Dugaan Korupsi TKD Dibiarkan, Dikhawatirkan ‘Tragedi Salim Kancil’ Terulang di Pasuruan

oleh -56 Dilihat
oleh
Tanah Kas Desa yang telah dieksploitasi tanpa aturan yang ada

PASURUAN, PETISI.CO – Kasus dugaan korupsi Tanah Kas Desa (TKD) yang berada di Dusun Jurang Pelen, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, yang diberitakan beberapa media lokal Pasuruan dan Jawa Timur, setidaknya saat ini menjadi perbincangan hangat di kalangan pemerhati hukum dan sosial di Pasuruan.

Seperti yang disampaikan Lujeng Sudarto, Direktur LSM Pus@ka (Pusat Advokasi Kebijakan) Pasuruan. Menurutnya, jika pihak penegak hukum, khususnya Kejari Bangil membiarkan atau mengolor-olor, ini sama saja menciptakan tragedi Salim Kancil di Pasuruan.

“Dari sejumlah data yang telah saya pribadi pelajari, setidaknya dengan terbitnya surat balasan dari BKD Kab. Pasuruan dan bukti SPPT dari Kantor Pajak Pratama dapat dijadikan landasan awal untuk segera memanggil pihak yang diduga terlibat atau mengetahui hal tersebut. Namun tampaknya pihak penyidik Pidsus Kejari Kab. Pasuruan dalam kasus ini berjalan agak lamban,” ujarnya.

Jika diruntut dari awal kejadian, sehingga warga bergolak dan menolak, sudah dapat ditebak siapa pelaku pengeksploitasian tanah negara tersebut. “Saya pribadi menduga pengeksploitasi tersebut tidak didukung surat legalitas atau liar,” ungkap Kang Ngejul, sapaan akrab Direktur Pus@ka.

Lain halnya ungkapan Iskandar Laka SH, MH, Dosen Ilmu Hukum salah satu universitas di Surabaya. “Kasus ini cukup menggelikan, karena sudah ngendon hampir 2 tahun,” herannya.

(Baca Juga : Kasus TKD Bulusari, Kajari Kab. Pasuruan Minta Waktu Lengkapi Alat Bukti)

Masih menurutnya, dari data yang diterbitkan oleh KPP Pratama Pasuruan tertulis dalam SPPT adalah tanah kas desa dan bukan atas nama CV Punika atau milik perseorangan. Mengacu pada hukum tanah dan UU Pokok Agraria bahwa setiap tanah yang intinya tidak ada pemiliknya menjadi atau dikuasi oleh negara.

Dengan hal ini, seharusnya pihak penyidik bisa membuat kesimpulan dan segera melakukan upaya penyidikan terhadap setiap orang, kelompok atau koorporasi yang mana patut diduga telah mengeksploitasi tanah negara untuk kepentingannya.

Apalagi dalam kasus yang diadukan dan dilaporkan tersebut telah termaktub adalah tanah kas desa yang nota benenya adalah tanah negara.

Sejatinya memang dalam yang ada, setiap orang, kelompok, atau koorperasi diberi hak untuk mengelola dan memiliki tanah negara. Namun harus melalui mekanisme yang telah diatur dalam perundangan yang ada.

“Artinya tidak bisa serta merta mengeksploitasi tanah negara seenaknya sendiri. Untuk itu seyogyanya pihak aparatur penegak hukum menyegerakan kasus tersebut,” pungkas dosen ilmu hukum asal Sukorejo ini.(hen)