Gus Hamim Dukung Gabungan Asosiasi Pengusaha Malang

oleh -56 Dilihat
oleh
Gabungan Asosiasi Pengusaha berkomunikasi di Ponpes asuhan Gus Hamim di Gondanglegi Kabupaten Malang.
Dengungkan “Gerakan Membeli Gula Lokal”

MALANG, PETISI.CO – Konsisten memperjuangkan petani tebu lokal di Malang Raya akibat tidak terbelinya puluhan ribu ton di Pabrik Gula (PG) Krebet Baru Gondanglegi dan PG Kebonagung membuat petani tebu lokal di Malang Raya terpuruk.

Kini tiga Asosiasi Pengusaha Malang Raya kembali mengadakan tatap muka dengan Ketua Umum PKPTR (Pusat Koperasi Primer Tebu Rakyat), KH Hamim Kholili atau Gus Hamim dan General Manager PG Krebet Baru I, Adang Sukendar Djuanda, Kamis (11/2/2021)

Pada pertemuan yang belangsung di kediaman Gus Hamim di Pondok Pesantren (Ponpes) Roudlatul Ulum 2 Putri, Putukrejo, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, tiga Asosiasi, Apkrindo (Asosiasi Pengusaha Kafe dan Resto Indonesia), APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia), dan IMA (Indonesia Marketing Association) Chapter Malang sepakat mencetuskan sebuah gerakan sosial berupa “Gerakan Membeli Gula Lokal”.

Presiden IMA Chapter Malang, Kurniawan Muhammad, mendesak para Kepala Daerah untuk membuat regulasi, supaya gula-gula lokal petani dapat dijual di retail-retail yang ada di Malang, sehingga masyarakat tidak membeli gula impor.

“Kami rencananya akan audiensi dengan tiga Kepala Daerah Malang Raya. Gerakan ini nantinya akan dipelopori di Malang. Bahwa gula yang beredar harus gula lokal Malang,” terang pria yang menakhodai Jawa Pos Radar Malang itu.

“Gerakan semacam ini bisa berjalan, daerah lain bisa kok. Seperti di Yogyakarta misalnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Fifi Trisjanti Direktur Mall Malang Town Square (Matos) yang juga anggota APPBI DPC Kota Malang ini berencana memasarkan gula lokal di supermarket dengan harga khusus.

“Saya akan ambil beberapa ton (gula lokal), dan nantinya akan jual di mall di bawah HET (harga eceren tertinggi). Dalam waktu dekat kami akan menggelar promo “Tebus Gula Murah” sekaligus menyambut perayaan Imlek,” tuturnya.

Ketua Apkrindo Malang, Indra Setiyadi selaku inisiator “Gerakan Membeli Gula Lokal”, mengaku asosiasinya akan membeli gula petani sekitar 1,5 ton untuk para anggota.

“Mungkin jumlah ini tidak seberapa. Namun yang terpenting adalah esensi dari gerakan ini, untuk membangkitkan semangat membantu petani tebu lokal,” ungkap pemilik Rumah Makan Kertanegara Malang itu.

Mendengar gagasan tiga asosiasi pengusaha Malang Raya tersebut, Gus Hamim mengapresiasi. Ia berharap, gerakan yang dicetuskan di Malang ini mendapat respons hingga ke Pemerintah Pusat.

“Ini artinya, teman-teman importir harus peduli. Jika pengusaha Malang Raya bisa peduli nasib petani tebu lokal, kenapa importir tidak? Pesannya harus sampai (ke Pemerintah Pusat), dan akhirnya terjadilah regulasi. Regulasi biasanya timbul karena ada desakan,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Roudlatul Ulum itu.

Adang Sukendar Djuanda selaku GM PG Krebet I Malang menegaskan, bahwa sejatinya gula lokal tidak kalah dengan gula impor atau gula rafinasi.

“Gula impor warnanya putih sekali, kadang cenderung lembut. Rasanya kurang manis dibanding gula lokal. Sebenarnya gula lokal pun bisa diproses putih, tapi hasilnya tidak putih sekali,” beber Adang.

Saat ini masih ada sisa 44 ribu ton gula petani menumpuk di gudang PG Krebet Baru dan PG Kebon Agung. Jumlah ini berkurang 11 ribu ton dari temuan akhir bulan lalu, yaitu sebanyak 65 ribu ton.

“Harus laku sebelum musim giling berikutnya, Juni 2021. Yang jadi masalah, itu gula milik petani yang belum dibayar. Sepanjang sejarah, ini yang terparah,” tegas Gus Hamim.

Seperti diketahui sebelumnya, akibat pemerintah pusat mengimpor gula rafinasi, mengakibatkan 65 ribu ton produksi gula lokal milik petani tebu di Malang Raya menumpuk di dua pabrik gula dan diketahui mengendap belum terbayar, hal itu akibat adanya regulasi pemerintah pusat dalam membeli gula rafinasi. (clis)