Penarikan Biaya PPDB SMAN 1 Sumenep Tanpa Melalui Kesepakatan Wali Murid

oleh -160 Dilihat
oleh
SMAN 1 Sumenep yang ada di Jl. Payudan Timur No.1, Desa Pabian, Kecamatan Kota.

SUMENEP, PETISI.CO – Polemik penarikan sejumlah uang berkisar jutaan rupiah untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sumenep tanpa melalui kesepakatan wali murid hanya melalui edaran.

Demikian itu berdasarkan pengakuan dari salah satu wali murid atau orang tua siswa, dimana tanpa adanya rapat dan kesepakatan bersama dengan wali murid. Cuma diumumkan kepada siswa saja yang itu pun melalui WhatsApp.

Pengakuan dari wali murid tersebut, Kepala Sekolah SMAN 1 Sumenep mengaku juga bahwa tidak melalui kesepakatan hanya bersifat edaran saja.

“Tidak (Melalui kesepakatan-red). Edaran saja,” terang Sukarman, Kepala SMAN 1 Sumenep ketika dikonfirmasi petisi.co waktu lalu, saat disinggung biaya PPDB yang ditentukan oleh SMAN 1 Sumenep apa sudah melalui kesepakatan wali murid/orang tua siswa.

Bahkan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 sesuai yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 terdapat adanya pelarangan pemungutan biaya bagi sekolah. Seperti Pasal 21 Ayat (2) yang berbunyi “Pelaksanaan PPDB pada Sekolah yang menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak boleh memungut biaya”.

Juga pada Pasal 21 Ayat (3) yang berbunyi ”Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut: Melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan pelaksanaan PPDB maupun perpindahan peserta didik dan melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB”.

Bahkan juga di Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Kemudian pada pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.

Yang dimaksud dengan Bantuan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Sumbangan Pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa/oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan. Kemudian Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutanya ditentukan.

Sehingga dengan yang disebutkan di atas, jelas biaya PPDB yang dilakukan oleh SMAN 1 Sumenep disinyalir merupakan pungutan karena terkesan bersifat kewajiban, mengikat serta jumlahnya dan jangka waktu pembayarannya ditentukan termasuk terdapat konsekuensi atau saksi yang diterima peserta didik baru.

Jadi dalam waktu dua hari itu, Kamis dan Jumat bagaimana ditekankan harus lunas. Karena apabila tidak lunas maka dengan konsekuensi dianggap mengundurkan diri.

Dengan jumlah rincian keuangan untuk seragam dan atribut sekolah yang terdiri dari sembilan item katagori diantaranya total Rp.1.497.500 untuk Putra dan Rp.1.572.500 khusus Putri yang dikeluarkan melalui Koperasi Pegawai Republik Indonesia Harapan Mekar “KPRI Harapan Mekar” berdasarkan pengakuan wali murid beserta selembaran bukti kertas yang diterima petisi.co dan sejumlah media yang menyikapi persoalan PPDB di SMAN 1 Sumenep.

“Waktu dua hari Kamis dan Jumat harus lunas. Terus Seninnya harus daftar ulang. Jika tidak benar-benar menunjukkan itu dianggap mengundurkan diri,” terang salah satu orang tua siswa kepada petisi.co, JRO (Inisial) dengan nada geram.

Namun Kepala SMAN 1 Sumenep, Sukarman, saat dikonfirmasi petisi.co bersama sejumlah awak media pada Kamis (13/8/20) terkait hal tersebut, berdalih bukan kewajiban.

“Itu sebenarnya sifatnya bukan merupakan kewajiban, jadi orang tua (Wali murid_red) itu bolehlah mau membeli diluar monggo boleh,” kilahnya.

Kepala SMAN 1 Sumenep juga berdalih tidak bersifat paksaan, penekanan dan tidak ada konsekuensi atau sanksi. Ternyata, pengakuan yang dikatakan Sukarman, sama orang tua siswa atau wali murid dianggap licik.

“Pengakuan Kepala SMAN 1 Sumenep yang menyebut bukan kewajiban itu licik. Jadi itu licik hanya untuk menutupi saja,” kata salah satu orang tua siswa kepada petisi.co, JRO (Inisial) dengan nada tinggi.

Sebab batasan pembayarannya itu hanya dua hari saja. Jadi dipaparkan dikeluarkan pada hari Kamis, Jumat harus selesai. Dan persyaratan tersebut, itu dibuat untuk daftar ulang.

“Jadi kalau tidak bayar dianggap mengundurkan diri,” terangnya, seraya menyatakan sehingga dengan pengakuan Kepala SMAN 1 Sumenep yang katanya bukan kewajiban dan tidak ada konsekuensi atau sanksi itu sangatlah licik dan bohong.

“Jadi makanya buktikan, sekarang ini gak ada yang bodoh. Makanya buktikan dimana disitu katakanlah tidak ada kewajiban. Diumumkan dimana, melalui tatap muka tidak pernah tatap muka,” jelasnya.

Sementara Ketua Komite SMAN 1 Sumenep, Soengkono Sidik di konfirmasi polemik persoalan tersebut hingga sekarang ini terkesan enggan memberikan keterangan. Sebab dihubungi petisi.co dan media lainnya tidak menanggapi.

Sementara salah satu dari pengurus Komite SMAN 1 Sumenep di konfirmasi terkait polemik penarikan biaya PPDB tersebut tidak bisa menjelaskan memberikan klarifikasi karena mengaku terpusat di Ketua Komite.

“Itu langsung terpusat di pak Soengkono (Ketua Komite-red). Karena ketuanya itu pak Soengkono,” terang Abd Kahir, Sekretaris Komite SMAN 1 Sumenep saat ditemui di Kantor Kecamatan Gapura Sumenep, Senin (31/8/2020).

Abd Kahir yang saat ini menjabat Camat Gapura Kabupaten Sumenep, untuk hal tersebut juga mengarahkan kepada awak media bisa menkonfirmasi ke Wakil Komite SMAN 1 Sumenep.

Sebelumnya diberitakan, lebih lanjut diungkapkan salah satu wali murid dari peserta didik baru, anehnya ketika melakukan pembayaran, barang tersebut tidak langsung diterima diberikan oleh pihak SMAN 1 Sumenep. Melainkan masih menunggu sekitar setengah bulan lamanya.

Sehingga dengan demikian tersebut, menganggap dijadikan peluang kesempatan untuk lahan bisnis memperoleh keuntungan.

“Sehingga disinyalir dijadikan ajang pungutan secara kolektif oleh koperasi sekolah. Bahkan ini memang ada dugaan koperasi sebagai alat mendapatkan keuntungan. Sementara dimana tidak ada standarisasi mutu kain maupun peralatan lainnya,” ucapnya, menambahkan namun wajib membayar.

Di samping itu ia memaparkan harga barang seperti seragam oleh pihak SMAN 1 Sumenep dihargai dengan harga gila. Sedangkan seragam itu ternyata belum berbentuk seragam, melainkan hanya kainnya saja yang diterima oleh siswa.

Sehingga untuk menjadikan seragam biayanya itu ditanggung oleh siswa, wali murid/orang tua siswa.

“Harga kain di SMAN 1 Sumenep Rp150. Sedangkan di tempat yang lain, ada dari pengusaha dengan kain yang sama langsung sama bawahannya hanya Rp100. Beda lagi ketika pemesanan atau pengambilan dengan jumlah banyak bisa kurang dari harga Rp100. Bayangkan saja, itu dengan kain yang sama. Sudah berapa keuntungannya,” katanya.

Lebih lanjut JRO, inisial dari seorang wali murid atau siswa sebagaimana petisi.co menyebutnya, mengungkap dibalik program yang tentunya sangat membebani orang tua siswa, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang mencekik dampak virus corona (Covid-19) tentang pungutan itu, dalam hal ini untuk PPDB itu menurutnya hasil dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) se Kabupaten Sumenep.

Selain itu, wali murid dari salah satu siswa ini membuka juga bahwa di SMAN 1 Sumenep selain ada biaya diantaranya, PPDB juga ada wajib beli e-book, dengan penerbit erlangga seharga Rp800.000.

“Tapi kewajiban beli e-book itu ada pada kebijakan dari setiap gurunya masing-masing. Jadi, ada yang wajib ada yang tidak,” terangnya, sehingga dari kebijakan itu, menilai tidak adanya koordinasi yang dilakukan oleh pihak SMAN 1 Sumenep.

Bahkan ia mengatakan, di SMAN 1 Sumenep juga ada biaya sebesar Rp 2.500.000 yang dibebankan kepada siswa atau orang tua wali yang dimintai setiap tahun.

“Uang itu untuk pengadaan tanah yang katanya biaya-biaya tidak harus dari dinas dan ada aturannya,” katanya, seraya mempertanyakan sebagai wali murid meminta aturannya mana.

Ia menilai potret dari sejumlah problematika yang terjadi bentuk indikasi bagian dari praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), khususnya pada dunia pendidikan di Kabupaten Sumenep.

Sehingga akan hal tersebut juga, petisi.co dan media lainnya yang dari awal menyikapi persoalan tersebut akan terus menginvestigasi mengklarifikasi kepada pihak terkait lainnya. (ily)

No More Posts Available.

No more pages to load.