Salah Satu Penyebab Harga TBS Petani Anjlok Adalah Penetapan Referensi Harga Pemerintah Keliru

oleh -74 Dilihat
oleh
Demo Petani Sawit Apkasindo di Jakarta menuntut revisi Permentan nomor 01 tahun 2018

JAKARTA, PETISI.COAsosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyatakan salah satu penyebab rendahnya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit adalah penetapan referensi harga pemerintah yang keliru. Asosiasi menyarankan agar acuan harga referensi TBS diubah menjadi menggunakan harga referensi minyak sawit mentah (CPO) Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung mengatakan saat ini penetapan harga referensi oleh Dinas Perkebunan di 22 Provinsi penghasil kelapa sawit adalah hasil lelang PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN).

Adapun, KPBN adalah anak usaha PT Perkebunan Nusantara (PTPN) atau Holding Perkebunan. KPBN ini perusahaan yang melelang khusus produksi CPO dari PTPN yang jumlahnya hanya 2 juta ton CPO per tahun.

“Berbanding dengan 51 juta ton (produksi nasional CPO), enggak kuat lawan yang besar. Ini kenapa faktor harga TBS masih rendah, karena kita menggunakan harga referensi KPBN,” kata Gulat  Rabu (13/7/2022).

Harga TBS Sawit Makin Anjlok Gulat mengatakan referensi harga yang dibuat oleh Kemendag lebih menggambarkan kondisi pasar sawit dunia. Perhitungan harga referensi CPO Kemendag merupakan hasil dari gabungan harga CPO di Rotterdam, Malaysia, dan KPBN. Oleh karena itu, Gulat mengajukan revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.

Lanjut Gulat Revisi yang diajukan adalah pengubahan acuan harga referensi dari hasil lelang TBS oleh KPBN menjadi harga referensi CPO oleh Kemendag. Gulat menilai revisi ini penting lantaran 70% dari total pabrik kelapa sawit (PKS) menyerap TBS dari petani. Sementara itu, 30% PKS telah terintegrasi dari kebun kelapa sawit hingga proses produksi.

“PKS-PKS yang hanya mengolah (TBS akan) menekan ke bawah, menekan harga TBS (yang dinikmati) petani,” kata Gulat.

Gulat mendata rata-rata harga TBS sawit dari kebun petani swadaya adalah Rp 873 per kilogram (Kg), sedangkan rata-rata harga TBS dari kebun petani bermitra Rp 1.255 per Kg. Kedua angka tersebut lebih rendah dari rata-rata harga referensi Dinas Perkebunan di 22 provinsi senilai Rp 2.392 per Kg.

“Rata-rata harga TBS terendah ada di provinsi Gorontalo, yakni Rp 500 dari kebun petani swadaya dan Rp 800 dari kebun petani bermitra. Adapun, harga referensi Dinas Perkebunan Gorontalo ditetapkan senilai Rp 2.000 per Kg. Selain itu, Harga Pokok Produksi (HPP) petani sawit telah naik menjadi Rp 2.250 per 6 Juni 2022.

Lebih lanjut Gulat meyampaikan Artinya, saat ini petani sawit menjual TBS sawit dengan kerugian Rp 995 – Rp 1.377 per Kg kepada PKS. Selain harga referensi, Gulat menilai pajak yang dikenakan pada industri CPO menjadi penyebab rendahnya harga TBS sawit petani.

Gulat menghitung total pajak dari program Flush-out (FO), bea keluar (BK), dan pungutan ekspor (PE) mencapai US$ 688 per ton. Dengan demikian, harga CPO setelah pengurangan pajak ekspor adalah US$ 927 per ton atau Rp 13.720 per Kg. Jika sesuai dengan harga referensi CPO Kemendag, harga acuan TBS seharusnya Rp 2.744 per Kg.

“Harga TBS dapat kembali ditingkatkan menjadi Rp 3.484 per Kg. Harga tersebut bisa tercapai jika pemerintah menghentikan program FO dan nilai PE diturunkan menjadi maksimal US$ 150 per ton,” ujar Gulat menutup keterangan. (gus)

No More Posts Available.

No more pages to load.