Dorong Judicial Review, Dekan FH Unitomo Dikukuhkan Sebagai Guru Besar

oleh -128 Dilihat
oleh
Penyematan Toga dan Samir Guru Besar FH Unitomo Prof. Dr. Irawan Soerodjo, S.H., M.Si. oleh sejumlah Guru Besar Unitomo dan Rektor.

SURABAYA, PETISI.CO – Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Prof Dr Irawan Soorodjo SH Msi dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang ilmu hukum, Jumat (6/3/20). Pengukuhan guru besar ke 16 kampus yang berlokasi di Jalan Semolowaru Surabaya ini berlangsung dalam Sidang Senat Terbuka yang dipimin langsung rektor Dr Bachrul Amiq SH MH di Auditorium Ki H Mohammad Saleh lantai 5 gedung F.

Turut hadir Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2DIKTI) Wilayah 7 Jawa Timur, Prof Dr Ir Suprapto DEA yang seklaigus menyerahkan Surat Keputusan pengangkatan Irawan sebagai guru besar.

Prof. Dr. Irawan Soerodjo, SH, M.Si saat orasi ilmiah berjudul Status Kewarganegaraan dan Kepemilikan Tanah di Indonesia.

Dalam orasi ilmiah yang disampaikan seusai pengukuhan, Irawan mengangkat soal “Status Kewarganegaraandan Kepemilikan Tanah di Indonesia”. Menurutnya UU nomor 12 tahun 2006 tetang kewarganegaraan yang saat ini masih menyimpan sejumlah persoalan, terutama terkait dengan hak kepemilikan tanh yang diatur dalam UU nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Dorong Judicial Review       

Seorang anak WNI yang dilahirkan di luar negeri, di negara yang menganut asas ius solli (pemberian status kewarganegaraan berdasar tempat kelahiran) seperti Amerika Serikat, Kanada dan beberapa negara Amerika Latin, karena orang tuanya sedang bekerja di perusahaan atau kedubes RI di negara itu atau sedang studi. Maka otomatis berhak mendapat status kewarganegaraan di negara-negara itu.

Di samping status sebagai WNI yang diturunkan dari orang tuanya, karena Indonesia menganut asas ius sanguinis (berdasar keturunan atau pertalian darah). Status kewarganegaraan ganda yang terjadi dalam kasus dalam kasus-kasus seperti ini, menurut Irawan, bisa berakibat hilangnya hak anak tersebut untuk mewarisi tanah orang tuanya yang ada di Indonesia, sebab UU kita tidak membolehkan hal tersebut.

“Hak mereka untuk memiliki tanah di Indonesia otomatis gugur karena mereka mendapat status kewarganegaraan lain, dan tanah itu jadi milik negara. Ini khan dibilang pelanggran HAM,” ujar Irawan, yang selain dosen sehari-hari juga menekuni profesi sebagai konsultan hukum.

Karena itu, Irawan melihat perlunya pemerintah untuk segera merevisi UU yang mengatur hal ini. “Agar tidak ada lagi anak-anak di bawah umur yang dirugikan dan kehilangan haknya karena mereka belum tahu tentang hukum,” kata Irawan. (cah)

No More Posts Available.

No more pages to load.