‘Passompe’ Persatukan Perantau Sulsel di Jawa Timur

oleh -159 Dilihat
oleh
Seni pertunjukan passompe digelar di Taman Budaya Jawa Timur (Gedung Cak Durasim) Surabaya.

SURABAYA, PETISI.COPassompe adalah istilah yang digunakan untuk menyebut para perantau dari Sulawesi Selatan yang berlayar ke berbagai daerah di Asia Tenggara, dan bahkan Afrika sejak abad pertama Masehi.

Mereka adalah pewaris budaya maritim yang kaya dan kuat, yang dibuktikan oleh keberhasilan ekspedisi Phinisi Nusantara pada tahun 1986.

Phinisi Nusantara merupakan kapal  layar tradisional Bugis-Makassar yang dibangun dengan sistem konstruksi dan pemilihan bahan yang khusus, yang mampu menempuh jarak sekitar 11.000 mil melintasi Samudra Pasifik.

Para passompe atau perantau membawa serta nilai-nilai moral dan kearifan lokal mereka dalam berdagang, bermasyarakat, dan beragama di tempat-tempat yang mereka singgahi.

Mereka juga memberikan pengaruh positif bagi perkembangan peradaban Nusantara di Afrika.

Malam itu, langit begitu cerah, 11 Juni 2023, Nusantara telah memasuki kemarau. Sebuah seni pertunjukan passompe digelar dengan sangat meriah di Taman Budaya Jawa Timur (Gedung Cak Durasim) Surabaya.

Para pengunjung terlihat antusias dan sumringah, seakan hendak menegak secangkir oase dari dahaga yang dalam.

Turut Hadir para tokoh dan pemangku kebijakan, antara lain, Dewan Pembina KKSS Prov Jawa Timur, Prof. DR. Muis Tabrani sekaligus Guru Besar UIN Jember, Kepala BPSDM Prov Jatim  yang juga menjabat Pj. Walikota Batu, Aries Agung Paewai, S.STP., M.M, Perwakilan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Jawa Timur, Pulung Chausar,  S.STP., M.Si, Perwakilan Walikota Surabaya, Perwakilan Kapolrestabes Surabaya, Wakil Walikota Pasuruan Adi Wibowo, S.T.P., M.Si, Ketua KADIN Kota Surabaya H. Muhammad  Ali Affandi La Nyalla Mattalitti, Forum Pembaharuan Kebangsaan Kota Surabaya (Semua suku di Surabaya), Ketua BPW. KKSS Jatim H. Ir. Muslim Hamzah, Ketua BPD KKSS  Kota Surabaya Muhammad Yusuf, ST, Ketua IKAMI Sulsel Cabang Surabaya Andi Muhammad Amhar Asri, serta Ketua Panitia Pagelaran Pa’sompe Tarisaskia, mereka duduk, berjajar rapi di antara pengunjung dengan hati berdetak menunggu apa yang hendak dihidangkan dalam jamuan itu.

Tepat pada pukul 19.00 WIB, hidangan pun digelar, yaitu sebuah pertunjukan seni budaya bertajuk ‘Passompe’ dengan opening tari tradisional yang diiringi derasnya hentakan kendang dan alunan seruling yang menyayat mendayu.

Notasi-demi notasi musikal yang ditata maestro musik, Jamal Gentayangan itu terus mengalir seakan tak akan habis disantap oleh para ‘passompe‘ yang hadir.

Seni pertunjukan passompe digelar dengan sangat meriah

Usai dibuka dengan tarian tradisional, para passompe yang duduk berjajar tertegun hikmad itu kembali dimanjakan dengan hidangan selanjutnya, yaitu fashion show (Peragaan Busana Daerah), yang kemudian ditutup dengan pementasan teater ‘Passompe’.

Usai pertunjukan, Sutradara ‘Passompe’ Nurdin Longgari kepada wartawan menuturkan, bahwa pagelaran Passompe merupakan sarana silaturahmi teman-teman Sulawesi Selatan yang ada di Surabaya, yang dihelat oleh Ikatan Keluarga Mahasiswa Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan.

“Kebetulan ini dihelat oleh adik-adik IKAMI untuk menuntaskan Program Kerja dari kepengurusan yang lama, ya kita dukung,” ujarnya.

Tema “Passompe” dipilih tidak lain untuk mempersatukan, sebab menurutnya, semua yang hadir malam ini, baik pelaku di atas panggung dan penonton adalah perantau.

“Kan tidak mungkin bisa bertemu di sini kalau tidak merantau lebih dulu,” tuturnya.

Menurut Nurdin, Passompe sendiri merupakan bahasa bugis dan mempunyai keterkaitan sejarah panjang di Surabaya kususnya dalam ikut mengembangkan ekonomi.

“Banyak yang sukses, menjadi pejabat dan saudagar,” imbuhnya.

Selain itu, silaturahmi ini dikemas dalam bentuk seni budaya tiada lain untuk mempersatukan, karena, Nurdin mengatakan, tidak ada perekat yang paling ampuh untuk menyatukan selain Seni Budaya.

“Bayangkan! Mandar sudah memisahkan diri menjadi Sulawesi Barat, meskipun itu hanya secara administrasi, secara kesukuan mereka tidak mau memisahkan diri dari Sulsel. Jadi saya berharap, meskipun di tanah rantau, adik-adik IKAMI ini bisa tetap bersatu dan memegang teguh adat yang dibawa dari kampung, misalnya tutur kata dan kejujuran, itu harus tetap dijaga di tanah rantau ini,” papar Nurdin.(cah)

No More Posts Available.

No more pages to load.