Madiun, petisi.co – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Madiun memeriksa SH, pengusaha besar, terkait dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penyalahgunaan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) Perumahan Puri Asri Lestari (PAL), Senin (13/1/2025).
Pantauan Petisi.co, SH tiba di kantor Kejari Kota Madiun sekitar pukul 10.00 WIB. Pria pebisnis kuliner dan properti itu nampak bergegas menuju lantai 2 dan langsung masuk ke ruang Pidana Khusus (Pidsus). SH baru keluar dari salah satu ruang pemeriksaan sekitar pukul 16.30 WIB. Namun dirinya enggan menjawab pertanyaan wartawan.
“Saya salah ngomong nanti. Thank you-thank you ya,” ujar SH sembari bergegas meninggalkan kantor Kejari Kota Madiun.
Kasi Intelijen Kejari Kota Madiun, Dicky Andi Firmansyah saat dikonfirmasi membenarkan adanya pemeriksaan atas diri SH. Menurutnya, SH diperiksa sebagai saksi.
‘’Kami mengundang seorang saksi berinisial SH karena yang bersangkutan disebut oleh tersangka dan saksi lain. Sehingga, kami undang untuk dimintai keterangan,’’ ungkap Dicky Andi Firmansyah.
Diperoleh informasi, SH sempat menjabat sebagai komisaris PT Puri Larasati Propertindo (PLP) kala pembangunan perumahan di Jalan Pilang AMD, Kelurahan Kanigoro, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun.
“Saksi SH ini selaku komisaris,” tambah Dicky.
Kasi Intelijen Kejari Kota Madiun menjelaskan, tidak menutup kemungkinan akan ada babak baru dalam kasus PSU ini. Pun, berpotensi penambahan tersangka baru jika ditemukan alat bukti tambahan yang cukup.
“Tidak menutup kemungkinan akan menambah tersangka lain. Biarkan nanti alat bukti yang berbicara. Secepatnya akan kita limpahkan,” terangnya.
Sebelumnya, Kejari telah menetapkan tiga tersangka dalam dugaan praktik rasuah yang ditaksir merugikan keuangan negara mencapai Rp 2,4 miliar tersebut. Salah satu tersangka, yakni mantan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Madiun, dan dua orang dari pihak swasta.
Penetapan tiga tersangka ini setelah korps Adhyaksa itu menyelidiki kasus pembangunan perumahan tahun 2012 lalu. Ketika itu, pihak pengembang dari PT PLP mengajukan izin perumahan di Jalan Pilang AMD Kota Madiun.
Kala itu, PT PLP mengajukan site plan membangun 38 unit rumah. Namun, Pemkot Madiun menetapkan hanya 35 unit rumah yang diperbolehkan untuk dibangun sesuai dalam Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) dan sisanya lahan untuk PSU berupa ruang terbuka hijau (RTH).
Persoalan muncul ketika pihak pengembang mengajukan permohonan pemisahan atau pemecahan sertifikat tanah dan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) di kantor BPN Kota Madiun.
Pengembang sengaja memanipulasi data dalam dokumen dengan tetap menggunakan site plan versi pengembang untuk 38 unit rumah. Pun, Kantor BPN Kota Madiun menyetujui permohonan dari pengembang dengan menerbitkan 38 Surat Hak Guna Bangunan (SHGB). Padalah, dalam ketentuan Peraturan Kepala BPN 1/2010 mensyaratkan permohonan untuk menerbitkan pemecahan SHGB harus sesuai site plan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Akibatnya, lahan yang seharusnya untuk PSU berupa RTH dikomersilkan pihak pengembang demi keuntungan. Yakni, membangun serta menjual tiga unit rumah di atas lahan yang seharusnya dialokasikan untuk RTH. Pengembang memperoleh keuntungan senilai Rp 1 miliar hasil penjualan unit rumah tersebut.
Pun, pihak pengembang mencoba menyerahkan PSU sepanjang tahun 2016 sampai 2021, tapi pemkot menolak karena tidak sesuai site plan.
Akibat perbuatan mereka, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal empat sampai 20 tahun penjara. (iya)