ya, inilah moral obligation yang membebani saat membawa mobil dinas.

“Sejatinya mobil dinas hanya terbatas digunakan untuk ke tempat-tempat yang baik-baik saja. Ke kantor, ke instansi pemerintah atau pun kunjungan ke warga masyarakat. Aib membawa kendaraan dinas untuk sesuatu yang tak ada hubungannya dengan kedinasan,” tandasnya.

Ditempat terpisah, Edi Junaedi, Ketua DPC Bara JP Bondowoso, menyebutkan, mobil dinas yang menggunakan plat hitam dengan angka BS, apapun alasannya, tetap salah jika digunakan diluar jam kerja.

“Mobil yang kecelakaan di Paiton itu diluar jam kerja, itu namanya korupsi,” jelas Edi.

Apalagi, lanjut dia, mobil yang kecelakaan penumpangnya bukan hanya PNS, melainkan orang swasta. “Ini sudah jelas menyalahi kewenangan,” tuturnya.

Salah satu narasumber mengatakan, untuk menjaga marwah Pemkab Bondowoso, kasus penggunaan mobil dinas tersebut, harus diinvestigasi dan diperiksa oleh Inspektorat. “Nanti hasilnya serta tindaklanjutnya harus dipublikasikan,” cetusnya.

Diketahui, banyak dijumpai di akhir pekan, mobil dinas digunakan untuk menghadiri resepsi pernikahan. Bahkan, banyak pula mobil dinas dipakai untuk liburan keluarga ke puncak. Padahal, aktivitas-aktivitas itu sudah di luar kedinasan dan pastinya itu adalah urusan pribadi. Disamping ada ‘beban’,  sebaliknya ada sebagian sejawatnya, pengguna plat merah atau mobil dinas berplat kusus yang memanfaatkan ‘keuntungan’ tersebut, dengan merasa–seolah-olah- ‘bebas’ berkendara.

Mengingat saja,  bila attitude-nya bagus, maka ada perasaan terbebani dalam mengendarai mobil dinas. Misalnya, sekecil apapun kesalahan yang kita lakukan di jalan raya, maka akan menjadi buah bibir dan cibiran di masyarakat banyak.(latif)

No More Posts Available.

No more pages to load.