‘Bendera Hitam’ dari Bupati Sidoarjo, tak Menjadikan Diskominfo Introspeksi

oleh -164 Dilihat
oleh
Hadi Martono

Nglencer ke Bali, tak Transparan

SIDOARJO, PETISI.CO – Rupanya, bendera hitam yang diberikan pada instansi satu ini terkesan hal biasa, bukan sesuatu yang harus ditanggapi serius. Nyatanya, selama ini tak ada perubahan apapun, tampak stagnan alias jalan di tempat.

Instansi dimaksud, Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Sidoarjo. Tepatnya, 12 Maret 2018 lalu, organisasi perangkat daerah (OPD) tersebut bersama 14 OPD lainnya telah menerima bendera warna hitam dari Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah dalam agenda bertajuk “Expose Monitoring dan Evaluasi Kinerja” di Pendapa Delta Wibawa.

Menurut Hadi Martono dari LSM PARI Jakarta Korwil Jatim, kemungkinan indikator yang menyebabkan Diskominfo dinilai berkinerja buruk, sehingga mendapatkan bendera hitam, diantaranya, belum mampu mengkoordinir dan mengakomodir wartawan yang bertugas di lingkungan Pemkab Sidoarjo.

Lalu, saat menggelar jumpa pers, wartawan bukan disuruh menunjukkan ID-Card, malah identitas lain yang diminta.

“Semestinya, pihak Diskominfo sebagai corong Pemkab, bisa menkoordinir dan mengakomodir wartawan, agar tidak sampai ada pemberitaan miring soal Pemkab. Parahnya lagi, saat mengundang wartawan dalam acara jumpa pers, bukan menggunakan bukti ID-card/surat keterangan peliputan, justru yang diminta identitas lain, KTP. Lo kok bisa begitu ya?” kata Hadi pada Petisi.co, Minggu (11/11/2018).

Lebih lanjut diungkapkan, sebagai OPD yang membidangi informasi, kenapa malah bersikap tidak transparan?

“Semisal, kegiatan studi banding ke daerah yang melibatkan wartawan. Di sini, seharusnya Diskominfo selektif, mengajak wartawan yang benar-benar bisa menulis dan memiliki media. Bukan sekedar punya media, tapi kenyataannya tidak bisa menulis.

Bila perlu, hasil kegiatan studi banding itu dibuat lomba karya tulis jurnalistik, untuk mengetahui, dia itu wartawan atau bukan? Lantas, soal pos anggaran untuk studi banding ke Bali. Memang dari APBD 2018, tapi kenapa pos tersebut di Laman SIRUP tidak ada? Apa pos belanja jasa publikasi (advertorial) senilai Rp 390 juta atau pos lain yang digunakan untuk nglencer itu? Serta, berapa dan siapa orang yang ikut studi banding itu, baik dari Diskominfo maupun wartawan? Sebutkan saja! Diskominfo harus transparan,” cetus pria berkacamata yang pernah menjadi wartawan di Sidoarjo era 2000-an ini.(wachid)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.