Wisata Boon Pring Kurangi Urbanisasi di Desa Sanankerto Malang

oleh -157 Dilihat
oleh
Salah seorang pengunjung menikmati wisata air telaga Boon Pring.

MALANG, PETISI.CO – Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur (Jatim) dulu dikenal sebagai desa miskin. Rata-rata pekerjaan masyarakatnya sebagai buruh tani. Bahkan, banyak diantara warganya yang memilih urbanisasi untuk mengubah nasib.

Kini, desa itu berubah total. Dari desa tertinggal menjadi desa maju. Desa ini mampu memberikan penghasilan kepada warganya. Dari semula buruh tani, menjadi karyawan dan pedagang.

Perubahan status desa itu, tak lepas dari keberadaan obyek wisata Boon Pring. Setelah diresmikan menjadi desa wisata tahun 2017, obyek wisata yang dulu hutan bambu ini, mulai banyak dikunjungi masyarakat Malang dan sekitarnya. Bahkan, wisatawan asing juga ikut berdatangan.

“Dulu warga disini berbasis buruh tani. Sekarang, sudah tidak lagi. Banyak manfaat yang diperoleh penduduk disini dengan keberadaan Boon Pring,” kata Kepala Dusun Andeman, Djamaludin kepada wartawan di desa wisata Boon Pring, Kamis (28/11/2019).

Menurutnya, memasuki usia tiga tahun, wisata Boon Pring mampu mengurangi tingkat pengangguran di desa ini. Anak muda yang dulu setiap lulus sekolah memilih urbanisasi, karena sulit mendapatkan pekerjaan yang layak. Sekarang urbanisasi itu sudah berkurang sekali.

Telaga di wisata Boon Pring menarik pengunjung untuk berfoto ria

Para lulusan sekolah menengah atas itu banyak yang menjadi karyawan Boon Pring. Mereka juga mulai merintis usaha-usaha baru di Boon Pring. Ada yang membuka usaha warung makanan. Warung-warung ini berdiri berjejer di pinggir jalan masuk ke area wisata.

Tahun 2017, jumlah pedagang hanya 12 orang. Jumlah tersebut, bertambah menjadi 75 pedagang di tahun 2019.

“Mereka sudah mulai bisa membaca pasar, setelah melihat banyaknya kunjungan wisatawan lokal dan asing. Dengan berinovasi dan berkreasi menghasilkan sesuatu yang bisa dijual,” ungkapnya.

Baru berjalan tiga tahun, obyek wisata Boon Pring sudah memiliki omzet miliaran rupiah. Tahun pertama (2017) beromzet Rp 994 juta. Omzet tahun kedua (2018) Rp 2,8 miliar. Estimasi omzet tahun ketiga (2019) sebesar Rp 4,2 m.

“Dua tahun berdiri Boon Pring menghasilkan laba yang cukup besar. Laba tahun 2017 Rp 402.905 dan laba tahun 2018 sebesar Rp 1,458 m. Tapi, yang penting dalam pemasukan PADes dari tahun pertama Rp 80,5 juta, tahun kedua Rp 437 juta,” jelas Djamaludin.

Meningkatnya omzet dan PADes Snankerto, karena obyek wisata Boon Pring memiliki daya tarik wisatawan. Pemandangannya indah, udara sejuk, dan pepohonan rindang. Di sisi kanan dan kiri jalan ditumbuhi puluhan jenis pohon bambu. Desa Sanankerto memang dikenal dengan Kampung Bambu, karena sejak tahun 1983 sudah dilakukan penanaman beragam jenis bambu.

Saat ini, baru 70 jenis bambu yang ditanam di atas lahan seluas 36,8 hektar. Ke depannya, pihak BUMDes ekowisata Boon Pring menargetkan 100 jenis bambu. “Dengan begitu kami bisa memproklamirkan diri sebagai museum bambu,” kata Direktur Utama BUMDes Kerto Raharjo, desa Sanankerto, Samsul Arifin.

Puluhan wartawan Kelompok Kerja (Pemprov) dan Humas Protokol Pemprov Jatim ikut menikmati indahnya kondisi alam Boom Pring. Beberapa wahana yang disediakan pihak pengelola menambah daya tarik obyek wisata ini. Seperti, kolam renang anak, kuda, trail mini dan wisata air telaga.

Air sungai telaga berasal dari enam mata air, yakni Sumber Adem, Sumber Towo, Sumber Gatel, Sumber Maron, Sumber Krecek, dan Sumber Seger. Sumber Adem dan Sumber Towo menjadi mata air terbesar. Menariknya, kalau musim hujan, mata air tidak muncul. Mata air baru muncul jika musim kemarau tiba.

“Itu semua warisan dari buyut-buyut kita dulu. Tanpa mereka, mungkin kita tidak punya mata air. Kita hanya meneruskan saja dan kita kemas dengan Boon Pring, sehingga bermanfaat tanpa merusak ekologi. Jadi, reboisasi dan pelestarian tetap terjaga,” tambah Djamaludin. (bm)