Kemendikbud Larang Sekolah Pungut Biaya PPDB, SMAN 1 Sumenep Memungut Jutaan Rupiah

oleh -145 Dilihat
oleh
Kepala SMAN 1 Sumenep, Sukarman saat dikonfirmasi di ruang kerjanya.

SUMENEP, PETISI.CO – Sekalipun terdapat adanya pelarangan pemungutan biaya bagi sekolah salah satunya terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 sesuai yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019.

Seperti di Pasal 21 Ayat 2 yang berbunyi “Pelaksanaan PPDB pada Sekolah yang menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak boleh memungut biaya”.

Juga pada Pasal 21 Ayat 3 yang berbunyi ”Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut: Melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB maupun perpindahan peserta didik dan melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB”.

Namun larangan tersebut diatas tidak berlaku bagi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sumenep. Bagaimana tidak, di SMAN 1 Sumenep untuk PPDB 2020 ini, siswa atau orang tua wali dikenakan biaya uang senilai jutaan rupiah.

Sehingga tentunya, menjadi beban bagi mereka di tengah situasi saat ini dari dampak Covid-19 yang sangat mencekik perekonomian masyarakat, terlebih kelas ekonomi menengah ke bawah.

SMAN 1 Sumenep yang ada di Jl. Payudan Timur No.1, Desa Pabian, Kecamatan Kota.

Berdasarkan selembaran kertas yang diterima petisi.co dan sejumlah media. Tertera yang dikeluarkan melalui Koperasi Pegawai Republik Indonesia Harapan Mekar “KPRI Harapan Mekar” dengan rincian keuangan untuk seragam dan atribut sekolah yang terdiri dari sembilan item katagori diantaranya. Dengan total Rp.1.497.500 untuk Putra dan Rp.1.572.500 khusus Putri.

Dengan yang menyetujui, Kepala SMAN 1 Sumenep, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Sumenep, Ketua KPRI Harapan Mekar dan Ketua Komite.

“Biaya itu tanpa adanya rapat dan kesepakatan bersama dengan wali murid. Cuma diumumkan kepada siswa saja yang itu pun melalui WhatsApp,” terang salah satu narasumber wali murid dengan menunjukkan bukti selembaran dari rincian keuangan dan kwitansi pembayaran.

Narasumber ini juga mengaku, dalam pembayarannya itu seakan ada paksaan karena harus sesuai dengan yang sudah ditentukan. Dan ketika telat dalam pembayaran terdapat sanksi yang diberikan yang diterima oleh peserta didik baru tersebut.

“Sanksinya dianggap mengundurkan diri. Anehnya ketika sudah melakukan pembayaran, siswa tidak langsung menerima seragam dan atribut sekolah sesuai dari rincian sejumlah item yang disebutkan itu. Tapi harus menunggu sekitar dua mingguan dari pembayaran,” jelasnya.

Narasumber juga mengaku, seragam dengan kain sama yang dijual oleh SMAN 1 Sumenep harganya cukup tinggi dibandingkan di tempat lain.

“Sehingga bisa dikatakan dijadikan kesempatan untuk lahan bisnis mencari untung besar. Apalagi setelah pembayaran barang tidak langsung diberikan harus nunggu lama, sekitar setengah bulan,” ungkapnya, seraya menyatakan terkait harga seragam sudah melakukan perbandingan dengan kain yang sama.

Sementara Kepala SMAN 1 Sumenep, Sukarman saat dikonfirmasi petisi.co bersama sejumlah awak media terkait hal tersebut, berdalih bukan kewajiban.

“Itu sebenarnya sifatnya istilahnya bukan merupakan kewajiban, jadi orang tua (Wali murid_red) itu bolehlah mau membeli di luar monggo boleh,” ucapnya, Kamis (13/8/2020).

“Yang gratis juga ada yang meminta keringanan kemampuannya berapa ya sudah silahkan. Jadi itu melalui wadah koperasi di SMAN 1 Sumenep, kebetulan koperasinya sudah berbadan hukum,” tambahnya.

Jadi sifatnya Sukarman menyebut, istilahnya penekanan itu, semuanya tidak ada.

“Jadi prinsip saya begini, setiap pimpinan punya kebijakan tersendiri, punya style yang berbeda, punya kebijakan yang berbeda, kan begitu,” kilahnya.

Ketika disinggung terkait adanya konsekuensi bagi yang tidak membayar dengan dianggap mengundurkan diri, Kepala SMAN 1 Sumenep menampik bahwa itu tidak ada.

“Nggak. Nggak ada istilah itu,” kata Sukarman.

Saat ditanya terkait adanya regulasi tentang pelarangan pemungutan biaya PPDB bagi sekolah sesuai yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, Kepala SMAN 1 Sumenep berpendapat, bahwa juga ada Permendikbud yang lain. Tapi tidak menjelaskan Permendikbud yang lain yang dimaksud tersebut.

“Saya rasa terkait Permendikbud yang disampaikan itu, kan juga ada Permendikbud yang lain. Jadi biaya pendidikan itu kan tidak hanya semata-mata itu semuanya dari pemerintah. Kan juga dari partisipasi masyarakat. Jadi pada intinya saya dalam hal PPDB disini tidak ada istilah-istilah penekanan,” katanya.

Sementara disinggung apa biaya PPDB yang ditentukan oleh SMAN 1 Sumenep sudah melalui kesepakatan wali murid/orang tua siswa, pihaknya mengaku bahwa tidak melalui adanya kesepakatan.

“Tidak (Dengan melalui kesepakatan_red). Edaran saja,” terang Sukarman, Kepala SMAN 1 Sumenep.

Untuk jumlah siswa baru atau peserta didik baru tahun 2020 di SMAN 1 Semenep yang diterima disebutkan ada sebanyak 359. petisi.co dan sejumlah media yang menyikapi hal tersebut juga, akan terus melakukan investigasi meminta keterangan kepada sejumlah pihak terkait. (ily)

No More Posts Available.

No more pages to load.