Polres Sumenep Pertanyakan Status Kuasa Hukum Tersangka Kasus Beras Oplosan

oleh -74 Dilihat
oleh
Struktur organisasi KI Sumenep yang ditengarai terdapat nama Rudi Hartono selaku kuasa hukum tersangka Latifa

SUMENEP, PETISI.CO – Advokat, Rudi Hartono selaku kuasa hukum tersangka Latifah, pemilik dan pengelola UD Yuda Tama Art Affan Group, yang ditengarai merangkap jadi Wakil Ketua Komisi Informasi (KI) Kabupaten Sumenep, dipertanyakan.

Kepolisan Resort Polres (Polres) Sumenep, melalui Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Oscar Stefanus Setjo, S.H., S.I.K menyatakan akan mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri Sumenep, terhadap kuasa hukum Latifah, yakni Rudi Hartono, S.H., M.H., dengan mengacu pada Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Advokat Tahun 2003.

“Kami akan mengajukan keberatan kepada pihak Pengadilan Negeri Sumenep, untuk melakukan penerapan Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Advokat Tahun 2003 yang berbunyi, Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan kepentingannya tugas dan martabat profesinya,” tegasnya, Senin (6/4/2020).

Sebelumnya, melalui kuasa hukumnya Rudi Hartono, S.H., M.H, tersangka Latifa, kasus beras oplosan selaku pemilik dan pengelola UD Yuda Tama Art Affan Group menggugat putusan penetapan tersangka oleh Polres Sumenep.

Praperadilan yang diajukan oleh tim kuasa hukum tersangka dalam kasus pengoplos program beras BPNT yang beralih ke program ke Pengadilan Negeri Kabupaten Sumenep dikabulkan dengan menggelar praperadilan pertama pada tanggal 2 April 2020 lalu.

Namun, kata AKP Oscar Stefanus, praperadilan yang diajukan oleh kuasa hukum Latifa bukan masalah, karena siapapun bisa mengajukannya.

“Hak untuk mempraperadilkan Polres Sumenep terkait kasus beras oplosan itu tidak masalah dan siapapun bisa mengajukan,” jelas AKP Oscar.

Bahkan, salah satu praktisi hukum dan advokat, Ach Supyadi, S.H., menyatakan, bahwa advokat tidak boleh merangkap jabatan.

“Seorang advokat jika terbukti merangkap jabatan dan terbukti melakukan persidangan, maka hasilnya akan tidak sah,” terangnya.

Karena menurutnya, seorang praktisi hukum, jika jabatan itu digaji oleh pemerintah atau negara, maka bisa dikatakan perbuatan melawan hukum.

“Jika terbukti, maka bisa mengajukan keberatan serta menyodorkan bukti-bukti ke majelis hakim, dan saya jamin pasti dikeluarkan,” terangnya.(ily)

No More Posts Available.

No more pages to load.