Janji Setahun, Belum Terbukti
SURABAYA, PETISI.CO – Sudah sekitar satu tahun lebih empat bulan, Ir Mujiaman Sukirno menduduki kursi Direktur Utama PDAM Surabaya. Mujiaman dilantik Walikota Surabaya, Ir Tri Rismaharini, 16 Juni 2017 dan setelahnya ia menyatakan ke wartawan yang ngepos di Pemkot Surabaya, bahwa Mujiaman, putra kelahiran Srengat itu dapat memproduksi air PDAM layak minum, setidaknya satu tahun setelah menjabat Dirut PDAM Surabaya.
Namun kenyataannya, sampai Oktober 2018 ini, produksi air minum PDAM Surabaya bukannya bertambah baik. Akan tetapi, air PDAM Surabaya semakin buthek, bahkan tampak koloid kekuning-kuningan.
Sehingga, air minum produksi PDAM yang diterima ratusan ribu pelanggan -secara fisik- berwarna, dan berasa serta berbau.
Mau atau tidak, produksi air minum PDAM Surabaya tidak mencerminkan kualitas sebagaimana diamanatan dalam Permenkes No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Dimana, Pasal 1 Permenkes tertanggal 19 April 2010 ayat (1) berbunyi, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Banyak pelanggan PDAM Surabaya, yang mana mereka adalah masyarakat Kota Surabaya, seperti disampaikan Cak Gufon Niam, Cak Wanto, Cak Mudji, Ning Endang, bahkan warga Perak Barat, Choirul, serta Bu Arsih, warga Jl Ngagel, kesemuanya senada mengatakan, produksi air minum PDAM Surabaya dalam satu tahun belakangan warnanya buthek terus.
“Awalnya kecoklat-coklatan, muncul serpihan bak serbuk dan akhinya warna airnya kehitam-hitaman jika dibiarkan dalam tiga hari,” ulas Bu Asih dan Ning Endang yang tinggal tak jauh dari instalasi Ngagel 1,2,3 meskipun bukan wilayah kompkeks PDAM Surabaya sendiri.
Yang pasti, warga Kota Surabaya tidak melupakan janji Ir Mujiman, setelah dilantik sebagai Dirut PDAM Surabaya 16 Juni2017 lalu, ia beranji di berbagai media massa, bahwa Mujiaman berjanji dapat mengubah produksi air PDAM yang kotor menjadi air layak minum, setidaknya dalam jangka waktu satu tahun.
“Sekarang, Oktober 2018, masa jabatan Mujiaman, Dirut PDAM Surabaya sudah menapak satu tahun empat bulan, akan tetapi, air produksi PDAM Surabaya semakin serem warnanya, buthek, kecoklat-coklatan dan bahkan ada pelanggan yang menerima air PDAM berwarna hitam,” kata Cak Gufron Niam yang tercatat sebagai pengurus Dewan Pelanggan PDAM Surabaya itu.
Cak Gufron mengakui, musim kemarau seperti saat ini baku mutu air Kalimas sebagai bahan baku air minum PDAM mengalami sedikit masalah, munculnya polutan yang larut di air permukaan Kali Surabaya. Bisa jadi produksi air minum produksi PDAM Surabaya kualitasnya menurun pada musim kemarau.
Akan tetapi, Cak Gufron mempertanyakan, mengapa pada setiap musim penghujan yaitu antara November sampai Mei, justru produksi air PDAM Surabaya tetap secara fisik berbau, berwarna dan berasa, tidak layak untuk diminum?
“Kami menagih janji Ir Mujiiaman, yang saat menjabat Dirut PDAM Surabaya akan memproduksi air layak minum. Tolong disampaikan alasannya ya Pak Mujiaman, mengapa Anda, DirutPDAM Surabaya tetap tidak mampu memprooduksi air layak minum?” ulas Cak Gufron seraya menghitung dirut-dirut PDAM yang juga obral janji memproduksi air minum. Dirut-dirut itu adalah Ir Selim, Drs Ashari, Drs Sunarno dan kini Ir Mujiaman.
Cak Gufron menyebut PDAM Surabaya memiliki instalasi Ngagel 1, 2, 3 dan Karang Pilang 1, 2 dan 3, yang kesemuanya diprediksi mampu memproduksi air minum sekitar 10.000 liter/detik, yang dapat memenuhi kebutuhan lebih dari 3 juta jiwa warga Kota Surabaya.
Sementara ini jumlah pelanggan PDAM Surabaya sektar 500 bangunan, 90 persen rumah tangga. Jika diasumsikan setiap rumah tangga dihuni 5 jiwa dengan pemakaian air minum 35 M3/bulannya, maka rata-rata setiap jiwa mengkonsumsi air minum sekitar 1,16 M3/bln, sehiingga produksi air PDAM yang 10.000 liter/detik masih berlimpah untuk warga kota Surabaya.
Dengan kata lain, seharusnya tidak ada warga kota Surabaya yang sektar 2,5 juta jiwa yang tinggal di pinggiran Surabaya tidak terlayani air minum.
“Mengapa dengan produksi 10.000 liter/detik produksi air minum PDAM debit dan tekanannya tidak mampu mencapai ke pingggiran Kota Surabaya?” UlasWanto yang juga pelanggan di Surabaya pusat.
Ia menambahkan, di zaman Belanda sampai Orde Baru, PDAM membangun ratusan reservoar, yang antara lain sebagai bak penampungan air, distribusi air minum ke daerah yang tinggi, reservoir sekaligus kanalisasi pengendapan kotoran dari hasil proses penjernihan.
Memang, kata CakWanto, proses penjernihan baku mutu air kali Surabaya dari flokulasi atau pengadukan cepat dan lambat sampai akhirnya filtrasi di instalasi Ngagel, serta Karang Pilang, air produksi PDAM Surabaya layak minum sesuai Permenkes, yang secara fisik air minum tidak berbau, tidak berasa dan tidakberwarna.
Ternyata setelah air minum dialirkan ke sekitar instalasiya itu di Ngagel, justru air produksi PDAM Surabaya tetap buthek, kehitam-hitaman dalam satu tahun belakangan. Artinya Mujiaman, alumni ITS jurusan kimia itu ‘tidak becus’ mengelola PDAM Surabaya yang berbasis perpipaan itu.
Semasa Dirut PDAM Surabaya dijabat M Selim, sela Cak Gufron, penyebab butheknya produksi air minum PDAM Surabaya akibat di antaranya limbah abu gunung sampai limbah komunal rumah tangga ditangani dengan cara memanajemeni permasalahan lumpur, yang merupakan produksi ikutan PDAM Surabaya.
Lumpur itu hasil dari air Kali Surabaya, dimana asal-usulnya adalah abu gunun muda atau abu vulkanik yang mengalir dari sumbernya, yaitu dari aliran air Gunung Kelud.
Kata Cak Gufron, Dirut PDAM Suraaya saat dijabat M Selim dapat mengeliminir sumber lumpur yang asalnya dari abu vulkanik Gunung Kelud dengan cara rekayasa teknologi.
“Jadi menurut saya, Dirut PDAM Surabaya saat ini, Ir Mujiaman harus belajar pada masa lalu, sebab Mujiaman bukan berlartarbelakang air minum perpipaan, akan tetapi Mujiaman itu manajer sales perusahaan bahan kimia untuk penjernihan air bagi pembangkit listriik,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan banyak media, Mujiaman menggeber proyek pembangunan ribuan reservoir yang nilainya sekitarRp 352 Miliar, diantaranya untuk penjernihan. Akan tetapi, kenyataannya PDAM Surabaya tetap memproduksi air kotor, yang tidak sesuai dengan syarat yang ditetapkan Permenkes 2010.
Sementara itu sejumlah manajer di PDAM Surabaya menyebut, bahwa PDAM memprioritaskan produksi PDAM Surabaya dapat didistribusikan sampai pelosok kelurahan di pinggirankota Surabaya.
Sedang Ir Mujiaman Sukirno Dirut PDAM Surabaya menyatakan, pihaknya berupaya memproduksi air minum secara bertahap, mulai dari Ngagel yang merupakan kawasan instalasi penjernihan air minum PDAM. Diharapkan, produksi PDAM yaitu air layak minum dimulai dari Ngagel, terus menyebar di seluruh Surabaya.(dam)