Pelabuhan Kalimas, antara Harapan dan Kenyataan

oleh -284 Dilihat
oleh
Banjir ROB menggenangi Dermaga Kalimas.

SURABAYA, PETISI.CO – Para penyewa gudang di area Pelabuhan Kalimas, Surabaya dan pemilik kapal yang sandar di dermaga mendadak panik. Para pekerja bongkar muat dan penyewa sibuk menyelamatkan barang dari kantor dan gudang Pelindo III. Pasalnya, Sabtu (29/5/2021) siang, banjir rob atau banjir pasang surut air laut  menggenangi dermaga. Ketinggiannya mencapai 40 sentimeter meluber sampai ke luar area pelabuhan hingga memacetkan jalan Kalimas Baru sepanjang kurang lebih 3 kilometer.

Kapal nyaris terangkat lunasnya ke atas dermaga dan apabila ini terjadi akan fatal akibatnya. Dengan kejadian itu kapal Pelayaran Nasional (Pelnas) dan Pelayaran Rakyat (Pelra) yang sedang tambat mengalami kerugian ratusan juta rupiah karena berhenti beraktivitas selama tiga hari.

“Kejadian ini berbahaya, bisa merusak kapal, juga dermaga dan merugikan sekali. Pelindo segera membenahi,” kata Rustam salah satu nakhoda yang ditemui petisi.co di Dermaga Kalimas, Sabtu (29/5/2021).

Informasi resmi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Tanjung Perak, Surabaya banjir rob yang terjadi saat itu disebabkan oleh pasang air laut yang lebih tinggi dari ketinggian daratan. Pasang air laut bertepatan dengan fenomema gerhanan bulan total yang berdampak munculnya genangan air setinggi 10-30 sentimeter di daratan.

Generel Menejer (GM) Pelabuhan Kalimas, Dhany Rachmad Agustian mengatakan, ini pertama kali dalam sejarah Dermaga Kalimas tergenang air laut hingga menghentikan aktivitas bongkar muat.

Sementara salah satu penyewa gudang, Salehwangen yang sudah puluhan tahun memanfaatkan fasilitas di Pelabuhan Kalimas mengatakan, air laut masuk ke dalam kantor merangkap gudang penyimpanan.

“Selama menyewa lebih dari tiga puluh tahun belum pernah banjir seperti ini,” ungkap lelaki berdarah Bone yang menekuni usaha keluarga di bidang jasa angkutan logistik itu.

Persis di depan kantor yang disewanya sedang dibangun pintu air dan rumah pompa Petekan sejak setahun lalu. Aktivitas bongkar muat ke kapal yang sandar di depan kantornya tidak bisa lagi dilakukan, tertutup gedung. Para penyewa kantor dan gudang tidak tahu menahu dengan proyek tersebut.

“Banyak kejanggalan, seharusnya ada sosialisasi, di lokasi juga tidak ada papan pengumuman proyek, demikian pula badan sungai yang merupakan alur pelayaran didirikan bangunan permanen,” ujar Salehwangen.

Hal senada dikatakan  Ketua Koperasi Pelayaran Rakyat (Kopelra) Surabaya, Taufik. “Biasanya ketika terjadi rob air laut mengalir ke hulu sungai atau ke arah selatan, ketinggiannya tidak sampai mencapai bibir sungai,” jelasnya yang mengaku rugi suplai BBM ke kapal terhenti.

Air laut yang meluap kali ini, hingga menggenangi dermaga, diduga karena air terhalang proyek yang sedang dikerjakan itu. Para penyewa gedung umumnya bergerak di bidang jasa ekspedisi serta jasa bongkar muat juga bertanya-tanya, alur pelayaran dibendung dan di tepi dermaga dibangun gedung untuk rumah pompa. “Kami sangat terganggu, tidak bisa lagi tambat kapal di depan gudang,” protes Ruslan Jabir, salah satu penyewa.

Pembangunan pintu air dan rumah pompa Petekan diduga salah satu penyebab luberan air ROB ke dermaga.

Sementara itu Ketua Daeran Pimpinan Cabang (DPC) Pelayaran Rakyat (Pelra) Surabaya, M. Yusuf menyesalkan sikap Pemkot Surabaya yang tidak mengkomunikasikan proyek tersebut. “Pemilik dan ABK Kapal merasa dirugikan dengan kejadian banjir, selama tiga hari aktivitas kami berhenti dan Pemkot Surabaya harus menghentikan proyek di badan sungai yang membentang dari timur ke barat selebar tiga puluh meter itu,” ungkapnya dengan nada tinggi.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Surabaya, Erna Purnawati kepada watawan mengatakan, Pemkot Surabaya memang sedang membangun pintu air dan rumah pompa di sekitar Pelabuhan Kalimas. Rencananya akan dipasang empat pompa sekaligus  yang memiliki kapasitas 5 meter kubik  dua unit dan pompa kapasitas 3 meter kubik dua unit. Pompa air tersebut untuk mengatasi banjir di wilayah utara Surabaya. Pengerjaan itu menelan anggaran Rp 4,4 miliar.

Menanggapi proyek tersebut, menurut Dhany Rachmad,  Pemkot Surabaya minta Pelindo menyiapkan lahan seluas 2,5 hektar. “Setelah itu tidak ada lagi komunikasi lebih lanjut. Tahunya lahan tersebut sudah dimanfaatkan untuk pintu air dan rumah pompa,” jelasnya. Sebagai pengelola Pelabuhan Kalimas Dhany Achmad mengkhawatirkan akan terjadi pendangkalan di alur pelayaran dampak dari dipasangnya pompa tersebut.

Adapun soal pengerukan alur yang berbentuk palung di tengah sungai selebar 35 meter itu sampai saat ini masih menjadi polemik. Menurutnya, Undang Undang Pelayaran No 17 tahun 2008 kewenangan pengerukan alur pelayaran ada di Otoritas Pelabuhan (OP). Akan tetapi Pelindo tetap melakukan normalisasi alur Kalimas. PT Alur Pelabuhan Barat Surabaya (APBS), anak perusahaan Pelindo III pada Tahun 2019 melakukan pengerukan di sepanjang alur pelayaran Kalimas.

Proyek pintu air dan pompa air di alur pelabuhan Kalimas itu juga mendapat sorotan wakil rakyat Surabaya. Menurut Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH. Thony, penempatan pintu air dan rumah pompa lokasinya  tidak tepat dan mengganggu aktivitas pelayaran.

“Seharusnya dibangun di sebelah selatan jembatan Petekan, tidak di badan sungai yang digunakan untuk alur pelayaran,”  ujarnya serta menambahkan  Feasibility Study dan Amdal proyek tersebut perlu dipertanyakan.

“Keberadaan  pompa itu dipastikan mengganggu rencana revitalisasi Pelabuhan Kalimas yang dicanangkan sejak tahun 2014 dan akan memperparah pendangkalan di alur pelayaran serta mengganggu olah gerak kapal di sepanjang dermaga,” jelasnya saat melakukan sidak di Pelabuhan Kalimas. Menyinggung merger Pelindo oleh Kementrian BUMN, kasus Pelabuhan Kalimas hendaknya dijadikan pelajaran dan ini adalah miniatur dari permasalahan yang dihadapi umumnya pelabuhan pelabuhan Pelindo di daerah. “Diperlukan kerjasama yang baik antara pemda setempat dan Pelindo dalam rangka menghapuskan ego sektoral di antara keduanya,” ujar AH Thony.

Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH. Thony (bertopi) saat sidak di rumah pompa Kalimas

Sengkarut

Pada tahun 2014 Pelindo mencanagkan revitalisasi Pelabuhan Kalimas yang sudah kehilangan pamornya itu. Kesan kumuh saat ini tersirat di kawasan tersebut. Tidak banyak kapal rakyat terbuat dari kayu yang melakukan bongkar muat barang di pelabuhan cagar budaya itu selama 10 tahun terakhir.

“Kami berusaha tetap eksis meskipun terhimpit pertumbuhan kapal Pelnas yang siknifikan dan pendangkan alur,” ujar Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Pelra Surabaya, M. Yusuf.

Menurutnya, armada kapal kayu Kalimas merupakan tulang punggung perdagangan dari Surabaya ke pulau-pulau kecil di wilayah Jawa Timur, termasuk luar Jawa (Kalimantan- Lombok- Bima-Maluku-Sulawesi-Papua-Makassar) dan melayani beberapa daerah terpencil, terdepan, terluar dan perbatasan.

Kesibukan di Pelabuhan Kalimas kini sudah berganti. Sederetan truk trailer  tampak berbaris parkir di sisi barat dermaga, tetapi tidak mengangkut atau menurunkan muatan ke kapal. Ada pekerja diantaranya sedang membongkar mesin dan roda truk trailer.

Truk-truk trailer  tampak berbaris parkir di sisi barat Dermaga Kalimas.

Menurut M. Yusuf, Pelabuhan Kalimas sudah berubah fungsi merangkap dermaga parkir kendaraan berat dan bengkel insidentil. “Aturannya kan sudah jelas, fungsi dermaga hanya untuk aktivitas bongkar muat barang,” tegasnya.

Hasil pengamatan di lapangan, sejumlah kendaraan berat juga memadati lahan kosong bekas  bangunan gudang lama yang merupakan bagian dari rencana revitalisasi. Di ujung sebelah utara dermaga dipadati kapal Pelnas berbagai ukuran yang seharusnya tidak melakukan aktivitas di tempat itu.

“Pelra pernah protes soal kapal Penas dan banyak hal yang harus dibenahi, termasuk menejemen pengelolaan pelabuhan agar tidak silang sengkarut,” ujar M. Yusuf.

Bobot kapal Pelnas yang ada di Kalimas bisa mencapai 1000 DWT, kehadirannya memadati alur di pintu masuk dan menggangu lalu lintas kapal Pelra yang keluar masuk dermaga.

Menurut Ahong, salah satu pemilik kapal Pelnas, kapalnya lebih leluasa sandar di Kalimas untuk menghindari padat antrean di Dermaga Mirah, lokasi yang disediakan Pelindo. Kapal Pelnas, tambahnya memanfaatkan Pelabuhan Kalimas yang idle capacity  untuk mengurangi biaya tambat labuh serta menghindari prosedur yang ribet.

Sementara, pihak Pelindo yang dikonfirmasi tidak pernah mengeluarkan ijin kapal tersebut bongkar muat di tempat itu. “Kalimas hanya untuk aktivitas kapal Pelra,” tegas  Dhany Achmad.

Agak ke tengah lokasi dermaga sekitar Pos 5 dan Pos 3 tempat sandar kapal Pelra tampak lengang, hanya dua sampai tiga kapal yang beraktivitas.  Di sebelahnya tampak berlabuh Kapal Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA). Menurut M. Yusuf, dulu sedikitnya 100 kapal beragam tonase beraktivitas setiap harinya, datang dari berbagai daerah sarat muatan rempah dan hasil bumi, termasuk kayu olahan. Saat ini pendangkalan menjadi momok, kedalaman hanya 2-3 meter waktu pasang. Kapal harus menunggu air pasang untuk berolah gerak.

“Sangat memprihatinkan, dalam satu bulan tercatat hanya sekitar 5-10 kapal yang tambat,” jelasnya.

Menurut Madjid Massiara, pengusaha kapal, dulu armada Pelra yang berangkat ke berbagai tujuan diantaranya Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku dipenuhi dengan kebutuhan pangan sembilan bahan pokok selain pupuk, kelontong dan bahan bangunan.  “Bahkan kepadatannya hingga di bawah jembatan Petekan,” jelas Madjid.

Ditambahkan olehnya, ada pula kapal-kapal berukuran kecil membawa muatan ikan, garam, pindang kendil dan buah-buahan dari Pulau Madura dan Pulau Bawean langsung dijual di Pasar Petekan yang lokasinya di pinggir dermaga.

Hengkang

Kehadiran kapal Pelnas dan pendangkalan alur menjadi salah satu penyebab kapal rakyat enggan lagi memanfaatkan dermaga Kalimas. “Lebih dari seratus kapal hengkang ke Pelabuhan Gresik, sebagian lagi ke Tanjung Tembaga, Probolinggo,” ungkap Jumir Anggor pemilik 4 kapal dan sekarang pindah ke Pelabuhan Gresik.

Menurutnya, marwah Pelabuhan Kalimas sebagai Pelabuhan Rakyat legendaris suram sinarnya. Jika kedalaman alur sungai tidak dinormalisasi, muara sungai tidak dibebaskan dari kapal Pelnas serta kawasan tidak ditata, revitalisasi dikuatirkan hanya menjadi wacana.

“Saya sanggup membawa kembali seratus kapal ke Kalimas, asalkan alur dikeruk dan kapal Pelnas ditertibkan,” tantangnya di acara dialog Pelra dan GM Kalimas beberapa waktu lalu.

Revitalisasi Pelabuhan Kalimas, Menurut Dhany Rachmad tetap akan dilanjutkan walaupun ada penyesuaian dengan proyek Pemkot Surabaya. “Mudah mudahan kami bisa membendung lumpur dari Sungai Kalimas, rencana revitalisasi diselaraskan dengan Rencana Induk Pelabuhan menjadikan kalimas zona pergudangan, tahun 2022-2023. Proyek multi years akan difokuskan untuk perkuatan dermaga terlebih dahulu sebelum dilakukan pengerukan,” imbuhnya.

GM Kalimas Dhany Rachmad Agustian

Dijelaskan Dhany Achmad, Terminal Kalimas akan dibagi menjadi tiga zona dengan kedalaman yang berbeda. Zona 3 akan digunakan untuk kegiatan Pelayaran Rakyat (Pelra) sedangkan zona 1 dan 2 yang lebih dangkal akan dimanfaatkan sebagai zona wisata.

Program berikutnya akan dilengkapi  Apron sepanjang 1.200 meter dari utara ke selatan. Dermaga juga akan dilengkapi perangkat elektrik untuk kapal yang sandar, sehingga tidak lagi menghidupkan genset kapal agar mengurangi biaya operasional.

Pengamat sejarah budaya dan arsitek kota, Heroe Budiarto, mengingatkan bahwa Pelabuhan Kalimas tidak bisa dipisahkan dari ingatan bahwa Pelabuhan Kalimas itu ‘tua’. Pelabuhan itu diperkirakan ada sejak abad 14. Menyimpan sejarah panjang. Dari zaman Kerajaan Majapahit, penjajahan Hindia Belanda, hingga Indonesia merdeka.

Pelabuhan Kalimas juga disebut Pelabuhan Rakyat.  Dimana aktivitas pelabuhan itu dikenal dengan tempat bersandarnya kapal-kapal besar bertransaksi rempah. Selain aktivitas singgah kapal dan menjadi pelabuhan transit yang menghubungkan antara Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Di situlah dikatakan Pelabuhan Kalimas merupakan jantung perdagangan kota Surabaya.

Dari pijakan sejarah di atas, lanjut Heroe Budiarto, tidak setuju jika bangunan tua akan dihapus begitu saja. Jejak-jejak kebesaran dan kebanggaan Surabaya di mata dunia, kita luluhlantakan rata dengan tanah.

“Banyak situs-situs (petilasan/tetenger) di sekitar Kalimas menjadi saksi sejarah. Gedung-gedung, pergudangan, jembatan, menara dan bangunan tak terurus, seiring dengan situasi ekonomi, politik yang tidak berpihak kepada nasionalisme,” urainya.

Pelabuhan Kalimas adalah bagian dari Surabaya Kota Maritim. Mewujudkannya menjadi Heritage Port, Fishing Port, sarana rekreasi air selain sentra pendidikan kemaritiman adalah sebuah keniscayaan.(oki lukito)

No More Posts Available.

No more pages to load.