Beri Karpet Merah untuk Anak Presiden, Pengamat Politik: MK Jadi Alat Politik Kekuasaan

oleh -330 Dilihat
oleh
Ilustrasi

PALEMBANG, PETISI.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) terus menjadi sorotan setelah mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan yang membuat anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakaningbumi Raka, bisa maju jadi cawapres itu dinilai kontroversial. Sebab Ketua MK Anwar Usman merupakan paman dari Gibran.

Sejumlah pengamat, praktisi, aktivis, tokoh masyarakat, hingga budayawan pun menyuarakan kritik mereka terhadap putusan MK tersebut. Mereka menduga, putusan MK terkait batas usia capres dan bacawapres syarat akan konflik kepentingan.

Kritik dan ungkapan kekecewaan pun juga disampaikan pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes) Bagindo Togar. Pengamat politik yang banyak dikenal di Sumatera Selatan ini mengaku telah berkurang kepercayaannya terhadap MK.

“Sudah jelas, saat ini MK menjadi alat politik kekuasaan. Jadi, sekarang MK itu bukan Mahkamah Kekuasaan, tetapi Mahkamah Konspirasi. Kok mau hakim-hakim ini jadi alat politik kekuasaan, kalau bisa di- Impeachment. Semua hakim MK 4 orang itu harus dikenakan sanksi dan diberhentikan dari MK,” kata Bagindo saat dalam siaran persnya, Jumat (11/3/2023).

Ia mengatakan, MK yang seharusnya menjadi lembaga penjaga konstitusi kini mulai diragukan ketika mengeluarkan putusan uji materi terhadap batas usia capres dan cawapres. Dia khawatir, MK yang sudah tidak kredibel lagi ini akan dimanfaatkan lagi sebagai alat politik kekuasaan jika nanti terjadi sengketa dalam pilpres 2024.

“Bagaimana kalau nanti ada sengketa pemilu. Sudah nggak kredibel lagi mereka, kalau ada sengketa pemilu. Bagimana kita bisa percaya, mereka telah mengorbankan etik yang seharusnya mereka junjung tinggi,” ujarnya.

Mantan Ketua IKA Fisip Universitas Sriwijaya (Unsri) ini curiga, para hakim MK itu mendapat reward atau kompensasi sehingga berani melanggar etik. Hal itu, perlu diinvestigasi dan jika memang benar terbukti, maka para hakim tersebut harus diberhentikan dan diberikan sanksi.

“Kenapa mereka bisa berani melanggar etik mereka, pasti ada sesuatu reward atau kompensasi untuk mereka, ketika mereka menabrak etik yang mereka junjung tinggi. (Melanggar) Etik itu tidak ada yang gratis, Ini harus diinvestigasi dan diberhentikan ketika terbukti bersalah,” jelasnya. (bm)

No More Posts Available.

No more pages to load.