Mahasiswa Sawit Usulkan Sawit di Bawah Kementrian Koperasi UKM

oleh -49 Dilihat
oleh
Ketum Forum mahasiswa sawit orasi saat demo petani sawit di Jakarta
Imbas Tidak Ada Perhatian Serius Kementrian Terkait Atas Anjloknya Harga TBS

JAKARTA, PETISI.COSudah dua bulan berlalu, keterpurukan harga TBS semakin tak berujung. Problem ini bermula akibat kelangkaan minyak goreng di Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia.

Diketahui sebelum pemerintah melarang ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng pada bulan April lalu harga TBS petani berada pada harga Rp 3.000 – Rp 4.500/kg.

Namun sekarang petani harus rela TBS nya di hargai Rp800-900/kg jika dijual ke langsung ke PKS. Harga tersebut akan semakin anjlok jika petani menjualnya ke pedagang pengumpul, bisa hanya Rp.300-500/kg TBS.

Kondisi ini membuat Ketua Umum DPP Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia, Amir Aripin Harap, Sabtu (16/07/2022) meradang akibat harga TBS orang tuanya yang semakin anjlok. Organisasi mahasiswa anak-anak petani sawit Indonesia menilai Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan, tidak serius dan tidak fokus dalam mencari solusi, sementara petani sudah menjerit dan berteriak.

“Bahkan anak-anak petani sawit terancam putus sekolah dan para mahasiswa sudah banyak yang mengambil cuti kuliah, karena anjloknya perekonomian orang tua kami. Problem minyak goreng sawit (MGS) sudah jauh lebih baik saat ini, namun justru TBS orang tua kami yang jadi tumbal,” ujar Amir yang saat ini sedang melanjutkan studi Magister Ilmu Hukum di Pascasarjana Universitas Islam Riau.

Lanjut Amir semula kami mengira pasca larangan ekspor dicabut maka semua akan kembali normal tapi kok malah makin gak karuan saat ini Saya dan kawan-kawan anak petani sawit saat ini “ngeri-ngeri ngilu”, bagaimana tidak, kami gak tau apakah kuliah kami, sekolah adik-adik kami akan bisa berlanjut?.

Kawan-kawan sesama anak petani sawit sudah ngutang ke sana ke mari menunggu kiriman orang tua sampai, orang tua kami di kampung sudah kewalahan, mengeluh dan selalu bertanya kepada kami anak-anaknya tentang mengapa sampai terjadi hal seperti ini.

Saya melihat Menteri Pertanian (Mentan) yang menaungi tanaman kelapa sawit, sepertinya menutup mata dan telinga atas kondisi yang sudah dua bulan lebih berlangsung. Lihat saja Mentan “apakah pernah muncul dimedia menjelaskan kondisi dan resolusi apa yang sudah dilakukan oleh Kementerian Pertanian?”. Meskipun kami sebagai mahasiswa yang hanya kos-kos an “tapi TV kami belum pernah menampilkan Mentan memberi arahan kepada Petani sawit”.

Setiap ada berita di TV, kami berharap Mentan tampil untuk memberikan pencerahan dan penyemangat tentang kondisi saat ini.

“Kami tidak cemburu akan full perhatiannya Mentan ke cabe rawit, penyakit PMK Sapi, atau porang,” ujarnya.

Tapi yang benar sajalah, masak sudah dua bulan lebih petani sawit berteriak-teriak, Mentan sepertinya cuek, ujar Amir dengan kesal.

Sawit seperti “anak yatim-piatu”, gak ada Bapak dan Mak nya, mengakibatkan petani sawit terlontang-lanting tanpa arah.

“Kami sebagai anak petani sangat prihatin mendengar cerita dari orang tua kami dari Kampung,” imbuhnya.

Kadang Saya sebagai mahasiswa berpikir bahwa tanaman sawit ini dipindahkan saja dibawah Kementerian Koperasi dan UKM atau mungkin Kementerian Perindustrian, mungkin akan lebih banyak perhatian yang diterima petani sawit.

Kami gak bisa diam dan pasrah, kami sudah menggalang komunikasi ke kampus-kampus dimana anak-anak petani sedang belajar, hitungan kami yang sudah terdaftar ada 142 kampus. “Kami akan bergerak, kami akan ke Jakarta menuntut hak orang tua kami petani sawit,” ujar Amir dengan tegas.

Kami mahasiswa tidak mau di “adu” dengan Korporasi yang seakan-akan selama ini digambarkan bahwa anjloknya harga TBS karena korporasi sedang ambil kesempatan. “Semua babak belur saat ini gak petani, gak korporasi, maupun negara”, semua sama-sama rugi. Lantas siapa yang diuntungkan saat ini?,” ujar Amir bertanya.

Untuk mencari jawabannya kami akan ke Jakarta dalam waktu dekat Pokoknya kami anak-anak petani gak mau putus sekolah, putus kuliah, kami punya cita-cita, kami harus segera turun ke Jakarta. (gus)

No More Posts Available.

No more pages to load.