Keunikan Wayang Krucil Berusia 400 Tahun Turun Menurun di Desa Bedagung Panekan Magetan

oleh -96 Dilihat
oleh
Sugeng Hariyanto menunjukan wayang krucil peningalan kakek buyutnya

MAGETAN, PETISI.CO – Salah satu kekayaan kebudayaan di Kabupaten Magetan adalah keberadaan wayang krucil yang berusia 400 tahun silam di Desa Bedagug, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan yang sudah dianggap sebagai punden desa, karena sejumlah kisah yang menyertai wayang krucil tersebut.

“Keberadaan wayang krucil ini sejarahnya turun temurun dipercaya berasal dari sebuah bongkahan kayu yang bergerak, menolak saat akan dibakar,” tutur Sugeng Hariyanto selaku penerus dari keberadaan wayang krucil di Desa Bedagung.

Sugeng menjelaskan wayang krucil tersebut ditemukan oleh kakek buyutnya yang bernama “Mbah Dipo” berada di dalam sebuah bongkahan kayu yang terbawa aliran sungai saat mengerjakan ladang di hutan yang berada di kaki Gunung Lawu.

Pada saat itu kayu tersebut akan digunakan untuk membuat perapian namun setiap akan termakan api selalu bergerak menjauhi kakek buyutnya. “Kemudian dibelah dan di dalamnya terdapat wayang krucil ini,” ujar Sugeng Hariyanto, Selasa (30/11/2021).

Sugeng menambahkan, dari keberadan 2 wayang yang ditemukan di dalam bongkahan kayu kemudian dikembangkan menjadi puluhan tokoh wayang yang lainnya hingga bisa membuat cerita untuk dipentaskan.

Dia mengaku pernah mengikuti pementasan wayang krucil sebagai penabuh gamelan saat masih duduk di sekolah menengah pertama saat kakeknya mentas dan setiap siapa saja yang diajak main sudah bisa tanpa latihan. Secara logis nada gamelannya monoton, tetapi secara spiritual siapapun yang ditunjuk untuk memainkan pasti bisa.

“Sugeng mengaku, tidak ada pakem yang terdokumentasikan untuk memainkan wayang krucil ini, baik cerita maupun penabuh gamelanya,” imbuhnya

Menurut cerita kakeknya yang merupakan keturuan terakhir sebagai dalang wayang krucil ini, siapapun akan bisa memainkan cerita wayang krucil ketika dibutuhkan untuk memainkan wayang ini, dan Kebiasaan kakeknya, membawakan cerita krucil seperti panggilan jiwa di bawah alam sadar.

“Saat saya tanya kakek saya bilang memainkan wayang krucil seperti menunggu “wahyu” atau anugrah karena tiba masanya orang yang harus mementaskan wayang itu akan bisa dan dari tujuh keturunan simbah saya semua seperti itu,” ucapnya.

Sejak pementasan terakhir kali oleh kakeknya pada tahun 1986 dimana saat dirinya juga ikut menabuh gamelan, wayang krucil ini tidak pernah dipentaskan lagi. Apalagi sang kakek kemudian meninggal beberapa tahun lalu, praktis puluhan wayang dan gamelan yang tersimpan di rumah neneknya tersebut tak lagi bisa dinikmati penonton.

Wayang krucil konon hanya ditampilkan saat saat tertentu atas permintaan seseorang yang mempunyai nazar atas cita-cita yang telah terlaksana.

Pesan dari kakeknya terkait dalang wayang krucil adalah dalang yang telah tepilih untuk mementaskan wayang tersebut, membuat Sugeng Hariyanto selaku salah satu penerus tak bisa berbuat banyak apalagi kisah yang ditampilkan merupakan kisah yang tidak pernah dibukukan atau didokumentasikan.

“Kita tidak tahu seperti apa dalang terpilih untuk memainkanya sebab Kakek saya bilang jika tidak terpilih bisa mempengaruhi usia orang yang mementaskan wayang krucil,” katanya.

Saat ini peralatan seperti gong, kendang serta peralatan lainnya sudah mulai rusak dikarenakan Minimnya kepedulian masyarakat akan keberlangsungan wayang krucil ini sehingga membuat kebudayaan langka tersebut mulai dilupakan. ia pun hanya bisa merawat peninggalan wayang yang diperkirakan telah berusia 400 tahun tersebut.

Sementara Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magetan, Joko Trihono mengaku saat ini pihaknya hanya bisa melakukan upaya penyelamatan kesenian wayang krucil dengan melakukan pendataan dan melakukan kajian terhadap kebudayaan tersebut.

“Bagaimanapun wayang krucil yang berada di Desa Bedagung tersebut merupakan khasanah kesenian yang harus dilestarikan. Kita sudah melakukan pendataan dan kajian terkait keberadaan wayang krucil dengan kita mendatanginya, selanjutnya kita mendata dan mendokumentasikan kesenian tersebut,” ungkapnya.

DInas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magetan rencananya akan melakukan duplikasi wayang sehingga wayang yang nantinya bisa dimainkan sebagai sebuah pagelaran bukan wayang asli untuk menghindari kerusakan wayang dan pemahaman sakralnya wayang krucil yang dimainkan.

Dari keturunan Mbah Dipo mempercayai jika dalang yang bukan terpilih nekat memainkan wayang tersebut usianya akan menjad pendek.

“Ini masih solusi yang akan kita tawarkan kepada keluarga pemilik untuk menduplikasi wayang, sehingga yang dimainkan itu wayang repplika bukan wayang yang dianggap sebagai punden yang mempunyai konsekwensi tertentu menurut mereka,” pungkas Joko Trihono. (pgh)