Sowan Leluhur di Gresik, Dapat Petunjuk Malam Lailatul Qodar

oleh -107 Dilihat
oleh
Cak Woto usai bertawasul

Perjalanan Religi Bersama Cak Woto

GRESIK, PETISI.COPERJALANAN religi kali ini, berawal dapat kiriman pesan lewat WA (What Sapp) Senin  pagi (12/6/2017) dari seorang kawan. Isi pesan tersebut mengajak ‘sowan’ ke leluhur waliyulloh di Gresik pada malam hari itu.

Kata ‘sowan’ bagi kami memiliki arti tersendiri, yakni bertawasul. Kemudian bersepakat janjian ketemu di sebuah mushollah di kawasan Taman Sidoarjo bakda sholat magrib. Setelah sholat terawih, kami yang cuma berdua langsung meluncur ke arah Gresik menuju makam leluhur wali Allah yang berada tidak jauh dari Alun alun Kota Pudak itu.

“ Saya ingin mendapat petunjuk perihal jamu untuk tombo penyakit, semoga berhasil,” tutur Murdiyanto, kawan yang mengajak tawasul.

Ucapan kawan pria ini disampaikan ketika berada di atas mobil dalam perjalanan ke Gresik. Sekitar pukul 21.30 sampailah di tempat yang dituju, dan sebelum memulai tawasul, ambil wudhu lebih dulu seperti biasanya bila hendak berdoa di Pusara Waliyulloh.

Suasana areal makam  ayahanda salah seorang anggota Wali Songo ini, Senin malam itu kebetulan agak sepi, hanya ada 2 orang yang sedang khusyuk wirid di dekat nisan.  Kami pun memulai kirim doa untuk ahli kubur.

Dilanjut wirid doa doa lainnya yang bertujuan tawasul sehubungan hajat kawan guna mendapatkan petunjuk tentang jamu untuk tombo penyakit.

Hampir 1 jam kami berdoa bertawasul, bersamaan durasi yang berjalan, tidak begitu lama energi positif rawuh. Lantas dapat petunjuk agar kami pindah tempat ke dalam mobil yang parkir di luar areal makam. Di dalam mobil, energi posistif tersebut sudah menunggu, saat itu juga kontak gaib berlanjut.

“Alhamdulillah….. sudah dapat petunjuk perihal jamu untuk tombo penyakit sesuai yang saya harapkan,” tutur Murdiyanto usai kontak gaib berakhir. Ternyata kawan yang suka lelaku ini menambahkan ucapannya, bahwa petunjuk yang didapat tidak hanya soal jamu, namun ada petunjuk lain yang lebih penting yakni soal malam lailatul qodar.

“Tadi ada petunjuk juga soal ancer-ancer turunnya malam lailatul qodar,” jelasnya. Namun maaf,  isi petunjuk tentang malam lailatul qodar tersebut tidak bisa kami jabarkan di tulisan ini.

Seperti diketahui, setiap malam ganjil di 10 hari terakhir dalam bulan Ramadan, ada 1 malam yang sangat berharga, yakni malam turunnya lailatul qodar atau malam 1000 bulan.

Setelah usai kontak gaib, dan diyakini tidak ada lagi petunjuk, akhirnya kami memutuskan pulang. Malam itu waktu sudah pukul 24.00, roda mobil yang kami tumpangi mulai bergerak meninggalkan areal makam seorang ulama dari Persia dan pernah menjadi menantu Raja Blambangan Menak Sembuyu itu.

Pada intinya, kegiatan ngibadah ziarah ke pesarean suami Dewi Sekardadu di hari Senin Pon malam Selasa Wage itu, tidak lain untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Setiap manusia diwajibkan berikhtiar dalam mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat kelak.

Sehubungan petunjuk diatas,  soal lailatul qodar, sejujurnya sudah sering kami dapatkan disetiap bulan Ramadan pada tahun tahun sebelumnya.

Kegiatan religi memburu malam lailatul qodar tersebut sudah menjadi ibadah tahunan bagi  spiritualis Padepokan Lintang Songo sejak tahun 2000 silam. Seperti pada Ramadan tahun 1437 H atau tahun 2016 lalu, kegiatan berburu malam seribu bulan dilakukan di kawasan Ampel, Surabaya.

Selama 17 tahun berburu lailatul qodar, tentunya menorehkan catatan cerita atau kisah fakta yang bisa diwariskan kepada anak cucu. Selama itu, banyak pengalaman yang didapat dari masing-masing  individu di saat ibadah menggapai malam seribu bulan.

“Insyah Allah saya akan  selalu ikut terus berburu lailatul qodar,” tutur Yono, salah seorang anggota Padepokan Lintang Songo. (suwoto)