APBD Bojonegoro Belum Ramah HAM

oleh -57 Dilihat
oleh

BOJONEGORO, PETISI.CO – Anggaran Daerah Menjadi salah satu instrumen penting untuk memastikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro benar-benar konsiten menjalankan komitmennya sebagai Kabupaten Ramah HAM. Implementasi Kebijakan untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia akan dapat berjalan secara maksimal dan tidak hanya menjadi “macan kertas” apabila alokasi anggaran daerah Bojonegoro juga ramah HAM.

Pendapatan Daerah Kabupaten Bojonegoro pada APBD Perubahan tahun 2016 ini diproyeksi sebesar Rp. 3.349.994.491.638 dengan pertumbuhan 12,3 persen. Sementara dalam KUA PPAS pada tahun 2017 diproyeksi sebesar Rp.3.269.171.689.938 atau turun 2,4 persen. Dari jumlah anggaran tersebut, berdasarkan analisis Lembaga Kajian Anggaran Daerah oleh Universitas UNIGORO, APBD Bojonegoro belum bisa dikatakan ramah HAM.

“Hal ini dilandasi oleh argumentasi, yakni dilihat dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bojonegoro menunjukkan orang sakit Menjadi penyumbang terbesar. Sumber utamanya dari BLUD (RSUD Kabupaten Bojonegoro) sebesar Rp. 103.414.785.000,” kata Muhammad Miftahul Huda, MADosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIGORO, Selasa (29/11/2016).

Selain BLUD, retribusi pelayanan kesehatan juga memberi sumbangan besar pada Pendapatan retribusi Daerah tahun 2016 yakni sebesar Rp. 22.772.731.450. Kesehatan yang menjadi hak dasar warga negara yang harusnya dipenuhi oleh pemerintah sebagai perwujudan implementasi HAM, oleh karenanya orang sakit tidak seharusnya dibebani menjadi sumber terbesar PAD Kabupaten Bojonegoro.

Sektor pajak dan BUMD yang mustinya di tingkatkan untuk menyumbang pendapatan daerah baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak serta perbaikan manajemen BUMD. Belanja Daerah yang terkait dengan Indikator Kabupaten Ramah HAM secara umum masih sangat rendah Misalnya, Alokasi Anggaran untuk Kebebasan Berpendapat, Berekspresi dan Budaya HAM serta Kewarganegaraan.

pada tahun 2016, Peningkatan toleransi dan kerukunan dalam kehidupan beragama hanya dialokasi sebesar Rp. 34 juta dan diproyeksikan naik cukup kecil pada KUA PPAS tahun 2017 sebesar Rp. 41juta. Pada belanja kegiatan peningkatan rasa solidaritas dan ikatan sosial di kalangan masyarakat yang pada tahun 2016 dialokasikan sebesar Rp. 356,9juta, bahkan alokasinya pada tahun 2017 diproyeksi menurun hungga Rp.49 juta. Yang jauh lebih ironis, sebagai Daerah mencanangkan Kabupaten ramah HAM, alokasi anggaran untuk penengakan HAM tidak dianggarkan pada tahun 2016 dan hanya sebesar Rp.37 juta pada KUA PPAS tahun anggaran 2017.

Transparansi dan Akses Informasi Publik. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk membuka akses informasi publik khususnya anggaran, dengan keterlibatannya pada Open Government Patnership (OGP) untuk membuka seluruh informasi yang menjadi hak dasar masyarakat, patut diapresiasi dan didukung publik. Alokasi Belanja Hak Kesehatan Publik dan Sanitasi. Anggaran kesehatan untuk kegiatan Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar terutama bagi masyarakat Miskin pada Dinas PU yang pada tahun 2016 dialokasikan sebesar Rp. 6.666.693.000 pada tahun 2017 meningkat sebesar Rp.18.080.532.660.

“Anggaran ini bila diperuntukkan kepada 47.847 Rumah Tangga yang belum memiliki jamban hanya cukup sebagai dana bantuan stimulan dengan dana pembangunannya dari masyarakat miskin sendiri. kegiatan membangun kesadaran pola hidup sehat masih cukup kecil, seperti kegiatan Penyuluhan masyarakat pola hidup sehat hanya sebesar Rp. 325.881.500 bahkan diproyeksikan turun pada tahun 2017 hanya sebear Rp. 131.900.000.3,” ungkapnya.

Program alokasi belanja Fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan Masyarakat kurang mampu hanya mendapatkan sebesar Rp. 656.000.000 sedangkan pada proyeksi KUA PPAS 2017 meningkat menjadi sebesar Rp. 19.475.383.000, sayangnya anggaran ini masih diberi tanda bintang. Alokasi Belanja Perlindungan dari Pelecehan dan Kekerasan. Issu Perlindungan Perempuan dari Pelecehan dan Kekerasan belum mendaparkan perhatian pemerintah Kabupaten Bojongoro. Alokasi Kegiatan perlindungan perempuan dan pendampingan KDRT sangat memprihatinkan,  bayangkan untuk kegiatan Pelaksanaan kebijakan perlindungan perempuan di daerah pada APBDP 2016 hanya diproyeksi sebesar Rp. 34.741.000 bahkan proyeksi KUA PPAS 2017 hanya dialokasikan anggaran sebesar Rp. 8.350.0005.

“Anggaran Kabupaten Bojonegoro belum responsif gender, Perempuan belum sepenuhnya mendapatkan Akses, Ruang Partisipasi, Kontrol, dan  menjadi penerima manfaat dari anggaran dan proses penganggaran daerah. Alokasi belanja daerah untuk pemenuhan Kesetaraan Gender dan pemenuhan Hak Perempuan masih cukup kecil,” ujarnya.

Persalinan yang mendapatkan alokasi hingga mencapai Rp. 2.604.910.000 pada tahun 2016dan diproyeksi turun pada KUA PPAS 2017 tinggal sebesar Rp. 1.479.825.0006. Alokasi Belanja Hak Anak, dan Lansia serta Penyandang Disabilitas. Mendapatkan alokasi yang sangat kecil. Lansia sebagai kelompok rentan mendapatkan alokasi anggaran yang masih cukup sedikit pada tahun 2016 hanya dialokasikan anggaran sebesar Rp. 37.978.600 bahkan pada proyeksi tahun 2017 turun hanya Rp. 35.966.600.

Berkaitan dengan permasalahan kelompok rentan lainnya (anak/orang tua terlantar, fakir miskin, cacat, panti jompo, panti asuhan) yang bagian dari urusan sosial belum mendapatkan alokasi anggaran yang cukup. Bahkan kita bisa lihat fasilitas publik Bojonegoro yang ramah pada kelompok rentan masih belum tampak. Alokasi Belanja Hak mendapatkan Pendidikan dan Belajar Kreatif Alokasi Anggaran pendidikan menempati rangking terbesar belanja daerah. Namun 92 persen anggarannya digunakan untuk belanja Gaji. Alokasi anggaran untuk belanja pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 sebesar Rp. 907.755.362.126. Dari anggaran tersebut sebesar Rp.834.100.752.329 digunakan untuk membiayai gaji pegawai. Besarnya belanja gaji menggerus belanja langsung pendidikan yakni hanya sebesar Rp.73.654.609.797.

“Belanja urusan pendidikan baik yang dikelola Dinas pendidikan maupun PU sudah mencapai 27 persen dari APBD tahun 2016. Nmun sebenarnya belanja langsungnya hanya menyerap 2,2 persen dari APBD Kabupaten Bojonegoro. bahkan pada proyeksi KUA PPAS tahun 2017 alokasi belanja langsung pendidikan turun tinggal hanya Rp.62.253.570.213,” tuturnya.

Alokasi anggaran Honorarium GTT/PTT K2, Non K2 dan Operasional pegawai pendidikan menggerus belanja langsung pendidikan. Kecilnya belanja langsung pendidikan tidak otomatis untuk anggaran kegiatan yang manfaatnya langsung untuk siswa. Anggaran sebesar Rp. 73.654.609.797 alokasi terbesarnya digunakan untuk Honorarium GTT/PTT K2 dan Non K2 yakni sebesar Rp. 21.651.151.000 atau 29,4 persen dari belanja langsung pendidikan. Sementara untuk operasional pegawai sebesar Rp. 7.082.771.800 atau menyerap 10 persen dari belanja langsung.

“Dampaknya anggaran pendidikan yang penting untuk kegiatan pengembangan alternatif layanan pendidikan menengah untuk daerah-daerah perdesaan, terpencil dan kepulauan hanya dialokasi sebesar Rp. 470.140.000,” tuturnMuhammad Miftahul Huda. (gal)