Pertama Kali Digelar, Kirab Agung Budaya Gunung Cemenung Tulungagung Berlangsung Meriah

oleh -379 Dilihat
oleh
Kirab gunungan

TULUNGAGUNG, PETISI.COAntusias warga sekitaran gunung Cemenung dan khususnya 7 (tujuh) desa penyangga di wilayah Kecamatan Rejotangan mengikuti serta menyaksikan kemeriahan kirab agung budaya gunung Cemenung, untuk memperingati sejarah serta nguri-uri (melestarikan) budaya leluhur, Rabu (21/9/2022) siang.

Kirab agung budaya gunung Cemenung yang masih pertama kalinya ini didukung oleh 7 desa penyangga yakni Desa Tugu, Sukorejo Eetan, Tenggong, Tenggur, Jatidowo, Panjerejo, dan Karangsari.

Pengiring kirab gunungan

Kirab budaya bisa terlaksana berkat gagasan Pinisepuh Paseban XI (Sebelas) yaitu, lembaga pelestari sejarah adat budaya situs Nasional (Nusantara).

Menurut Paseban XI, Sejarahnya Gunung Cemenung, dulunya, merupakan wilayah Kadipaten Sarengat atau Balitar yang akhirnya bekerjasama dengan Wilayah Ngrowo (Tulungagung). Sehingga, menjadi bagian perbatasan kedua Kabupaten dan disaksikan Kadiri.

“Kediri, Blitar dan Tulungagung selalu Manunggal Jati, mulai zaman Ramayana dilanjutkan kisah Mahabarata, dilanjut kisah Mojopahit,” ucap Paseban XI.

Ditambahkannya, atas berkah Tuhan YME dan Maha Bijaksana, akan diserahkan kepada perwakilan yang ditunjuk sebagai penerima naskah sejarah yang mengulas titik balik, mulai dari Cemenung hingga Cemenang.

“Tapak petilasan eyang Sugriwo dan Eyang Subali, yang tapak sucinya masih utuh sampai sekarang di atas Gunung Agung Cemenung,” ujarnya.

Paseban XI menerangkan, Cemenung, Manekung Manunggale jati. Henang, hening, henung. Hening adalah sudah tuntas semua hajat, dan nanti buku sejarah yang ke-2 ditulis dengan judul “Terbitnya Surya Majapahit”.

Ini, lanjutnya, akan menjadi sejarah bangkitnya kembali budaya leluhur, membangkitkan kembali kemuliaan dan kehebatan dimasa Majapahit di hari Rabu Wekasan.

“Majapahit menjadi tolok ukur, agar kita mengingat kembali sejarah dahulu tidak hilang. Kita jaga dan melestarikan alam ini. Jangan sampai dijarah, merusak apa yang sudah dijaga oleh eyang Hanoman Sugriwo dan Subali,” tutupnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Tulungagung, Bambang Ermawan mengatakan, sebelum kirab telah diadakan ruwatan sebagai bentuk wujud syukur kepada Tuhan YME yang telah diberikan kepada masyarakat sekitar gunung Cemenung serta agar terhindar dari segala bencana.

Bambang Ermawan menambahkan, dengan adanya pertunjukkan kirab budaya ini diharapkan bisa memulihkan serta membangkitkan perekonomian warga akibat pandemi sehingga dapat keluar dari permasalahan ekonomi.

Dikesempatannya, Bambang Ermawan turut mengapresiasi kegiatan kirab agung budaya gunung Cemenung sebagai upaya dalam melestarikan budaya yang adi luhung.

“Mudah-mudahan acara ini lestari selamanya, dan dapat meningkat dari sisi kualitas maupun kuantitas,” tandasnya.

Kemudian, Kades Tenggong Saji mewakili para kades penyangga menyampaikan, kirab agung budaya gunung Cemenung yang masih pertama kali ini diharapkan kedepannya setiap tahun bisa diadakan dan menjadi agenda rutin.

Menurutnya, keberadaan gunung Cemenung sangat berarti bagi masyarakat sekitarnya karena ada nilai makna sejarah leluhur.

“Disitu ada tapak kakinya Sugriwa dan Subali. Ini kali pertama untuk membendahara budaya, kemarin ada ruwatan masal di gunung Cemenung dan ini puncak acaranya,” sambungnya.

Lanjut Kades Saji berharap, dengan kirab agung budaya gunung Cemenung nantinya diharapkan mampu menjadi ikon pariwisata di wilayah Rejotangan Tulungagung.

“Mudah mudahan dengan adanya kirab budaya dapat menjadi ikon pariwisata kita. Biar tahu bahwa gunung Cemenung ada sejarahnya,” tandas Kades Saji.

Usai kirab, tumpeng agung berupa gunungan nasi lengkap lauk pauk dan gunungan dari hasil bumi didoakan oleh tokoh lalu diserahkan warga untuk diperebutkan dan dinikmatinya. (par)