DPRD Surabaya Minta Pemkot Segera Revisi Perda Terkait RPH

oleh -99 Dilihat
oleh
Hj. Luthfiyah, S.Psi, Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya

SURABAYA, PETISI.CO – Pada Hearing (Rapat Dengar Pendapat, red) antara Komisi B DPRD Kota Surabaya dengan Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan dan beberapa instansi terkait Kota Surabaya menghasilkan titik temu, bahwa sudah saatnya Pemerintah Kota Surabaya memiliki peraturan daerah (perda) terbaru.

Hal itu untuk memberikan ruang kepada RPH agar berkembang menjadi lebih baik dan menghasilkan deviden sebagai salah satu sumber penghasilan asli daerah (PAD) kota Surabaya.

Fajar Arifianto Isnugroho, Dirut PD RPH Surabaya saat hearing di Komisi B DPRD Kota Surabaya

Menurut Hj. Luthfiyah selaku Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, bahwa pada dasarnya pihaknya setuju dengan usulan RPH terkait apapun, asalkan laporan kemajuannya jelas dan berkembang menjadi lebih baik. Contohnya, PD RPH hingga saat ini masih belum bisa menghasilkan deviden.

“Kami di Komisi B DPRD Surabaya sudah mengajukan Perda inisiatif sekitar 2 tahun lalu. Untuk merubah perda lama tentang BUMD, khususnya tentang RPH. Karena perda yang dipakai sekarang itu sudah ‘Expired’,” ujarnya, Senin (05/09/2022) di ruang Komisi B DPRD Kota Surabaya.

Luthfiyah menyampaikan salah satu contohnya adalah tentang tarif penyembelihan per sekor sapi itu cuma Rp 50.000, jauh sekali dari perkembangan harga pada saat ini.

“Meskipun RPH memiliki aset SDM yang cerdas, inovatif dan kreatif. Namun secara aturan tidak mendukung. Akhirnya, ya tetap stagnan. Makanya sudah sejak lama kita sampaikan aturan baru demi berkembangnya PD RPH ini,” ungkapnya.

Ditanya lebih lanjut kenapa usulan peeda injsiatif itu tak segera diwujudkan, Luthfiyah menyatakan bahwa dirinya saat ini bukanlah anggota DPRD yang terlibat di Badan Pembuat Perda (BPP) ataupun Badan Musyawarah (Bamus).

“Sehingga saya lebih banyak menunggu. Untuk itu kami menekankan agar raperda inisiatif yang pernah kita ajukan segera diselesaikan. Kami justru kasihan kepada RPH sendiri. Dengan tarif pemotongan sapi yang RP 50.000, itu tak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengerjaannya. Buat mengatasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) saja itu tidak cukup, belum kebutuhan operasional lainnya,” jelas Luthfiyah.

Legislator perempuan asal Fraksi Partai Gerindra ini menjabarkan bahwa dalam perda inisiatif yang diusulkan, didalamnya juga mengatur pengembangan usaha bagi RPH sendiri. Asalkan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

“Harapan kami, apa yang bisa dikembangkan. Misalnya disini selain menaikkan tarif pemotongan sapi, juga bisa beekembang untuk pemotongan unggas, itu kan bagus. Sayangnya, aturannya belum ada,” tegas Luthfiyah.

Disinggung usulan Direktur RPH yang mengajukan penyertaan modal, Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya ini menyatakan bahwa dirinya bukan pada posisi mendukung atau tudak mendukung. Tetapi Luthfiyah menyebutkan pada setiap rapat yang membahas APBD, RPH ini belum memberikan deviden.

“Kalau selama ini belum ada deviden lalu ada usulan penyertaan modal, saya tidak tahu. Nanti yang menyetujui pertama adalah Walikota. Lalu harus mendapatkan persetujuan dewan. Nah, nanti akan kita lihat. Pertama dalam perencanaannya harus bisa menguntungkan. Saya harus tahu betul perencanaannya seperti apa,” terangnya.

Lutfiyah tidak memungkiri proses penetapan perda inisiatif yang sudah 2 tahun berjalan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Namun dirinya menegaskan kalau pihak eksekutif dalam hal ini Pemkot Surabaya memperhatikan waktunya bisa mempercepat proses tersebut.

“Harus diperhatikan karena perda ini darurat. Sangat dibutuhkan. Bahkan sesuai dengan undang-undang seharusnya sudah diubah sejak tahun 2017,” imbuh Luthfiyah.

Sementara itu, Direktur RPH Surabaya, Fajar Arifianto Isnugroho menjelaskan bahwa Komisi B DPRD Kota Surabaya memberikan perhatian lebih kepada RPH, khususnya pada pengemvangan RPH ke depan.

Namun yang terpenting baginya adalah terkait perda inisiatif yang telah diusulkan oleh Komisi B, yang diharapkan mampu membuat RPH Surabaya berkembang lebih baik lagi.

“Sebab saat ini RPH sendiri masih terkunci dengan aturan-aturan lama yang sudah tidak relevan dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini,” kata Fajar.

Dia menjelaskan bahwa kalau perda inisiatif nanti sudah diberlakukan, maka RPH tidak hanya melakukan pemotongan hewan saja. Namun lebih berkembang menjadi niaga bisnis. Baik pada pengembangan olahan daging, maupun sisi bisnis lainnya.

“Kita sedang mengajukan penyertaan modal ke pemerintah kota dan DPRD Kota Surabaya. Intinya kita akan melakukan beberapa pengembangan, salah satunya untuk Rumah Pemotongan Unggas (RPU) dan perbaikan sanitasi serta ipal. Ketiga adalah untuk pengadaan perangkat-perangkat baru, dimana perangkat yang lama sudah usang,” pungkas Fajar Arifianto Isnugroho, selaku Direktur RPH Surabaya. (riz)