Solar Subsidi Rawan Diselewengkan, BPH Migas Diminta Awasi Ketat SPBB

oleh -188 Dilihat
oleh
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

JAKARTA, PETISI.CO – Penyalahgunaan solar subsidi untuk kapal-kapal rakyat (Pelra) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBB) disinyalir sering dielewengkan. Akibatnya antara lain harga solar subsidi menjadi mahal dan memberatkan operasional kapal Pelra. Hal ini mendapat perhatian dari ketua DPD. RI LaNyalla Mataliti.

“Pengurus DPP harus aktif menindaklanjuti program Solar Bersubsidi untuk pelayaran rakyat, mengingat peran Pelra dalam menjangkau arus distribusi barang di daerah tertinggal, terpencil, terdepan (T3). Termasuk melakukan evaluasi internal terkait keluhan anggota Pelra terhadap biaya jasa penyaluran Solar Bersubsidi oleh Koperasi Pelayaran Rakyat yang dirasa terlalu tinggi,” papar LaNyalla Mataliti  saat membuka Munas Pelra ke XIII di Jakarta minggu lalu.

Hasil temuan di lapangan, solar bersubsidi dijual di atas ketentuan, di SPBB Gresik misalnya, dikenakan jasa angkut Rp 250 per liter menjadi Rp Rp 5400 per liter. Padahal jarak SPBB dengan lokasi kapal berdekatan.

Hasil temuan lainnya yang luput dari pengawasan, SPBB diduga menjual solar subsidi jatah dari BPH Migas dan Pertamina secara eceran menggunakan kendaraan bukan truk tengki.

SPBB di Gresik menjual solar subsidi eceran

Informasi lainnya SPBB diduga membeli solar kencing dan dijual dengan harga keekonomian atau harga industri. “Pengelola SPBB sudah mendapat fee dari Pertamina Rp 235 per liter, jadi seharusnya tidak macam-macam,” jelas salah satu Nakhoda yang enggan disebut namanya. Akan tetapi jual beli solar kencing dibantah PJS Ketua Kopelra Gresik pengelola SPBB, Awaludin. “Tidak benar berita itu,” jelasnya lewat pesan singkat serta menambahkan Kopelra Gresik mendapat jatah 200 KL per bulan untuk melayani sekitar 150 kapal.

Sementara itu Ketua Kopelra Surabaya, Taufiq Marsikin enggan menyebut ongkos angkut per liter dari SPBB ke lokasi kapal berlabuh. “Saya tidak hafal, Keuangan sepenuhnya saya serahkan ke Bendahara,”

Yang pasti ungkapnya, “Ongkos angkut itu tidak 100% untuk Kopelra, dipotong komisi broker dan itu berlangsung sebelum saya di Kopelra.”

Kopelra Surabaya yang lokasinya berada di Pelabuhan Kalimas setiap tahun mendapat jatah 600 ton untuk melayani sekitar 40 kapal pelayaran rakyat  berbagai ukuran.

Koordinator Pengaturan Bahan Bakar Minyak BPH Migas, I Ketut Gede Aryawan menegaskan, Kopelra sebagai penyalur BBM kapal Pelra dilarang menjual eceran solar subsidi. “Sedangkan kapal boleh membeli solar subsidi di SPBU,” tegasnya saat ditemui petisi.co di lobi Hotel Grand Dafam saat Munas Pelra berlangsung.

Menurutnya, Personil Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas yang pengaturan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi di lapangan, terbatas dan minta pihak kepolisian untuk mengawasi operasional SPBB.

Suasana Musyawarah Nasional ke XIII Persatuan Pengusaha Pelayaran Rakyat (Pelra) Indonesia di Jakarta

Menurutnya, masyarakat juga diminta melaporkan ke BPH Migas jika ada kejanggalan dan penyelewengan penggunaan solar subsidi.

Ketua DPP Pelra Indonesia, Salehwangen Hamsar mengatakan, keberadaan Koperla harus dievaluasi kinerjanya. Ia mengakui banyak menerima keluhan dan pengaduan dari anggotanya dan meminta BPH Migas ketat mengawasi serta mengatakan persoalan tersebut akan dibicarakan dalam Rakernas Pelra mendatang.

“Kopelra harus profesional dan harus bersih dari mafia,” tegasnya. Ditambahkan, kerjanya tidak hanya menyalurkan solar subsidi saja, banyak yang bisa dilakukan seperti memenuhi kebutuhan bekal ABK, mencarikan muatan bekerjasama dengan BUMN, BUMD dan banyak bisnis lainnya yang bisa dikerjakan untuk kesejahteraan anggota,” jelas Salehwangen yang juga Ketua DPD Pelra Jawa Timur dan Bali.(oki)

No More Posts Available.

No more pages to load.