Satpol PP Kabupaten Blitar Sosialisasi UUD Bea Cukai di Kecamatan Doko

oleh -73 Dilihat
oleh
Rustin, Kepala Sat-Pol PP Kabupaten Blitar memberikan sambutan

BLITAR, PETISI.CO – Dengan menggelar hiburan rakyat seni kuda lumping Satriyo Mego Budoyo Satuan Polisi Pamong Praja (Sat-Pol PP) Kabupaten Blitar berhasil menarik simpati masyarakat Doko dan sekitarnya untuk berduyun-duyun hadir berkumpul dan menyaksikan pagelaran tersebut.

Tujuan menggelar hiburan rakyat tersebut untuk mengumpulkan masyarakat guna di berikan sosialisasi tentang UUD Bea Cukai dan menikmati hiburan rakyat yang merupakan seni budaya Jawa yang harus dilestarikan keberadaanya.

Rustin, Kepala Sat-Pol PP Kabupaten Blitar di sela-sela acara kepada wartawan mengatakan, mulai tahun 2022 tahun ini Sat-Pol PP Kabupaten Blitar mendapatkan dua tugas yaitu sosialisasi dan penindakan.

Untuk sosialisasi ada dua macam yaitu dengan menggelar hiburan untuk menarik simpati masyarakat agar datang dan dengan cara tatap muka. Alhamdulillah malam ini kita sosialisasi yang keempat dari lima titik yang telah kita rencanakan dengan hiburan.

“Kalau yang kemarin kita pakai hiburan wayang kulit tiga kali mulai dari Kecamatan Kesamben, Wates dan malam ini di Kecamatan Doko, dan mungkin besok rencananya masih ada satu lagi dan kita menghadirkan pelawak kondang yaitu Percil. Sedangkan mulai Minggu depan kita mulai sosialisasi dengan tatap muka juga di lima titik,” kata Rustin.

Lebih lanjut Kepala Sat-Pol PP Kabupaten Blitar menjelaskan, setelah pelaksanaan sosialisasi ini baru kita ada penindakan. Nantinya kami bersama tim dari Bea cukai Kabupaten Blitar untuk melakukan penindakan.

Tim nanti akan mengadakan razia terhadap peredaran rokok ilegal, minuman berakohol atau barang yang kena cukai dengan sasaran di kaki lima dan di toko-toko maupun langsung ke pabrikan.

“Karena selama ini masyarakat banyak yang tidak mengerti kalau membuat dan menjual produk rokok elegal itu melanggar hukum dan sangsinya berat sekali yaitu minimal paling singkat satu setengah tahun kurungan dan paling lama kurungan Lima tahun, maka kasihan kepada masyarakat karena ketidak tahuan dan tidak mengerti kena sangsi yang begitu berat, untuk itu sangat di perlukan sekali adanya sosialisasi terhadap masyarakat seperti ini,” jelasnya.

Rustin yang kesehariannya akrab dengan awak media ini menambahkan, untuk tahun ini kita   ambil tindakan persuasif dulu dengan pendekatan terhadap masyarakat untuk diberikan sosialisasi dan pemahaman.

“Sedangkan kegiatan untuk yang tatap muka nanti juga akan kita lakukan lima kali, dimulai minggu depan, kita akan undang teman-teman atau kita mendatangi ke salah satu kecamatan kita adakan sosialisasi,” imbuhnya.

Dengan demikian kami berharap kepada masyarakat agar lebih dewasa menyikapi, bahwa mulai pembuatan, penjualan dan menumpuk untuk dijual rokok elegal itu ada unsur pidananya.

“Sehingga harapan saya ke depan jangan sampai masyarakat tidak mengerti dan akhirnya terjebak dengan retorika adanya rokok bodong atau rokok ilegal,” pungkasnya.

Sementara Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan, Sutopo dalam sambutannya menyampaikan, bahwa semua barang yang kena cukai peredarannya harus diawasi dan dikendalikan.

Artinya boleh beredar tapi harus diawasi dan dikendalikan, tidak seperti peredarannya beras, air mineral dan kebutuhan sembilan bahan pokok, hal ini di lakukan oleh pemerintah supaya jangan sampai masyarakat yang mengkonsumsi kena dampak yang membahayakan, dan penggunaanya kena pembebanan pajak untuk negara demi keseimbangan dan keadilan.

“Barang yang kena cukai itu di antaranya rokok dan minuman yang mengandung alkohol,” kata Sutopo.

Lebih lanjut Sutopo mengungkapkan, bahwa negara Indonesia merupakan produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di seluruh dunia. Sehingga menghasilkan pajak negara yang begitu besar, bahkan mencapai 10 hingga 12 persen bahkan kalau digabung dengan pajak kepabeanan bisa mencapai 23,7 persen dari APBN.

Untuk mengantisipasi semua itu maka pemerintah mengeluarkan UUD Bea cukai diantaranya pasal 54 yang berbunyi Setiap orang yang tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 menjalankan kegiatan pabrik tempat penyimpanan atau mengimpor barang kena cukai dengan maksud menghilangkan pembayaran cukai dipidana dengan pidana paling singkat satu tahun paling lama 5 tahun dan pidana denda paling sedikit dua kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Setiap orang yang menawarkan menyerahkan menjual atau menyediakan untuk dijual untuk penjualan atau tidak dilengkapi pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan pidana denda paling sedikit dua kali lipat dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

“Sedangkan pasal 56 berbunyi setiap orang yang menimbun menyimpan memiliki menjual menukar memperoleh atau memberikan barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan ditambah denda yang seharusnya dibayar,” ungkapnya.

Sutopo yang asli kelahiran Banyumas Jawa tengah ini menambahkan, sedangkan hasil dari pungutan cukai hasil tembakau dikembalikan lagi ke daerah asal tempat pembuatan hasil tembakau ke seluruh wilayah republik Indonesia sebanyak 50 persen.

Dengan komposisi daerah yang menghasilkan komponen maupun tempat diproduksinya hasil tembakau mempunyai persentase yang jauh lebih tinggi dibanding daerah yang hanya konsumen, Dana itu disebut Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

Dana bagi hasil cukai hasil tembakau itu keperuntukanya di bagi dengan komposisi 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat dan 40 persen untuk kesehatan masyarakat serta 10 persen untuk penegakan hukum.

“Kami berharap kepada semua masyarakat jangan sampai membeli barang yang kena cukai yang ilegal atau bodong,” pungkasnya. (adv/min)