Point Of No Return

oleh -2199 Dilihat
oleh
Hadi Prasetyo

Oleh: Hadi Prasetyo*

Rasa kecewa itu biasa dan wajar saja dialami oleh setiap manusia. Kecewa itu mudah dilupakan ketika kita tidak terlalu mengenal terhadap orang yang menyebabkan kekecewaan.

Kekecewaan menjadi luka yang dalam dan membekas di hati serta menumbuhkan kemarahan ketika yang membuat kecewa itu adalah orang yang selama ini kita puja- puja, jadi panutan dan jadi harapan, ternyata pada kenyataannya tidak sesuai dengan persepsi dan harapan.

Dan hari-hari ini, jelang Pilpres 2024, sebagian besar rakyat mengalami puncak kekecewaan yang amat sangat, bahkan bukan saja disertai kemarahan secara masif, tetapi juga kebencian, rasa muak, serta semacam dendam kesumat karena norma dan etika yang dihormati rakyat sebagai martabat, seperti diinjak-injak dengan arogan, disertai gimik-gimik yang ngécé/meledhek, merendahkan, merasa ditipu, dan dilecehkan.

Belum berhenti sampai di sini, ketika yang menyebabkan kekecewaan berat itu, makin brutal melanggar norma, etika, bahkan UU, disertai gimik-gimik secara telanjang yang memberi pesan menantang “siapa yang bisa melawan saya yang penguasa”, maka rakyat yang berupa massa dan secara emosi kebanyakan bersumbu pendek sampai sedang, mulai bergerak, memobilisasi diri dan terkonsolidasi, serta fokus pada pemakzulan dan atau penggulingan kekuasaan, maka ledakan chaos menjadi keniscayaan. Tinggal menunggu waktu!!.

Itulah yang terjadi pada hari-hari ini dengan ekskalasi yang makin hari makin meningkat. Kalaupun belum meledak, itu karena mereka menunggu hasil quick count Pilpres 2024, 14 Februari 2024. Mengkonfirmasi kecurangan.

Kalau penguasa yang membuat kecewa calonnya menang, maka chaos pun tidak bisa dihindari, karena massa sudah yakin betul adanya pelanggaran dan kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematik. Tidak ada legitimasi. Apalagi kalau MK melalui paman brewok melakukan cawe-cawe lagi. Deligitimasi rakyat dilawan dengan legalitas manipulatif MK. Yang lebih mengerikan lagi  bila berkembang menjadi kerusahan SARA. Wooow…. Mudah-mudahan tidak!!

Kalau penguasa yang selama ini diberi stempel curang dan tidak etis serta mencla-mencle, calon dukungannya kalah, masih mendingan. Chaos bisa dikurangi intensitasnya dan mungkin bisa dihindari, bila ada pengakuan ksatria kekalahan dan permintaan maaf.

Walau tuntutan pemakzulan terus akan bergelombang menghantam, mungkin masih ada peluang dengan hadirnya jiwa kenegarawanan bu Megawati dan Kanjeng Sri Sultan HB X.

Investigasi KKN pasti akan dilakukan sampai telanjang bulat sebagai konsekuensi negara hukum. Penguasa mau tidak mau harus memilih pilihan yang sama2 buruknya, sama2 memalukan, sama2 hina.

Inilah yang disebut “Devil’s Offer” berbuah “Devil’s Alternative” dan berakhir dengan “Devil’s Consequences”.

Nampaknya pak Jokowi sudah mulai menyadari pilihan langkah politiknya yang amat sangat berisiko. Beliau coba field checking di Jawa Tengah selama seminggu, berkantor di Jateng, ternyata memang betul nampak gambaran yang makin pudar.

Maka tanggal 28 Januari 2024 beliau menghadap Sri Sultan HB X, bukan karena jabatan Gubernur DIY tetapi sebagai Raja yang dikenal humble, waskita, dan negarawan.

Besoknya sayapun menulis artikel tentang Presiden vs Raja tanggal 29 Januari 2024, intinya uji sahih mata batin saya, mengapa nenghadap? Poros langit bicara di hati saya: “Minta tolong Sri Sultan untuk ketemu bu Megawati” yang masih menolak bertemu.

Eeh ndilalah Kersaning Allah, betul juga ‘wangsit’ yang saya terima. Dan pada sekitar tanggal 5, dan 8 Februari bocor alus Tempo serta Kompas mencuatkan hal sama di media.

Dan sahih, Sri Sultan HB X sendiri mengkonfirmasi pertemuan dengan pak Jokowi untuk minta difasilitasi bertemu dengan bu Megawati.

Lagi-lagi mata batin saya memberi sinyal kuat: “itu sudah terlambat!! Pak Jokowi sudah melewati titik tidak bisa balik (Point of No Return)…dan “Devil’s Consequences” sudah menjadi keniscayaan bagi mereka yang mengadakan permufakatan dengan the Devil.

Mata batin sayapun memberi penampakan, kecongkakan hati itu bisa menipu.  Walau dibungkus wajah sederhana dan full senyum tetap tidak bisa menghilangkan kecongkakan, dan itu akan mengawali kejatuhan. Jiwa tinggi hati yang melekat dan akhirnya terkuak di akhir masa jabatan, mendahului kehancuran. Ini adalah seperti sabda Nabi Sulaiman AS yang tercatat dalam Amsal 16: 18.

Urusan dengan the Devil selalu memakan korban atau tumbal dari keluarganya. Seperti ilmu pesugihan demikian pula dengan kekuasaan yang bersekutu dengan the Devil.

Dan saya pun terpekur…termenung…tidak kuat membayangkan apa yang akan terjadi…

Mudah-mudahan Tuhan YME mengampuni dan tetap menyayangi bangsa dan negara Republik Indonesia.

*penulis adalah pemerhati sosial politik

No More Posts Available.

No more pages to load.