Demi Keadilan, Komnas PA Kawal Sidang Oknum Pendeta Cabuli Jemaat

oleh -127 Dilihat
oleh
Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait memberi keterangan kepada awak media di PN Surabaya.

SURABAYA, PETISI.CO Kasus pencabulan yang menyeret oknum pendeta, Hanny Layantara sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya, mendapat perhatian serius Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA).

Kepada awak media, Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, kehadirannya di PN Surabaya untuk mengawal keadilan atas dugaan pencabulan yang dialami korban.

“Kami memberikan masukan ke jaksa sebagai untuk mendakwa terdakwa dengan pasal perlindungan anak, yang ancaman hukumannya minimal 10 tahun maksimal 20 tahun bahkan bisa seumur hidup,” kata Arist Merdeka Sirait, Rabu  (27/5).

Dijelaskan, ancaman di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, memungkinkan penjatuhan pidana tambahan berupa suntikan kebiri kimia,  dan pemasangan chip untuk memonitor keberadaan pelaku kejahatan seksual pada anak.

“Terlebih terdakwa ini diduga melakukan perbuatannya secara berulang-ulang. Sesuai  undang-undangnya dapat dijatuhi pidana tambahan berupa kebiri kimia melalui suntikan dan pemasangan chip,” tegas dia.

Menurut Arist Merdeka, pemantauan kasus ini merupakan inisiatif lembaganya, bukan karena adanya pesanan dari korban. Dia pun mengklaim telah mengawal kasus ini sejak proses di Kepolisian.

“Sejak awal dilaporkan, kami sudah berkordinasi dengan Polda Jatim agar kasus ini dijadikan peristiwa hukum yang patut diperiksa,” tandas dia.

Terpisah, Jeffry Simatupang salah seroang tim penasehat hukum terdakwa tidak sependapat dengan pernyataan Arist Merdeka Sirait. Dia menyebut, kliennya tidak dapat diadili lantaran telah kadaluarsa lantaran baru dilaporkan 14 tahun setelah peristiwanya.

Jeffry menjelaskan, dalam undang-undang telah jelas disebutkan, ancaman maksimalnya 15 tahun masa kadaluarsanya adalah 12 tahun setelah dilakukan tindak pidana.

“Kalau kita menghitung waktu, 2006 dilakukan berarti sudah 14 tahun yang lalu, maka perkara ini telah gugur dan jaksa tidak mempunyai hak untuk menuntut, karena haknya sudah gugur karena perkara kadaluarsa,” terang Jeffry di PN Surabaya.

Dalam kasus ini, Jeffery meminta agar pihak-pihak yang berperkara maupun yang tidak berperkara untuk menghormati proses peradilan yang sedang berjalan.

“Kita hormati proses hukum, jangan beropini, kita tunggu prosesnya, kita hormati lembaga peradilan,” pungkas dia.

Diketahui, kasus ini mencuat setelah korban (IW) melalui juru bicara keluarga melakukan pelaporan ke SPKT Polda Jatim, dengan nomor LPB/ 155/ II/ 2020/ UM/ SPKT, pada Rabu 20 Februari 2020.

Berdasarkan keterangan, korban mengaku telah dicabuli selama 17 tahun. Terhitung sejak usianya 9 tahun hingga saat ini 26 tahun. Namun, dari hasil pengembangan terakhir pencabulan terjadi dalam rentang waktu 6 tahun, ketika usia korban masih 12 tahun hingga 18 tahun. (pri)

No More Posts Available.

No more pages to load.