Pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1442 H Berbasis Pemetaan Zonasi PPKM Mikro

oleh -52 Dilihat
oleh
Gubernur Khofifah berbincang dengan Plh Sekdaprov Heru Tjahjono usai rakor persiapan Sholat Idul Fitri 1442 Hijriyah di Grahadi.

SURABAYA, PETISI.CO – Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriyah dan sesuai Surat Edaran (SE) Kementerian Agama Nomor 07 Tahun 2021 Tanggal 6 Mei 2021, Gubernur Jawa Timur (Jatim). Khofifah Indar Parawansa bergerak cepat dengan menggelar Rapat Koordinasi Persiapan Sholat Idul Fitri 1442 Hijriyah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Minggu (9/5/2021) malam.

Rakor yang dipimpin Gubernur Khofifah tersebut, juga diikuti secara luring Plh Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono, Kasdam V Brawijaya Brigjen TNI Agus Setiawan, Wakapolda Jatim Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo, Kepala Kanwil Kemenag Jatim Ahmad Zayadi, Ketua PW Muhammadiyah Jatim M Saad Ibrahim, Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, Ketua LDII Jatim M Amrozi Konawi dan Sekretaris MUI Jatim Hasan Ubaidillah.

Rakor yang juga diikuti secara daring seluruh Walikota/Bupati, jajaran Dandim, serta Kapolres se Jatim itu menetapkan keputusan bahwa pelaksanaan Sholat Ied 1442 Hijriyah dengan melihat Zona Covid-19 di setiap daerah.

Gubenur Khofifah pun memutuskan, bahwa penyelenggaraannya akan menggunakan pemetaan zonasi berbasis Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, dan bukan zonasi Kabupaten/Kota.

Keputusan tersebut akan ditunjang dengan diterbitkannya Surat Edaran Gubernur Jatim pada Senin (10/5/2021). “Kalau menggunakan skala mikro, Kepala Desa, Lurah, dengan melibatkan Babinsa dan Babinkamtibmas lebih mudah melakukan pemetaan,” kata Khofiah.

Dijelaskan, dipilihnya format Sholat Idul Fitri berbasis PPKM Mikro dikarenakan lebih fokus merujuk untuk bisa memonitor pendisiplinan kepada sub basis di tingkat RW dan desa. Sehingga, langkah tersebut dapat mengatur para warga agar bisa mengatur ibadah dengan baik.

Dalam koordinasi tersebut, Khofifah menambahkan, khutbah yang dilakukan hanya 7 hingga 10 menit serta surah yang dibacakan berjalan pendek. Untuk kegiatan takbiran, hanya dilakukan di masjid dengan jumlah 10 % jamaah dari total kapasitas. Sementara takbir di jalan raya tidak akan diperkenankan.

“Artinya bahwa rasa untuk bisa melaksanakan Sholat Id bisa terpenuhi. Namun, protokol kesehatan bisa terjaga. Dan kalau ada panitia yang dibentuk, senantiasa bisa mengingatkan untuk tidak bersalaman,” ujarnya.

Pihaknya mengimbau, agar mulai dari lini terbawah untuk menyiapkan masker. Termasuk menyediakan fasilitas cuci tangan bagi para jamaah sebelum memasuki masjid.

“Kita akan menggunakan zonasi mikro. Tetap agar tidak terjadi kerumunan dan interaksi di lini bawah,” tegasnya.

Selain itu, dalam pelaksanaan Sholat Idul Fitri, protokol kesehatan diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik. Termasuk diimbangi dengan dibentuknya kepanitiaan tingkat mikro. Kalau ada panitia senantiasa bisa mengingatkan untuk tidak bersalaman.

“Kita harus melihat ini menjadi satu kesatuan, tapi sesudah dan sebelum Sholat Id juga harus dipikirkan karena ini berantai, mulai dari takbiran, Sholat Id, unjung-unjung (berkunjung) dan lain sebagainya,” ucapnya.

Pihaknya berharap kepala daerah dapat melakukan pemetaan zonasi PPKM Mikro di masing-masing daerah dengan memecah konsentrasi, sering dengan pengendalian Covid-19 di Jatim. “Jangan ada kesan sholat dibatasi,” tandasnya.

Adanya antisipasi ini, lanjut Khofifah, berkaca dari peningkatan jumlah kasus Covid-19 pasca Idul Fitri tahun sebelumnya. Dimana kesempatan itu terjadi peningkatan sebesar 150 % dari jumlah sebelumnya.

Saat libur Idul Fitri tahun lalu, kasus sebelumnya 200 perhari jadi 400 sampai 500 perhari. Ada juga kenaikan kasus pasca liburan Agustusan yang dari 400 kasus perhari jadi 650 perhari.

“Mohon ini dilihat dari satu kesatuan. Saya mohon unjung-unjung (berkunjung) antar tetangga tidak dilakukan, karena ini menjadi kesatuan proses penyebaran berdampak signifikan, justru karena mobilitas masyarakat,” harapnya.

Selain itu, Khofifah juga mengatakan, puncak kenaikan kasus di Jatim pada libur panjang nasional tahun lalu pun meningkat sebesar 66 %. Sementara untuk peningkatan kasus signifikan pada libur akhir 2020 yang lalu, dimana sebelumnya melandai dari 400 kasus perhari melonjak 800-1.000 perhari.

“Ada kenaikan 225 persen. Artinya mobilitas masyarakat tidak diikuti Prokes yg menjadi pemicu peningkatan kasus,” kata Khofifah.

Khusus untuk para Imam, Muadzin, dan Marbot harus sudah dilakukan vaksinasi. Selain itu, jamaah juga diimbau untuk berwudhu di rumah, membawa sajadah sendiri dan memastikan membawa kantong kresek untuk menaruh alas kaki.

“Alas kaki wajib dimasukkan kantong, dibawa masuk ke dalam masjid, untuk menghindari kerumunan. Nantinya alas kaki wajib ditaruh di samping shaf sholat,” tuturnya.

Lebih lanjut, Ketua Umum Muslimat NU ini juga menjelaskan, sebelum memasuki wilayah masjid, jamaah diwajibkan menggunakan masker. Disamping itu juga menyiapkan uang tunai atau cashless untuk Infaq.

“Sebelum memasuki masjid jamaah juga akan dilakukan pengecekan suhu tubuh, masuk bilik sterilisasi dan mencuci tangan. Nantinya setiap masjid juga akan diwajibkan untuk jaga jarak sesuai dengan tanda shaf jamaah,” paparnya.

Adapun pelaksanaan sholat dan khutbah Idul Fitri, hanya diberikan durasi selama 30 menit saja. Ketetapan itu dilakukan untuk mempersingkat waktu melalui bacaan surat pendek dan durasi khutbah maksimal 7-10 menit saja.

Khofifah pun mencontohkan rencana pelaksanaan yang dipersiapkan di Masjid Al Akbar Surabaya (MAS). Dimana rencana pelaksanaannya ditetapkan dengan format pendaftaran terlebih dahulu bagi para calon jamaah yang ingin mengikuti penyelenggaraan Sholat Idul Fitri. Utamanya bagi daerah yang masuk dalam Zona Orange.

“Hal ini kita lakukan, sehingga tidak ada yang tiba-tiba datang pagi, yang berkeinginan Sholat Id banyak, lalu akhirnya mereka berhimpitan. Setiap jamaah ditandai dengan Id Card. Bagi jamaah yang tidak memiliki Id Card tidak bisa Sholat Idul Fitri di Masjid,” katanya.

Mantan Menteri Sosial RI tersebut meminta kepada seluruh masyarakat untuk menindaklanjuti imbauan tersebut. Dirinya pun berharap kepada masjid-masjid di Jatim untuk mencontoh mekanisme yang sudah dilakukan di Masjid Al-Akbar Surabaya. Dimana skema pendaftarannya dilakukan secara online.

“Di Masjid Al Akbar, hanya dibatasi 6.000 jemaah, yakni 15 persen dari kapasitas masjid sebesar 40 ribu jemaah. Jemaah diberikan ID card untuk membedakan jemaah pria dan jemaah wanita. Sangat kita mohon. Ini semua kita lakukan untuk kewaspadaan berganda,” tegas Khofifah. (bm)

No More Posts Available.

No more pages to load.