Rizal Ramli Ingatkan Jokowi Tak Percayai Hasil Lembaga Survei

oleh -96 Dilihat
oleh
Aktivis senior Rizal Ramli

SURABAYA, PETISI.CO – Aktivis senior Rizal Ramli mengingatkan Calon Presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mempercayai lembaga survei seutuhnya. Hasil survei yang dirilis oleh lembaga survei belakangan dianggap hanya merupakan rekayasa opini belaka.

“Ingat kejadian pada Pilpres 2014. Hasil survei yang disewa orang terdekatnya Jokowi, tak sesuai dengan perolehan suara PDIP. Suara PDIP hanya naik dari 16 persen ke 18,4 persen. Jokowi efek hanya 2,4 persen,” tegasnya kepada wartawan di Surabaya, Rabu (16/1/2019).

Diungkapkan, pada Pilpres 2014, ada 12 lembaga survei disewa oleh orang terdekatnya Jokowi. Kesimpulan dari hasil survei itu, bahwa kalau PDIP mencalonkan Megawati sebagai capres 2014, suara PDIP bakal anjlok dari 16 persen menjadi 12 persen. Sebaliknya, PDIP mencalonkan Jokowi sebagai capres, maka PDIP akan naik dari 16 persen menjadi 33-35 persen.

“Semua sama nyanyinya. Kompak surveinya, mulai dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Kalau Jokowi maju, PDIP pasti naik dari 16 persen ke 33-35 persen. Saya tidak punya lembaga survei, tapi saya keliling Indonesia terus. Bicara dengan berbagai lapisan masyarakat dan melakukan survei secara random. Kesimpulan saya waktu itu, Jokowi efek hanya 2 persen,” ujarnya.[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Baca Lainnya” background=”” border=”” thumbright=”no” number=”2″ style=”list” align=”none” withids=”” displayby=”cat” orderby=”rand”]

Terbukti, lanjutnya, pada Pilpres 2014, Jokowi terpilih sebagai presiden, tapi suara PDIP hanya naik dari 16 persen ke 18,4 persen. Jokowi efek hanya 2,4 persen.

“Artinya, lembaga survei selama ini itu rekayasa opini. Karena, mereka mengatakan PDIP naik 33-35 persen. Jadi, 33 persen dikurangi 18 persen,15 persen selisih salah perkiraan. 15 persennya itu margin of error hanya 2 persen, berarti 7,5 kalinya,” bebernya.

Sebetulnya, Rizal tidak mempersoalkan survei itu dibayar oleh siapa saja, asal metodologinya ilmiah. Hasil plus minusnya 2 persen, sesuai margin of error.

“Ini lembaga survei salah 7,5 kalinya,” mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini.

Kesalahan hasil survei tersebut, terulang pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Dua bulan setelah pilkada DKI, Rizal mengaku dipanggil Jokowi dan ditanya nasib gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), apakah menang apa tidak. Sambil meminta maaf, Rizal mengatakan kepada Jokowi jika Ahok kalah.

“Saya bilang mohon maaf kalah. Pak Jokowi harus tarik jarak dengan Ahok. Kalau tidak, bakal menyeret Pak Jokowi ke bawah. Dia bilang kalau surveinya Saiful Mujani menang 3 persen, demikian pula dengan lembaga survei yang lain,” tuturnya.

Apa yang terjadi? “Ahok kalah 16 persen. Tambah dengan 3 persen, selisih salah perkiraan 19 persen, dibagi dengan 2 persen margin of error. Salah perkiraan 8 kali lebih dari margin of error, itu jelas rekayasa opini,” tandasnya.

Sekarang, kata Rizal, lembaga survei mengatakan Jokowi unggul 20 persen lebih. Bahkan, ada lembaga survei lain yang menyebut elektabilitas Jokowi mencapai 56 persen.

“Waktu puncak-puncaknya Pak Jokowi lagi populer, awal jadi presiden cuma 52-53 persen. Masak hari ini 56 persen. Saya ingatkan jangan kebangeten lah, rakyat sekarang sudah cerdas,” jelasnya.

Pihaknya memprediksi elektabilitas Jokowi cuma 40 persen dan Prabowo 30 persen. Namun, elektabilitas Prabowo naik dan Jokowi merosot. Sisanya, swings voters sebesar 30 persen. Nah, 30 persen pemilih yang belum menentukan pilihan itu, adalah mereka yang terdidik dan lebih mapan secara ekonomi.

“Mereka belum menentukan pilihan. Di satu sisi, mereka senang dengan Jokowi, karena jujur dan tidak neko-neko, tapi kebijakan ekonominya susah. Milih Prabowo juga belum mau. Jadi, yang 30 persen ini ragu-ragu,” paparnya.

Kepada Prabowo, Rizal juga menyampaikan jika menang dalam Pilpres 2019, belum tentu karena timnya hebat. Tapi, rakyat memang sudah sebal dengan ekonomi susah. Sehingga, rakyat ingin ada perubahan.

“Yang penting ganti dululah, urusan berikutnya belakangan. Saya rasa sampai April banyak kemungkian bisa terjadi, tapi rakyat Indonesia inginnya menu jangan tahu tempe doang, ada ayam, ikan dan steak. Tugas kita dorong kedua capres agar buat menu baru,” ujarnya.(bm)

No More Posts Available.

No more pages to load.