Penolakan Perpanjangan Jabatan Presiden Meluas
SURABAYA, PETISI.CO – Wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu 2024, tidak produktif dan harus diakhiri. Apalagi, penolakan publik juga sangat kuat dan momentumnya juga tidak tepat, serta potensial mematik kegaduhan yang meluas.
Peringatan keras juga sudah disampaikan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk tidak meneruskan polemik penundaan Pemilu 2024. Menurut LaNyalla, polemik tersebut bisa memicu kemarahan publik.
“Sikap tegas Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti layak diapresiasi sebagai penguat suara publik arus bawah. Apalagi para pengusung seolah tidak mau mendengar aspirasi suara arus bawah dan terus saja bermanuver mencari celah dengan manuver-manuver yang terencana,” ujar Surokim Abdus Salam, peneliti senior SSC (Surabaya Survey Center), kepada wartawan petisi, Sabtu (9/4/2022).
Surokim yang juga Dekan Fisip Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini, menilai sikap Ketua DPD RI LaNyalla akan lebih banyak didengar dan diperhatikan oleh elit-elit politik.
“Dengan sikap yang tegas seperti itu, tentu akan bisa menghadang manuver-manuver yang terus dicoba mainkan. Ketua DPD RI sudah berada di posisi yang dibutuhkan untuk menguatkan suara arus bawah publik, guna membuka pemahaman para elit pengusung,” ujar Surokim.
Ketua DPD RI LaNyalla, menurut Surokim, adalah satu-satunya tokoh elit yang berani menghadang ide itu dengan lugas dan terbuka.
“Sikap Bapak LaNyalla layak diapresiasi dan juga ditunggu banyak pihak, khususnya kekuatan masyarakat sipil, agar negara ini bisa dikelola berbasis konstitusi dan tidak main serampangan, yang justru berpotensial membahayakan jalannya bangsa ini,” ujar Dosen Komunikasi Politik ini.
BACA JUGA : Ingatkan Luhut, LaNyalla: Penundaan Pemilu dan Presiden 3 Periode akan Picu Kemarahan Publik
Menurut Surokim, para elit pengusung perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu 2024 terlihat jelas, tanpa tedeng aling-aling sedang mencoba untuk merekontruksi realitas-realitas pembenar untuk menguatkan idenya melalui berbagai manuver meminjam suara publik.
Manuver seperti itu, kata Surokim, tentu beresiko dan potensial bisa menghadap-hadapkan antar kekuatan masyarakat sipil dan tentu beresiko tinggi.
“Seharusnya para elit dalam situasi seperti ini punya kesadaran lebih tinggi. Seharusnya mereka bisa menimbang lebih cermat, berhati-hati terhadap usulan yang dikembangkan. Lebih penting lagi fokus membantu presiden menyelesaikan legacy-legacy yang pro-publik, pro-konstitusi, agar presiden khusnul khotimah. Tidak malah mengembangkan manuver yang bisa menjebak dan menjerumuskan presiden,” ujar Surokim.
Kata Surokim, para elit-elit di lingkar kekuasaan presiden sedang memainkan isu berbahaya, tidak saja akan menggerus citra mereka, tetapi juga bisa merugikan presiden, karena bagaimanapun mereka berada dalam lingkaran kekuasaan presiden.
Dikatakan Surokim, sebenarnya sikap Presiden Jokowi sudah jelas, sejak awal akan patuh konstitusi. “Yang kebangetan itu barisan pengusung ide ini, mereka sama sekali tidak empatik dengan presiden dan cenderung ABS (Asal Bapak Senang) saja. Saya percaya, Presiden Jokowi tetap kuat , tidak akan mudah ditekan-tekan para pembantunya.”
Jokowi, menurut Surokim adalah negarawan yang bisa membaca situasi kompleks dan rumit dengan jernih.
“Percayalah, presiden sesungguhnya tidak berkenan . Peringatan yang terakhir agar para menterinya fokus dan tidak menanggapi isu itu sebenarnya jelas standing position beliau (Jokowi,red) dalam isu ini. Percayalah ide itu akan gembos dan hanya akan mematik gaduh berkepanjangan,” tambahnya.(kip)