Pembahasan RUU Sisdiknas Ditunda, Ini Tanggapan PGRI Jateng

oleh -201 Dilihat
oleh
Ketua PGRI Jawa Tengah, Muhdi (foto: Azifa)

SEMARANG, PETISI.CO – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Penundaan tersebut mendapatkan tanggapan positif dari PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Jawa Tengah lantaran masih banyaknya pasal yang dinilai perlu perbaikan, khususnya dalam hal tunjangan.

Ketua PGRI Jateng, Muhdi, menyampaikan bahwa pihaknya bersama rekan-rekan guru lainnya sedang memperjuangkan mempertahankan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Kabarnya, tunjangan tersebut akan dihapuskan dalam RUU Sisdiknas.

“PGRI belum sepakat dengan dihilangkannya batasan profesi dan tunjangan profesi ya, sehingga kita berjuang habis-habisan satu-satu,” katanya saat ditemui di kantornya baru-baru ini.

Muhdi menyambut baik adanya tunjangan bagi guru yang belum tersertifikasi. Namun, ia menyayangkan ketidakjelasan mengenai TPG bagi guru yang sudah tersertifikasi.

Menurutnya, lebih baik apabila pemerintah menetapkan regulasi terkait gaji tetap bagi tenaga guru honorer dibandingkan membahas perihal tunjangan. Mengingat, masih banyaknya guru honorer yang mendapatkan gaji di bawah upah minimum.

“Kalau saya jangankan mikir tunjangan, pastikan dulu guru honorer itu dapatnya berapa di Kota Semarang. Di provinsi upah minimum, kalau ini semua se-Indonesia beri insentif kan bisa tanpa UU sekalipun,” ujarnya.

Lebih lanjut, Muhdi mengatakan bahwa perihal tunjangan seharusnya bisa diatur oleh pemerintah daerah setempat. Saat ini, terdapat sejumlah daerah yang telah memberikan tunjangan kinerja bagi guru yang belum tersertifikasi.

“Sebenarnya tanpa UU Sisdiknas kalau mau juga nggak apa-apa. Jadi kalau saya melihatnya semua tinggal itikad baiknya, kemauan atau political will nya,” katanya.

Sebelumnya, Muhdi mencontohkan bahwa di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag), guru yang belum melakukan sertifikasi telah mendapatkan tunjangan kinerja. Besar tunjangannya yakni 50% dari tunjangan kerja di golongannya atau sekitar Rp 1.400.000 juta. Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi contoh yang baik untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) nantinya. (lim)