Banjir di Jatim Rusakkan 4.777 Hektar Sawah

oleh -62 Dilihat
oleh
Kepala Dinas Pertanian Jatim, Hadi Sulistyo

SURABAYA, PETISI.CO – Musibah banjir yang terjadi di 19 Kabupaten di Jawa Timur (Jatim) pada 7 Maret 2019 lalu, telah merusakkan lahan sawah seluas  4.777 hektar. Dampak banjir terbesar terjadi di kab Ponorogo dan Bojonegoro.

“Dari total lahan sawah di Jatim seluas 1,128 juta hektar, yang terdampak banjir sebanyak 4.777 hektar, atau 0,36 persen. Kalau melihat prosentase lahan sawah terdampak banjir itu masih kecil,” kata Kepala Dinas Pertanian Jatim, Hadi Sulistyo kepada wartawan di Surabaya, Senin (11/3/2019).

Dari 19 kab yang terdampak banjir, menurutnya, terbesar ada di Ponorogo dan Bojonegoro. Di Ponorogo sebanyak 1.234 hektar mengalami kerusakan dengan usia tanamannya 20-90 hari setelah tanam. “Dari yang terkena dampak 4.777 hektar, yang puso (gagal panen) 11,25 hektar,” tegasnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim, menurutnya, tidak akan memberikan ganti rugi kepada para petani kepada para petani yang sawahnya mengalami puso. Pemprov hanya memberikan bantuan benih cadangan pangan saja atas atas usulan dari pemerintah kabupaten (pemkab) setempat. “Kalau pemkab tidak mengusulkan, berarti pemkab sudah menangani sendiri,” ucapnya.

Ganti rugi, lanjutnya, hanya diberikan kepada para petani yang mengikuti Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dari Jasindo. Asuransi diberikan sesuai dengan tingkat kerusakan minimal 70 persen. Sebaliknya petani yang tidak ikut asuransi, maka tidak dapat ganti rugi.

“Petani yang tidak ikut AUTP, hanya dapat bantuan benih cadangan pangan baik nasional maupun daerah saja. Ke depan, kami imbau agar para petani agar ikut asuransi. Selama ini, petani masih berpikir tidak ada musibah, padahal, musibah ini tidak bisa dipastikan,” paparnya.

Untuk mengikuti AUTP, tambahnya, tidak mahal. Petani hanya dipungut biaya Rp 36 ribu per hektar dari biaya sebesar Rp 180 ribu per hektar. Sisanya Rp 144 ribu dari subisidi pemerintah. “Kalau ikut asuransi kena musibah, sesuai dengan hasil evaluasi Jasindo di lapangan akan mendapat ganti rugi Rp 6 juta per hektar,” tegasnya.

Selain mengimbau petani ikut asuransi, Hadi menyebut pihaknya telah  membuat surat ke Gubernur kepada kabupaten untuk mengantisipasi musim hujan, menyebarluaskan informasi kepada para petani, khususnya budi daya tanaman, pemantauan iklim dan cuaca dengan sistem peringatan dini dengan bekerjasama BMKG.

“Kami juga menyusun pola tanam dengan teknologi yang beradaptasi, seperti peminat varietas, penyiapan tim pengendalian orgasme, menginformasikan adanya bencana terutama kepada kabupaten yang sering mengalami bencana,” jelasnya. (bm)