Disnakertrans Jatim: Dewan Pengupahan Verifikasi 113 Perusahaan Yang Ajukan Penangguhan UMK 2020

oleh -47 Dilihat
oleh
Himawan diwawancarai wartawan usai peringatan Bulan K3 Tahun 2020 di Kawasan Industri PT SIER Surabaya.

SURABAYA, PETISI.CO – Meski Upah Minimum Kabupaten dan Kota (UMK) Tahun 2020 sudah diteken Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, masih banyak perusahaan di Jatim yang belum menjalankan besaran UMK. Di awal tahun ini, tercatat sebanyak 113 perusahaan di Jatim yang mengajukan penangguhan UMK ke Dewan Pengupahan melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim.

Jumlah tersebut, naik dibanding penangguhan UMK tahun 2019 yang sebanyak 103 perusahaan. “Kalau tahun 2019 lalu, ada 103 perusahaan. Nah, tahun ini perusahaan yang mengajukan penangguhan UMK meningkat sebanyak 113,” kata Kepala Disnakertrans Jatim, Himawan Estu Bagijo, Senin (13/1/2020).

Saat ini, menurutnya, Dewan Pengupahan Jatim menurunkan tim untuk melakukan verifikasi di lapangan terhadap pengajuan penangguhan UMK itu, benar tidak penangguhan UMK 2020 diajukan oleh perusahaan itu. Kedua, ingin melihat realitas perusahaan itu seperti apa kondisinya.

“Ternyata banyak juga perusahaan-perusahaan kecil yang mengajukan permohonan itu. Seperti, perusahaan pemborongan. Makanya kita perlu hati-hati mencap perusahaan itu tidak mampu, tapi ternyata memang tak mampu,” ujarnya.

Hasil verifikasi lapangan itu, lanjutnya, akan dirapatkan tanggal 17 Januari di Dewan Pengupahan. Dewan pengupahan ini terdiri unsur serikat pekerja, Apindo dan Disnakertrans Jatim. “Aslinya dinas ini hanya mendampingi. Jadi, seperti upah, UMSK dan penangguhan itu, tidak ada di dinas. Tapi di Dewan Pengupahan,” tegasnya.

Seperti diketahui, UMK tertinggi ada di ring satu Jatim sebesar Rp 4,2 juta. Ring I ini meliputi Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto dan Pasuruan. Sedangkan UMK yang terendah ada di sembilan daerah, yakni sebesar Rp 1,91 juta per bulan. UMK terendah ini meliputi Sampang, Situbondo, Pamekasan, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek dan Magetan.

“Jumlah penangguhan semakin banyak karena perusahaan sudah semakin sadar jika tidak mampu membayar sesuai UMK, akan mengajukan permohonan ke Dewan Pengupahan melalui Disnakertrans Jatim,” ungkapnya.

Dari 113 perusahaan tersebut, 24 perusahaan berasal dari Surabaya, 24 perusahaan dari Sidoarjo, 9 perusahaan dari Gresik, 29 perusahaan dari Pasuruan dan 7 perusahaan dari Mojokerto. Sisanya dari sejumlah perusahaan yang tersebar di sejumlah daerah di Jatim.

“Perusahaan yang mengajukan penangguhan (UMK) mayoritas beralasan karena mereka tak mampu memberikan gaji sesuai aturan. Meski tidak mampu bayar sesuai UMK, perusahaan harus menjamin pekerja tetap mendapatkan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan,” jelasnya.

Terpisah, Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim, Winyoto Gunawan mengatakan, pengusaha alas kaki di Jatim berharap Pemprov Jatim memberikan insetif bagi industri pendukung alas kaki. Ini guna menggenjot pasar ekspor sekaligus meningkatkan daya saing.

“Kondisi industri alas kaki di Jatim, terutama sepatu kini semakin tertekan. Hal itu akibat banyak faktor. Mulai dari tingkat produktivitas yang rendah dengan upah yang tinggi, persaingan di pasar global, hingga industri pendukungnya. Ketergantungan bahan baku impor juga mengakibatkan kurangnya daya saing industri alas kaki,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, industri komponen bahan baku dan bahan penolong seperti aksesoris dan penyamakan kulit juga tidak berkembang. Sehingga skala ekonomi dan jumlah industri penyedia bahan baku belum cukup mampu mendukung keberlanjuan produksi alas kaki.

Di Jatim, terdapat 50 perusahaan alas kaki skala menengah dengan tenaga kerja 100.000. “Kami berharap pemerintah dan dinas membantu memajukan industri alas kaki. Misalnya mempermudah izin agar menarik investor bahan baku, atau kemudahan izin saat melakukan relokasi dari ring 1 yang UMK nya tinggi ke ring 2,” tuturnya. (bm)