BONDOWOSO, PETISI.CO – Pemanfaatan kawasan hutan sebagai agroforestry dan wisata alam yang sejak tahun 80 an sudah dimanfaatkan untuk ditanami jenis holtikultura. Seperti halnya, jagung, kentang, kubis, dan sejenisnya oleh masyarakat di sekitar kawasan Ijen, bukan merupakan alih fungsi lahan hutan.
Hal ini disampaikan Kepala Sub. Seksi Komunikasi Perusahaan dan Pelaporan, Perhutani Bondowoso, Abdul Gani, yang menanggapi adanya pemberitaan tentang alih fungsi lahan kawasan hutan negara yang dikelola Perum Perhutani KPH Bondowoso dan saat ini menjadi lahan pertanian pada kawasan hutan di wilayah Ijen KPH Bondowoso, Kamis (5/3/2020) di ruang kerjanya.
Menurutnya, upaya reboisasi sudah sering dilakukan. Namun sampai saat ini masih sedang dilakuan upaya pendekatan terhadap petani yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Hutan (LMDH) untuk memanfaatkan lahan dengan pola agroforestry dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
“Proses pendekatan untuk alih komoditi dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran bersama tentang perlunya menumbuhkan hutan pada kawasan tersebut. Berbagai jenis tanaman buah buahan, termasuk macadamia sedang diuji cobakan di daerah itu,” jelasnya.
Petani diberi kesempatan untuk menanam pohon buah-buahan miliknya sendiri dan menikmati hasil panenan nya kelak dengan sistem bagi hasil.
“Dengan pola ini diharapkan pemanfaatan kawasan hutan dapat memenuhi prinsip ekologi, ekonomi dan sosial. Saat ini Perhutani terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan terkait Perhutanan Sosial,” cetus Gani sapaan akrabnya.
Hal ini, kata dia, mengacu pada Program kemitraan kehutanan yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial, yang mengatur mekanisme pemanfaatan kawasan hutan di wilayah kerja perum perhutani.
“Ini keseriusan pemerintah dalam rangka memberikan akses pemanfaatan kawasan hutan kepada masyarakat sehingga tidak akan terjadi konflik sosial,” katanya.
Ditanya perihal yang mengenai pemberitaan tentang alih fungsi lahan kawasan hutan negara yang dikelola Perhutani KPH Bondowoso dijadikan sebagai kawasan wisata, perhutani, ia menyebutkan bahwa kegiatan pengembangan wisata alam lereng Rengganis di wilayah Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bondowoso yang lokasinya berada pada petak 6 m dan 7a wilayah Resor Pemangkuan Hutan (RPH), Sumber Malang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Besuki, merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan kawasan hutan.
Hal ini, mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, pemanfaatan jasa Lingkungan Pada Hutan lindung maupun hutan produksi dan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2010 tentang perusahaan umum kehutanan negara.
“Kegiatan pemanfaatan kawasan hutan juga sudah diatur dalam keputusan direksi Perum perhutani nomor : 682/KPTS/Dir/2009 tentang pengelolaan hutan bersama masyarakat, bahwa ruang lingkup pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat dilaksanakan dengan tidak mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan status tanah perusahaan,” urainya.
Terkait dengan pemanfaatan kawasan hutan, lanjut Gani, untuk kegiatan pariwisata di lereng Rengganis, perhutani Divre Jawa Timur, sudah menjalin kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo yang tertuang pada surat nomor : 02/KB/DivreJatim/2016 dan nomor : 188/0597/431.006.1/2016 tanggal 29 September 2016.
Dan dilanjutkan dengan perjanjian kerjasama wisata alam kereng Rengganis antara perusahaan umum kehutanan negara KPH Bondowoso dengan kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Situbondo dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Argopuro Makmur yang tertuang pada surat nomor: 48/PKS/Bang-Us/BDW/Divre-Jatim/2018.
“Maksud kerjasama tersebut adalah untuk meningkatkan peran para pihak dalam pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan kehutanan dan pengembangan potensi-potensi dalam kawasan hutan sebagai Wisata Alam,” ungkapnya.
Dengan harapan dapat diperoleh manfaat dari kegiatan ekowisata dan jasa lingkungan secara optimal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan, meningkatkan pendapatan para pihak dan masyarakat sekitar serta bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya dan menjaga kelestarian ekosistem hutan.
Dinas PUPR Situbondo berperan menyediakan fasilitas sarana dan prasana. Lokasi wisata tersebut, hanya seluas 0,6 hektar dan secara administratif masuk Desa Baderan, Kecamatan Sumber Malang, yang merupakan wilayah pangkuan LMDH Argopuro Makmur. Dan lokasi itu sesuai dengan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Jangka 1 Januari 2020 – 31 Desember 2029 yang berproses sebagai tempat wisata.
“Perjanjian berupa pemanfaatan lahan dan jasa lingkungan kawasan hutan sehingga tidak memerlukan ijin dari Kementerian Lingkunan Hidup dan Kehutanan,” pungkasnya. (tif)