SUMENEP, PETISI.CO – Kasus terdakwa MAS (inisial, red) yang dituntut pasal 112 ayat (1) UU R. I No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan pidana penjara selama 6 tahun yang ditangkap oleh Polsek Raas Polres Sumenep pada waktu lalu. Setelah dari awal terkesan janggal hingga dimejahijaukan, akhirnya Pengadilan Negeri Sumenep, Jawa Timur, menjatuhkan vonis lepas bebas kepada terdakwa dari tuntutan hukum penjara, Sabtu (8/5/2021).
Sebagaimana hasil sidang pembacaan putusan oleh majelis Pengadilan Negeri Sumenep, Kamis (22/4/2021) kemarin. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter spesialis jiwa, terdakwa dinyatakan nyata terganggu jiwa/rohaninya. Sehingga, terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana dan dilepas dari tuntutan hukum sesuai ketentuan pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Secara hukum terdakwa terbukti bersalah, namun karena terdakwa mengalami gangguan jiwa, terdakwa tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana dikarenakan alasan pemaaf. Sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Tidak dapat dipidana barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”
Kemudian ketentuan pasal 44 ayat (2) KHUP yang berbunyi “Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.”
Sehingga, terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan mengeluarkan dari RumahTahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Sumenep. Selanjutnya menempatkan terdakwa ke rumah sakit jiwa selama satu tahun untuk perawatan yang ditanggung oleh negara, di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya atau RSJ Lawang Malang.
“Dia (terdakwa inisial MAS, red) memang bersalah melakukan tindak pidana 112 tapi karena terdakwa mendapat alasan pemaaf karena dinyatakan gila maka dia dirujuk ke Rumah Sakit Lawang atau Menur dan dibiayai negara selama satu tahun,” jelas Penasehat Hukum dari Posbakum pengacara negara yang ditunjuk, usai sidang pembacaan putusan kepada pihak keluarga terdakwa kemarin.
“Dia (terdakwa inisial MAS, red) dinyatakan bersalah betul, tapi dia tidak bisa mempertanggungjawabkan. Dan terdakwa ini bebas pon, bebas pon,” terangnya, seraya mengemukakan mengenai untuk yang dirujuk ke Rumah Sakit Lawang atau Menur yang dibiayai negara tidak harus selama setahun bisa pulang, menyesuaikan dengan kondisi sembuhnya. “Kalau dia dalam 3 bulan sembuh, ya sudah pulang,” ungkapnya.
Kendati terdakwa MAS oleh majelis diputus bebas, yang pada pokoknya, melepaskan terdakwa dari tuntutan hukum penjara. Namun, hingga kini belum dieksekusi bebas, dan masih ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Sumenep, karena Jaksa dari Kejaksaan Negeri Sumenep melakukan upaya hukum kasasi atas putusan pengadilan.
Melansir Hukum Online, mengenai pembuktian kasus yang terganggu jiwanya terdakwa berdasarkan keterangan ahli kejiwaan di persidangan dapat dijumpai dalam kasus seorang militer yang melakukan tindak pidana pembunuhan. Sidang Mahkamah Militer mengadili terdakwa seorang sersan mayor polisi Polda Nusra yang melakukan penembakan terhadap tiga orang hingga meninggal dunia. Berdasarkan keterangan saksi ahli Dokter Jiwa yang diuraikan dalam persidangan, ternyata terdakwa mengalami stress berat sehingga mengalami gangguan “amok” (suatu keadaan jiwa yang tidak sadar) waktu melakukan penembakan. Orang semacam ini telah terganggu pikiran sehatnya (ziekelijk storing derverstandelijk vermogens). Oleh karena itu, ia tidak memiliki unsur kesalahan sehinggal Pasal 44 KUHP dapat diterapkan dalam kasus ini. Mahkamah Agung dalam putusannya No. 33.K/Mil/1987 tanggal 27 Februari 1988 menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan sehingga dilepas dari segala tuntutan hukum.
Pembuktian tersebut bisa juga tidak berasal dari ahli yang dihadirkan di persidangan, akan tetapi melalui keterangan dari rumah sakit. Hal ini dapat ditemukan dalam kasus seorang terdakwa yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap hewan sapi di Makassar. Untuk detailnya, menyimak Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 215 K/Pid/2005. Di dalam perkara ini, Hakim Mahkamah Agung mendapatkan informasi mengenai status kejiwaan terdakwa berdasarkan Surat dari Rumah Sakit Jiwa dari Makassar yang menyatakan bahwa terdakwa adalah orang kurang waras (kurang mampu berpikir secara baik), bukan berasal dari keterangan ahli kejiwaan di persidangan. Berdasarkan pertimbangan itu, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tetapi oleh karena terdakwa adalah orang kurang waras berdasarkan Surat dari Rumah Sakit tersebut, maka sesuai ketentuan pasal 44 KUHP, terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana dan dilepas dari tuntutan hukum.
Merujuk pada yurisprudensi kasus tersebut, entah apa yang merasuki dan dikejar, baik dari tinjauan hukum. Jaksa ngotot seakan memaksakan untuk melakukan kasasi terhadap terdakwa atas putusan majelis yang menjatuhkan vonis lepas bebas dari tuntutan hukum penjara. Diketahui, Penuntut Umum terdakwa, Irfan Maggalle, SH, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Sumenep.
Sebagaimana diketahui, saat pihak keluarga orang tua terdakwa mendatangi Pengadilan Negeri Sumenep, untuk kepastian hukum anaknya setelah di vonis lepas bebas dari tuntutan penjara. “Tepatnya itu hari Jumat, tanggal 30 April 2021, sekitar 9 hari dari pembacaan putusan. Dengan sangat kaget ternyata setelah ke pengadilan ditemui dua orang pegawai pengadilan menyatakan katanya Jaksa ada upaya hukum untuk kasasi,” ungkap orang tua terdakwa.
“Dan menunggu 14 hari apakah Jaksa benar mengajukan kasasi. Yang katanya terakhir pengajuan kasasi itu tanggal 6 Mei 2021. Ketika di tanggal 6 itu Jaksa ternyata tidak mengajukan kasasi maka secara otomatis putusan itu inkrah,” katanya. Kemudian pada tanggal 7 Mei 2021, kembali mendatangi Pengadilan Negeri Sumenep untuk memastikan kejelasan status anaknya yang oleh majelis di vonis lepas bebas tuntutan penjara karena berdasarkan hasil pemeriksaan dokter spesialis jiwa, terdakwa dinyatakan terganggu jiwa/rohaninya. Sehingga, tidak dapat dijatuhi pidana dan dilepas dari tuntutan hukum sesuai ketentuan pasal 44 KUHP.
“Berdasarkan yang disampaikan pegawai pengadilan yang waktu itu juga menemui saya, Jaksa katanya resmi mengajukan kasasi. Dan pengajuan kasasi oleh Jaksa tanggal 3 Mei 2021,” ungkapnya, Seraya menyebut kalau pengajuan kasasi dari Jaksa itu sudah di dikirim diberitahukan kepada terdakwa di tahanan dan Rutan Kelas IIB Sumenep.
Ketika pihaknya dikatakannya, mencoba meminta salinan pengajuan kasasi, memori kasasi dari Jaksa, orang tua yang mencari keadilan untuk kepastian hukum anaknya yang dinyatakan gangguan jiwa ini mengungkapkan, bahwa tidak diberikan. Lantaran dikatakan tidak berhak.
Dan menyebut, kalau memori kasasi oleh Jaksa itu juga belum dikirim diberitahukan kepada Pengadilan Negeri Sumenep. Hanya katanya yang diajukan berupa permohonan pengajuan kasasi saja. Karena katanya Jaksa menyerahkan memori kasasi itu masih memiliki waktu 14 hari dari tanggal pengajuan, dari tertanggal 3 Mei 2021. “Jadi, untuk memori kasasi itu akhir tanggal 17 Mei 2021,” sebutnya.
Bahkan pihaknya juga mengungkapkan, ketika mencoba meminta berkas salinan putusan pengadilan, lagi-lagi tidak diberikan. Dikatakannya, harus mengajukan permohonan terlebih dahulu ke pengadilan dengan menyertakan maksud dan tujuan, untuk apa salinan putusan dimaksud.
Sesuai penelusuran awak media petisi.co, diketahui, pemeriksaan kejiwaan terhadap terdakwa ke RSUD. Dr. H. Moh Anwar, dengan dokter pemeriksa, Dr. H. Utomo, Mkes, Sp.Kj, tertanggal 18 Maret 2021 sesuai kwitansi pembayaran, yang menjadi eksekusi dari Kejaksaan Negeri Sumenep atas penetapan majelis Pengadilan Negeri Sumenep. Selain 18 Maret 2021, terdakwa MAS ini juga pernah dilakukan pemeriksaan kepada RSUD. Dr. H. Moh Anwar, dengan dokter yang sama tertanggal 06 Oktober 2021 atas perintah permohonan Polsek Raas Polres Sumenep, yang awal menangkap memproses, kasus orang yang mengalami gangguan kejiwaan ini. Tapi hasil pemeriksaan kejiwaan terdakwa bak misteri.
Mengingat kasus MAS ini oleh Polsek Raas Polres Sumenep diproses dilanjutkan dilimpahkan ke Kejaksaan, dapat diartikan hasil tes pemeriksaan terdakwa menyatakan tidak terganggu jiwa/rohaninya. Acuannya, merujuk pada kasus MAS sebelumnya, tepatnya bulan Januari 2020 itu dihentikan penyidikannya oleh Polsek berbeda di jajaran Polres Sumenep, karena demi hukum sebab berdasarkan hasil pemeriksaan kejiwaannya, surat keterangan kesehatan jiwa/rohani dari RSUD Dr. H. Moh, Anwar Sumenep dengan dokter yang memeriksa, Dr. H. Utomo, ditemukan tanda/gejala kejiwaan yang nyata dan dinyatakan terganggu jiwa/rohaninya. (ily)