BATU, PETISI.CO – Problema tidak sedap merebak di Kota Batu. Munculnya dari kalangan pengurus RT dan RW di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu. Inti, munculnya SK Walikota Batu 2019 dinilai tidak sepadan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pengurus RT-RW. Pengurus RT-RW di Desa Pesanggrahan pun bereaksi. Mereka menyerahkan stempel ke pihak pemerintah desa setempat. Aksi itu didampingi kepala dusun setempat, Kamis (4/4/2019).
“Khususnya, di Dusun Wonosari, Desa Pesanggrahan, ada 12 RT dan dua RW yang hari ini akan menyerahkan stempel ke kantor desa,” kata Kapala Dusun Wonosari, Desa Pesanggrahan, Mustari.
Dalih penyerahan stempel itu, lanjut Mustari, terbitnya SK Walikota Batu No 56/ 2019 tantang Insetif bagi perangkat RT dan RW, tidak sesuai dengan beban tugas. Sehingga mereka menjadi resah dan tidak nyaman saat menjalankan tugas.
“Besar insentif yang diterima di tahun sebelumnya Rp 250 ribu. Seluruh perangkat tidak disuruh membuat laporan pertanggung jawaban atau SPJ. Akan tetapi di tahun 2019 ini, bagi penerima insentif baik perangkat RT dan RW merka harus membuat laporan. Yaitu dengan cara belanja alat tulis, pengadaan, belanja cetak, pengadaan, lebur, dan bantuan transportasi,” ucapnya.
Dia tandaskan, bagi perangkat lingkungan RT dan RW dengan terbitnya SK Walikota Batu ini merasa keberatan. Intinya SK Walikota Batu tersebut harus diubah.
“Ketika kita menerima dana insentif itu, tidak sebanding dengan pengeluaran kita secara pribadi. Artinya dengan menerima insentif sebesar Rp 250 ribu saja kok malah dipersulit. Sehingga kalau tidak ada peruban dalam SK tersebut, jadi kita memilih berhenti saja menjadi perangkat lingkungan baik itu RT maupun RW. Kita ujung tombak di masyarakat, paling bawah,” tegasnya.
Sementara itu Ketua RW 06, Dusun Serbet Barat, Edi Supriadi, juga angkat bicara. Jujur saja dari taman-teman perangkat lingkungan baik RT maupun RW merasa keberatan ketika disuruh membuat laporan.
“Kami sebagai penjabat sosial, ketika SK Walikota Batu itu kalau tidak dirubah maka kita pilih mengundurkan diri saja. Dan InsyaAllah, seluruh perangkat lingkungan Desa Pesanggrahan akan mundur meskipun tidak menjabat RT maupun RW, tidak jadi masalah,” bebernya.
Dia tegaskan, masih kata Edi, seharusnya insentif dengan BOP itu harus dibedakan. Artinya, kalau itu dibilang BOP harus ada berbunyi uang honor RT dan RW. Jadi kita bisa memilah, kalau dibilang insentif, mana honor RT dan RW-nya atau uang jasa dari pemerintah.
“Kami tidak membedakan, dilangsir Gubenur Jakarta berani mengeluarkan SK yang bunyinya insentif RT dan RW sebesar Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta tanpa membuat SPJ. Maka ada dampak negatifnya, ketika yang dikhawatirkan dari pihak desa apabila sesudah dicairkan insentif itu dan dibagikan ke RT dan RW, mereka tidak mau membuat laporan atau semacam SPJ. Maka dapat diindikasikan atau diasumsikan, mereka terjerat kasus tidak pidana korupsi,” tandasnya.
Dia juga berharap, supaya dalam hal ini dapat terealisasikan dan menjadi hal yang sangat realistis sehingga dapat menyejahterakan bagi masyarakat.
Ketua Komisi A DPRD Kota Batu, Sudijono, saat dikonfirmasi juga menyatakan dirinya akan mempelajari terkait SK Walikota 2019 tersebut. Dan dirinya juga akan mengkaji ulang bagaimana baiknya, bagi seluruh perangkat RT maupun RW se Kota Batu. (eka)
. (eka)