LBH Laskar Palapa Curigai Ada Penyimpangan Anggaran Relokasi PKL di Bondowoso

oleh -65 Dilihat
oleh
Raymond Ketua LBH Laskar Palapa meminta agar jangan ada lagi pengekangan hak-hak kebangsaan.

BONDOWOSO, PETISI.CO – Persoalan pedagang kaki lima (PKL) dengan Diskoperindag Kabupaten Bondowoso, kian memanas terkait dugaan upaya paksa merelokasi PKL depan lapas ke tempat relokasi baru di seputar bantaran Bantaran Sungai Ki Ronggo.

Raymond Ketua LBH Laskar Palapa kepada wartawan meminta agar jangan ada lagi pengekangan hak-hak kebangsaan sesuai Pancasila dan amanah UUD 1945.

“Pembelian tanah Jembatan Ki Ronggo diduga bermasalah,” ujar Raymond Far Far dalam jumpa pers Kamis (9/11/2017) di Kawasan Kuliner PKL RBA Ki Ronggo.

Selaim menyalahi Perpres 148 tahun 2015, meenuurt  Raymond, pihaknya menemukan data adanya dugaan penyimpangan keuangan.

Hasil penelusuran Tim Pencari Fakta di lapangan mengindikasikan, dimana ada 2 fakta temuan terkait pembayaran kepada pemilik tanah, diantaranya pembayaran pertama pada Agustus 2016 dan kedua pada Desember 2016. Dimana laporan keuangan pada Desember terjadi 2 kali pembayaran, yaitu pembayaran tahap pertama senilai Rp 1 M dan tahap kedua sebesar Rp 1.9 M.

Selin itu, fakta lain yang didapat berupa pengakuan jjka semua penerima disuruh tanda tangan kuitansi kosong, sedang pembayarannya dengan cara mentransfer melalui rekening masing masing.

Lanjut Raymond,  tidak ada kejelasan tentang satuan harga transaksi penyelesaian pembelian tanah, bahkan penerima diancam dan ditekan, kalau tidak menerima akan dilaporkan.  “Semua bukti penerimaan serta dokumen pendukung lainnya diambil, maka dari itu  saya menyayangkan ketidaktransparanan penyelesaian pembayaran tanah terhadap warga,” imbuhnya.

Untuk itu, Ketua Laskar Palapa ini mendesak pemerintah untuk membentuk Unit Pengaduan Pelayanan Publik (UP3) di Kabupaten Bondowoso, mengingat sejumlah fakta yang terkait pelayanan publik tidaklah maksimal.

Selain itu juga tingginya harapan masyarakat dalam percepatan pelayanan, karena banyak hal belum diketahui masyarakat yang berhak mendapat pelayanan pemerintah publik, namun kenyataannya masih kurangnya pemahaman terkait pelayanan publik yang baik.

“Semua itu  disebabkan informasi yang tidak sampai ke masyarakat, sehingga pelayanan terkesan lebih mementingkan kepentingan pelayan dari pada yang dilayani,” ujar Raymond.

Raymon menambahkan,  banyak indikasi penyalahgunaan kewenangan dalam pelayanan publik, maka pemerintah daerah harus memberi ruang  untuk mengontrol pelayanan publik, seperti  melalui UP3 untuk  pembenahan dan perbaikan .(cip)