Berdalih Pungutan PPDB Bukan Kewajiban, Orang Tua Siswa Anggap Kepsek SMAN 1 Sumenep Licik

oleh -112 Dilihat
oleh
Kepala SMAN 1 Sumenep, Sukarman saat dikonfirmasi di ruang kerjanya.

SUMENEP, PETISI.CO – Sebelumnya diberitakan petisi.co, sekalipun ada pelarangan pemungutan biaya bagi sekolah salah satunya terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 sesuai yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 Pasal 21 Ayat 2 dan 3.

Yang berbunyi “Pelaksanaan PPDB pada Sekolah yang menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak boleh memungut biaya”, dan ”Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut: Melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB maupun perpindahan peserta didik dan melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB”.

Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sumenep tetap melakukan pungutan pelaksanaan PPDB yang berkedok pembelian seragam dan atribut sekolah melalui koperasi sebesar Rp.1497.500 untuk Putra dan Rp.1.572.500 khusus Putri.

Sukarman, Kepala SMAN 1 Sumenep, saat dikonfirmasi petisi.co bersama sejumlah awak media pada Kamis (13/8/20) terkait hal tersebut, berdalih bukan kewajiban.

“Itu sebenarnya sifatnya bukan merupakan kewajiban, jadi orang tua (Wali murid_red) itu bolehlah mau membeli diluar monggo boleh,” kilahnya.

Kepala SMAN 1 Sumenep juga berdalih tidak bersifat paksaan, penekanan dan tidak ada konsekuensi atau sanksi. Namun ternyata, pengakuan yang dikatakan Sukarman, Kepala SMAN 1 Sumenep itu, orang tua siswa atau wali murid dianggap licik.

“Pengakuan Kepala SMAN 1 Sumenep yang menyebut bukan kewajiban itu licik. Jadi itu licik hanya untuk menutupi saja,” kata salah satu orang tua siswa kepada petisi.co, JRO (Inisial) dengan nada geram, Minggu (16/8/20).

Sebab batasan pembayarannya itu hanya dua hari saja. Jadi menurutnya dikeluarkan pada hari Kamis, Jumat harus selesai. Dan persyaratan tersebut, itu dibuat untuk daftar ulang.

“Jadi kalau tidak bayar dianggap mengundurkan diri,” terangnya, seraya menyatakan kembali sehingga dengan pengakuan Kepala SMAN 1 Sumenep yang katanya bukan kewajiban dan tidak ada konsekuensi atau sanksi itu sangatlah licik dan bohong.

“Jadi makanya buktikan, sekarang ini gak ada yang bodoh. Makanya buktikan dimana disitu katakanlah tidak ada kewajiban. Diumumkan dimana, melalui tatap muka tidak pernah tatap muka,” ucapnya.

Jadi dalam waktu dua hari itu, Kamis dan Jumat bagaimana ditekankan harus lunas. Karena apabila tidak lunas maka dengan konsekuensi dianggap mengundurkan diri.

“Toh waktu dua hari Kamis dan Jumat harus lunas. Terus Seninnya harus daftar ulang. Jika tidak benar-benar menunjukkan itu dianggap mengundurkan diri,” terangnya.

Lebih lanjut diungkapkan, anehnya ketika melakukan pembayaran, barang tersebut tidak langsung diterima diberikan oleh pihak SMAN 1 Sumenep. Melainkan masih menunggu sekitar setengah bulan lamanya.

Sehingga dengan demikian tersebut, menganggap dijadikan peluang kesempatan untuk lahan bisnis memperoleh keuntungan.

“Sehingga disinyalir dijadikan ajang pungutan secara kolektif oleh koperasi sekolah. Bahkan ini memang ada dugaan koperasi sebagai alat mendapatkan keuntungan. Sementara dimana tidak ada standarisasi mutu kain maupun peralatan lainnya,” ucapnya, menambahkan namun wajib membayar.

Di samping itu ia memaparkan harga barang seperti seragam oleh pihak SMAN 1 Sumenep dihargai dengan harga gila. Sedangkan seragam itu ternyata belum berbentuk seragam, melainkan hanya kainnya saja yang diterima oleh siswa.

Sehingga untuk menjadikan seragam biayanya itu ditanggung oleh siswa, wali murid/orang tua siswa.

“Harga kain di SMAN 1 Sumenep Rp150. Sedangkan di tempat yang lain, ada dari pengusaha dengan kain yang sama langsung sama bawahannya hanya Rp100. Beda lagi ketika pemesanan atau pengambilan dengan jumlah banyak bisa kurang dari harga Rp100. Bayangkan saja, itu dengan kain yang sama. Sudah berapa keuntungannya,” katanya.

Lebih lanjut JRO, inisial dari seorang wali murid atau siswa sebagaimana petisi.co menyebutnya, mengungkap dibalik program yang tentunya sangat membebani orang tua siswa, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang mencekik dampak virus corona (Covid-19) tentang pungutan itu, dalam hal ini untuk PPDB itu menurutnya hasil dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) se Kabupaten Sumenep.

Selain itu, wali murid dari salah satu siswa ini membuka juga bahwa di SMAN 1 Sumenep selain ada biaya diantaranya, PPDB juga ada wajib beli e-book, dengan penerbit erlangga seharga Rp800.000.

“Tapi kewajiban beli e-book itu ada pada kebijakan dari setiap gurunya masing-masing. Jadi, ada yang wajib ada yang tidak,” terangnya, sehingga dari kebijakan itu, menilai tidak adanya koordinasi yang dilakukan oleh pihak SMAN 1 Sumenep.

Bahkan ia mengatakan, di SMAN 1 Sumenep juga ada biaya sebesar Rp 2.500.000 yang dibebankan kepada siswa atau orang tua wali yang dimintai setiap tahun.

“Uang itu untuk pengadaan tanah yang katanya biaya-biaya tidak harus dari dinas dan ada aturannya,” katanya, seraya mempertanyakan sebagai wali murid meminta aturannya mana.

Ia menilai potret dari sejumlah problematika yang terjadi bentuk indikasi bagian dari praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), khususnya pada dunia pendidikan di Kabupaten Sumenep. (ily)

No More Posts Available.

No more pages to load.