BONDOWOSO, PETISI.CO – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bondowoso, Jawa Timur, Karna Suswandi, menegaskan, bahwa pihaknya berkomitmen akan memblacklist penyedia jasa konstruksi (rekanan kontraktor) yang terkena sanksi oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Dia bersikap tegas, setelah mendapat usulan dari komisi III, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bondowoso, saat kunjungan kerja (kunker), pada 9 Januari lalu ke dinas PUPR tersebut.
Namun, ketegasan mereka, menjadi geram terhadap sejumlah kontraktor di Bondowoso. Berdasarkan keterangan salah satu rekanan, sebut saja I, bahwa dirinya mengerjakan proyek infrastruktur bukan diatas kaca.[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Baca Berita Lain” background=”” border=”” thumbright=”no” number=”2″ style=”list” align=”none” withids=”” displayby=”tag” orderby=”rand”]
“Sebab, selama kami mengerjakan proyek infrastruktur jalan, lokasinya tidak serata kaca. Ketika BPK melakukan pengekoran ketebalan, pasti ada temuan. Namun pihak rekanan tetap mengembalikan ke negara sesuai dengan hasil temuan BPK,” ujarnya, Jum’at (11/1/2019).
Tak hanya itu saja yang dikatakannya, ia menyebutkan, bahwa untuk pengenaan sanksi pencantuman daftar hitam (blakcklist) kepada penyedia jasa konstruksi memang kewenangan pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran apabila pihak rekanan terbukti nakal atau melakukan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), kecurangan atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang.
“Misalnya, mempengaruhi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan dokomen pengadaan yang mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat. Mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” urainya.
Ditempat berbeda, inisial CY, mengungkapkan, tim dari BPK melakukan pengauditan pada proyek terkesan tidak adil. Ketika dilapangan ada pengerjaan terjadi kekurangan (-), diberikan sanksi untuk mengembalikan kerugian negara.
Ironisnya, apabila ada pengerjaan lebih (+) tidak dihitung. “Jadi kami berharap kepada lembaga negara, jangan pandang sebelah mata. Kami butuh keadilan,” ringkasnya.(latif)