Kebijakan Simulcast Radio Harus Mempersiapkan Dari Sekarang

oleh -387 Dilihat
oleh
Direktur Direktorat Penyiaran KEMENKOMINFO RI, Geryantika Kurnia memberikan paparan

BALIKPAPAN, PETISI.CO – Direktur Penyiaran, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, saat ini sudah ada sebanyak 1990 Radio Pemegang Izin Penyiaran di Indonesia.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Direktorat Penyiaran KEMENKOMINFO RI, Geryantika Kurnia saat menjadi Narasumber Forum Diskusi Radio (FDR) Indonesia SUMMIT XVI “RADIO’S EVERYWHERE” yang bertempat di Neo Plus Hotel Balikpapan pada Sabtu (4/11/2023). Dihadiri oleh praktisi penyiaran radio yang berdarah “R” secara offline dan hybrid yang tetap komit kepada perkumpulan pecinta radio di seluruh Indonesia ini.

FDR Indonesia SUMMIT XVI “RADIO’S EVERYWHERE” yang bertempat di Neo Plus Hotel Balikpapan

“Data Pemegang Izin Penyiaran Tercatat sebanyak 1990 Radio, publik lokal 191 radio, komuntas 161 radio dan swasta 1642 radio, maka beberapa pengalaman dan observasi selama proses migrasi siaran televisi analog ke digital relevan untuk menjadi pembelajaran saat implementasi digitalisasi di radio,” ujarnya.

Lebih lanjut Geryantika Kurnia atau yang lebih dikenal dengan sapaan Gery menyebutkan bahwa beberapa tujuan untuk digitalisasi adalah menyesuaikan perubahan demographi dan landscape media baik DAB + maupun DRM, keluar dari beberapa keterbatasan siaran terrestrial analog hadir di lebih banyak media (streaming + audio on demand), memahami kepermisaan seperti real time data tumbuh menjadi big data lalu diolah dengan AI  (Connected car ecosystem), Hybrid radio dan value preposition kepada pengiklan yaitu berdaya saing dengan penawaran platform internet (5 G Broadcasting).

Selain itu, Geryantika menjabarkan, bahwa Kebijakan Simulcast Radio melibatkan siaran AM, FM, DAB+ & DRM harus mempersiapkan dari sekarang, termasuk di dalamnya memahami prinsip yang diterapkan dalam kebijakan simulcast radio, dimana dasar pelaksanaan simulcast radio telah dilengkapi dengan perubahan UU Penyiaran melalui UU Cipta Kerja dan turunannya.

Sementara Presiden FDR Indonesia, Harliantara mengatakan bahwa sejak awal, FDR Indonesia hadir untuk menjaga dan mengembangkan esensi yang mengalir dalam setiap siaran. Masa depan industri radio bukan hanya tentang teknologi canggih, tetapi juga kepedulian akan keberagaman, kebebasan berekspresi, dan kesempatan bagi setiap suara untuk didengar.

“FDR Indonesia tetap teguh dalam janji untuk terus mengawal industri radio dengan keberanian, integritas, dan komitmen untuk masa depan yang lebih baik. Terima kasih kepada setiap individu yang telah, sedang, dan akan berpartisipasi dalam misi mulia ini,” tutup presiden FDR Indonesia.

Lebih jauh Geryantika, menyebutkan bahwa sebagai enabler digitalisasi, penyelenggara radio yang berminat dan siap untuk hadir di siaran digital maka dapat ikut serta melakukan simulcast (voluntary basis). Penyelenggara radio perlu menentukan model bisnis yang cocok, apabila: pertama, Harus memiliki infrastruktur sendiri, maka dapat mengadopsi standar DRM, kedua,  Tidak penting memiliki infrastruktur sendiri dan akan fokus pada program, maka dapat bekerjasama dengan multipleksing RRI dengan standar DAB+.

Selain itu, Kemenkominfo tidak menargetkan penghematan frekuensi seperti digital dividend, sehingga tidak ada suatu keharusan bermigrasi ke digital di waktu yang ditentukan. Serta penghentian kegiatan siaran di analog mungkin saja terjadi di masa depan ketika ekosistem radio digital telah terbentuk secara luas, kemudian industri tidak lagi memerlukan siaran di analog.

Terdapat 8 langkah implementasi dari Direktur Penyiaran, Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mewujudkan Digitalisasi Radio, dimulai dengan Uji Coba Simulcast Radio, Penyusunan Kajian terkait Radio Digital, Fasilitasi Peningkatan Kapasitas SDM Radio, Sharing Knowledge, Pembentukan Ekosistem Receiver Desktop dan Smartphone, Pembentukan Ekosistem Receiver Radio Digital pada Head Unit Otomotif, Regulasi dan Kebijakan, Radio Campaign and Activation. (cah)