Sertifikat Elektronik Selaraskan Trend Moderniasi dan Tuntutan Ekosistem Ekososbud Menuju Industri 4.0

oleh -157 Dilihat
oleh
Yagus Suyadi, Kepala Biro Hukum Kementerian ATR BPN saat memberikan paparan dalam webinar.

SURABAYA, PETISI.CO – Pemerintah memberlakukan sertifikat elektronik guna menyelaraskan trend moderniasi dan tuntutan ekosistem ekonomi, sosial, dan budaya (Ekososbud) menuju industri 4.0. Hal itu disampaikan Yagus Suyadi, Kepala Biro Hukum Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) saat webinar yang digelar Fakultas Hukum (FT) dan Fakultas Teknik Universitas Dr. Soetomo (FT Unitomo), Selasa (23/2/2021).

Webinar mengangkat tema ”Pemberlakuan Sertifikat Elektronik Ditinjau dari Keamanan dan Kepastian Hukum”, Selasa (23/02). Kegiatan dilaksanakan secara Daring atau online menggunakan zoom meeting sebagai media pertemuan diikuti sekitar 300 partisipan ini menghadirkan Yagus Suyadi, Kepala Biro Hukum Kementerian ATR/BPN bersama Prof. Irawan Soerodjo, Dekan FH serta Achmad Choiron, Dekan FT sebagai narasumber.

Prof. Irawan Soerodjo, Dekan FH saat memberikan paparan dalam perspektif hukum.

“Jika ini diterapkan, maka satu dari sebagian manfaat di antaranya bisa meningkatkan efisiensi dan transparansi pendaftaran tanah,” jelas Yagus.

Mengawali kegiatan, Siti Marwiyah, Wakil Rektor I mengungkapkan pada saat ini mulai diberlakukan transisi sertifikat tanah fisik berupa kertas menjadi sertifikat tanah elektronik yang diatur melalui Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat elektronik yang mulai berlaku pada 2021.

“Memang peralihan ini menimbulkan berbagai pandangan, kehadiran para narasumber akan memberikan refrensi kepada semua partisipan dalam webinar ini dan kita harapkan hadirnya Sertifikat Elektronik ini bisa menciptakan efisiensi pendaftaran tanah, kepastian hukum dan perlindungan hukum, mengurangi jumlah sengketa, konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan,” ungkapnya.

Menanggapi Yadus Suyadi, dari segi hukum, Prof. Irawan Soerodjo mengatakan dalam penerapan sertifikat elektronik idealnya memiliki beberapa keamanan yang harus benar-benar diperhatikan.

“Kita tahu stigma masyarakat Indonesia pemilik tanah memegang dokumen asli sertifikat secara analog atau fisik, maka sangat perlu memerhatikan perbedaan antara secure paper dan secure document, mendalami secure printing serta digital signature berupa QR code,” ujarnya.

Achmad Choiron, Dekan FT saat memberikan paparan dalam webinar.

Sementara itu, Achmad Choiron mengatakan Tidak ada sistem yang aman 100%, namun itu bukan alasan untuk tidak memulai menggunakan teknologi digital. “Sudah saatnya kita berkomitmen untuk menerapkan ISO 27001:2013 secara berkelanjutan dan bukan hanya sekedar tumpukan dokumen SOP dan Sertifikat di Pigora,” imbuh Achmad Choiron. (cah/wil)

No More Posts Available.

No more pages to load.