Mengenal Odontologi Forensik dalam Proses Identifikasi

oleh -508 Dilihat
oleh
Yessy Andriani F., drg., M.Si.

Oleh: Yessy Andriani F., drg., M.Si.

(Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya)

Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan lain-lain, dikarenakan letaknya yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia.

Potensi terjadinya bencana alam di Indonesia sangatlah besar dan bisa dibilang cukup sering terjadi. Skala bencana yang terjadi biasanya tergolong sebagai bencana besar atau bencana masal yang memakan cukup banyak korban dengan kemungkinan kondisi korban yang tidak utuh lagi.

Bencana juga dapat disebabkan oleh manusia, seperti tindakan kriminalitas (pengeboman, terorisme, pembunuhan, dan lain-lain). Kasus seperti kecelakaan pesawat, tenggelamnya kapal, dan kebakaran juga dapat memakan banyak korban jiwa dan biasanya dalam keadaan yang tidak utuh lagi. Kondisi ini menjadikan korban akan sulit dikenali dan identifikasi korban dengan menggunakan sidik jari juga akan sulit dilakukan.

Sebagian besar korban jiwa tidak memiliki identitas sehingga diperlukan pemeriksaan forensik untuk menentukan identitas korban. Setiap orang mempunyai identitas untuk membedakan satu orang dengan orang yang lainnya, dimana identitas ini mempunyai aspek hukum. Penetuan identitas pada seseorang yang sudah meninggal bisa saja diperlukan, saat adanya proses penyelidikan pada kasus hukum pidana maupun hukum perdata, seperti waris, asuransi dan kasus kriminal.

Identifikasi korban yang sudah meninggal dilakukan untuk memenuhi hak korban agar dapat dikembalikan kepada keluarga dan dikubur secara layak menurut keyakinannya semasa hidupnya. Identifikasi adalah cara untuk pengenalan individu dengan memanfaatkan ciri dan sifat untuk membedakan dengan orang lain, baik korban mati, korban hidup, ataupun kerangka.

Proses identifikasi ini merupakan sesuatu yang penting, karena menyangkut aspek medicolegal dan HAM. Pemeriksaan identifikasi forensik adalah pemeriksaan yang dilakukan pertama kali.  Kasus non kriminal seperti perang, bencana alam, kecelakaan, serta kasus paternitas (menentukan ayah kandung), dan juga kasus kriminal dengan korban tidak dikenal sangat membutuhkan identifikasi forensik.

Pemeriksaan identifikasi korban dapat menggunakan cara biologis seperti odontologi (gigi – geligi), DNA (Deoxyribonucleid Acid) fingerprint, golongan darah, dan anthropologi (ciri tubuh). Metode identifikasi dalam dunia forensik terbagi dalam dua jenis, yaitu metode identifikasi primer dan metode identifikasi sekunder. Metode identifikasi primer adalah metode identifikasi yang mampu bertahan secara global dan telah terbukti sebagai metode identifikasi yang paling efektif. Metode identifikasi primer menggunakan sidik jari, gigi, dan DNA. Sedangkan metode identifikasi sekunder adalah suatu identifikasi yang kurang bersifat spesifik dan tidak memiliki tingkat akurasi yang tinggi dibandingkan dengan metode identifikasi primer, sebagai contoh identifikasi sekunder yaitu metode identifikasi yang dilakukan menggunakan pakaian, perhiasan, dokumen, paspor. Mengingat hal – hal tersebut pada saat kejadian bencana massal dapat terlepas dan terpisah dari pemilik, sehingga barang – barang tersebut hanya sebagai penunjang saja.

Salah satu metode identifikasi primer yang dapat dilakukan apabila jenazah atau korban dengan kondisi sidik jari yang sudah rusak yaitu dengan pemeriksaan gigi korban atau pemeriksaan odontologi forensik. Odontologi forensik adalah suatu ilmu yang menerapkan ilmu pengetahuan mengenai gigi geligi sebagai sarana pembuktian untuk kepentingan peradilan serta penegakan hukum. Salah satu aspek ruang lingkupnya yaitu peranannya dalam membantu tugas fungsi pelayanan kedokteran forensik pada penanganan kasus-kasus yang memerlukan identifikasi dengan sarana gigi.

Gigi merupakan anggota tubuh yang memiliki tingkat individualitas yang tinggi, sehingga tidak ada kesamaan gigi antar individu, bersifat tahan terhadap pengaruh kerusakan, dan pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh nutrisi dan sosioekonomi, sehingga menujukkan variasi yang lebih sedikit. Selain itu, perubahan biologis yang dialami paling sedikit sehingga dapat digunakan walaupun tubuh telah mengalami proses dekomposisi, mutilasi, terbakar, ataupun tinggal sisa kerangka saja.

Oleh karena sifat-sifat yang dimiliki oleh gigi tersebut, menjadikan gigi sebagai primary identifier (Identifikasi primer) yang sejajar dengan sidik jari dan DNA. Identifikasi menggunakan gigi memiliki tingkat akurasi yang tinggi dengan biaya yang rendah, serta tidak membutuhkan waktu yang lama untuk identifikasi korban dengan kerusakan fisik yang parah.

Daya tahan gigi manusia, termasuk kemampuan gigi untuk bertahan dari dekomposisi (pembusukan) dan tahan terhadap perubahan suhu yang drastis. Gigi sukar untuk mengalami pembusukan meskipun sudah terkubur, dimana organ-organ sudah mulai membusuk dan tulangnya hancur. Hal tersebut dikarenakan struktur gigi mengandung bahan anorganik. Bahan anorganik tersebut misalnya kalsium fosfat dan ion bikarbonat yang membentuk senyawa hidroaksiapetit, berfungsi sebagai bahan pengeras dan penguat tulang serta gigi yang terdapat di bagian mulut dapat memberikan perlindungan terhadap berbagai pengaruh kerusakan seperti trauma mekanis, termal (suhu), kimiawi, dan dekomposisi (pembusukan). Hal tersebut membuat identifikasi gigi sebagai salah satu metode yang diandalkan dalam melakukan identifikasi.

Dalam melakukan identifikasi melalui gigi, kita bisa mendapatkan berbagai jenis informasi antara lain; umur, jenis kelamin, ras, golongan darah, bentuk wajah, dan DNA (Deoxyribonucleid Acid). Bentuk gigi dan bentuk rahang adalah suatu ciri khusus seseorang oleh karena sedemikian khususnya, tidak ada gigi dan rahang yang identik pada dua orang yang sama, meskipun orang tersebut kembar.

Sifat individualitas yang tinggi pada gigi dapat memudahkan proses identifikasi, dengan adanya ciri dan tanda khusus pada seseorang yang dapat membedakan satu orang dengan orang yang lain melalui yaitu kondisi giginya, misalkan adanya tumpatan (tambalan gigi), gigi yang hilang atau gigi yang pernah dicabut, gigi yang patah atau bahkan gigi yang lubang. Kondisi gigi geligi satu orang dengan yang lain akan berbeda, meskipun memiliki permasalahan dan perawatan yang sama di satu dokter gigi yang sama.

Kemampuan gigi untuk bertahan dalam suhu yang tinggi juga membuat identifikasi menggunakan gigi pada korban dengan kondisi yang sudah hangus terbakar masih dapat dilakukan. Gigi baru akan menjadi abu pada suhu kurang lebih 538℃ – 649℃, sedangkan gigi yang memakai mahkota logam bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu 871℃ – 1093℃. Apabila terdapat gigi palsu, berupa gigi tiruan cekat (bridge) dari porselen yang terbakar maka akan menjadi abu pada suhu 1093℃.

Metode identifikasi dengan sarana gigi salah satunya yaitu dengan cara membandingkan antara data postmortem (hasil pemeriksaan korban setelah meninggal) dan data antemortem (data gigi sebelumnya yang pernah dibuat korban saat masih hidup). Dengan cara membandingkan ini, dapat memberikan hasil sampai tingkat individu, yaitu dapat mengetahui identitas orang yang diidentifikasi tersebut.

Apabila hasil dari perbandingan itu sama, maka hasil identifkasi tersebut positif yang artinya korban yang diperiksa tersebut sama dengan orang yang diperkirakan. Sebaliknya, apabila hasil identifikasi negatif, maka korban tersebut bukan merupakan orang yang diperkirakan, sehingga diperlukan pencarian data gigi lain untuk dibandingkan.

Data antemortem dapat berupa dental record (rekam medis gigi atau keterangan tertulis tentang keadaan gigi pada pemeriksaan, pengobatan, atau perawatan gigi), foto rontgen gigi, cetakan gigi, protesis gigi atau gigi palsu, alat ortodonsi (bracket gigi), foto muka atau foto profil daerah gigi dan mulut.

Pemeriksaan yang dilakukan terkait dengan kondisi gigi yang bisa membantu proses identifikasi dapat berupa bentuk gigi, ukuran gigi, kerusakan gigi seperti karies (gigi yang berlubang), tambalan gigi, posisi gigi, warna gigi dan kelainan pada gigi.

Pemeriksaan odontologi forensik ini dilakukan oleh dokter gigi forensik atau dokter gigi spesialis odontologi forensik. Sedangkan untuk data antemortem biasanya didapatkan pada dokter gigi yang pernah merawat korban sebelum meninggal. Seorang dokter gigi forensik dapat melakukan proses identifikasi pada seseorang dengan menganalisis kondisi gigi dan rongga mulut. Studi tentang gigi dan jaringan sekitar rongga mulut untuk tujuan menetapkan identitas korban disebut dental profiling.

Dengan menerapkan teknik dental profiling ini, tidak hanya dapat menentukan estimasi usia, jenis kelamin dan ras saja, namun juga didapatkan data mengenai status sosial ekonomi, kebiasaan pribadi, kesehatan mulut dan sistemik, pekerjaan, hubungan keluarga serta karakteristik psikologis. Dental profiling tidak hanya melakukan pemeriksaan rongga mulut dan gigi, namun juga menganalisis foto x-ray gigi dan foto yang diambil selama korban masih hidup.

Setiap orang memiliki dental profiling yang unik dan berbeda satu dengan yang lain. Terkadang dental profiling tidak hanya digunakan untuk menetapkan identitas orang yang tidak dikenali, namun juga untuk konfirmasi identitas atau memastikan identitas orang yang dikenal. Sebagai contoh pada kasus Saddam Hussein, Muammar Khadafi, dan Ossama bin Laden.

Di Indonesia, untuk memperoleh data gigi antemortem masih menjadi hal yang sulit, karena tidak semua individu memiliki data mengenai giginya jika tidak pernah pergi ke dokter gigi. Apabila data antemortem tidak dimiliki, maka identifikasi dengan sarana gigi tidak bisa mencapai tingkat individu, melainkan hanya dapat memperkirakan usia, ras dan ciri khas gigi dari korban yang belum terdentifikasi.

Permasalahan tersebut tidak menyulitkan proses identifikasi yang dilakukan dokter gigi forensic, karena tanpa adanya data antemortem, masih bisa melakukan dental profiling untuk melakukan proses identifikasi.

Meskipun terdapat kesulitan dalam melakukan perbandingan data antemortem dan data postmortem, masih ada cara lain dalam melakukan identifikasi dengan cara pemeriksaan DNA yang ada pada pulpa gigi. DNA merupakan materi keturunan dimiliki oleh setiap individu dan menjadi blueprint setiap individu.

Setiap individu memiliki banyak DNA di dalam sel tubuh, dimana setengahnya berasal dari ibu (DNA maternal) dan setengahnya berasal dari sel ayah (DNA paternal). Pemeriksaan DNA menjadi cara yang paling terakhir untuk diandalkan dalam proses identifikasi forensik. Hal tersebut bisa didapatkan dari pulpa gigi yang dilindungi oleh jaringan keras seperti dentin dan enamel, sehingga melindungi DNA yang ada pada pulpa gigi.

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa odontologi forensik memiliki peran dalam proses identifikasi. Gigi bukan hanya sebagai jendela dari kesehatan tubuh kita secara keseluruhan, namun juga berguna untuk menentukan identitas seseorang. Meski gigi termasuk bagian tubuh kita yang selama ini dianggap remeh, namun memiliki peran yang penting dalam membantu proses identifikasi.(#)

No More Posts Available.

No more pages to load.