Pakar Hukum UNAIR Soroti Potensi Tumpang Tindih Kewenangan di RKUHP dan UU Kejaksaan

oleh -160 Dilihat
oleh
Prof. Dr. Sri Winarsi, S.H., M.H., Pakar Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya

Surabaya, petisi.co – Pakar Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Sri Winarsi, S.H., M.H., menyoroti potensi tumpang tindih kebijakan antarlembaga penegak hukum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang tentang Kejaksaan.

“Penjelasan umum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021, telah memperlihatkan arah hukum politik pembentukan undang-undang adalah untuk mengakomodasi prinsip prosecutorial discretion dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Artinya, kejaksaan menjadi memiliki kewenangan yang begitu besar,” katanya dalam keterangan di Surabaya, Selasa (4/2/2025).

Ia menilai Pasal 30B huruf a dalam undang-undang tersebut sangat kontroversial, karena tidak ada interpretasi otentik terkait ruang lingkup intelijen penegakan hukum.

Guru Besar Universitas Airlangga ini menilai kekaburan aturan ini dapat menimbulkan peluang diinterpretasikan bahwa kejaksaan berwenang melakukan penyelidikan yang sebenarnya adalah kewenangan kepolisian.

“Hal ini bertentangan dengan prinsip diferensiasi fungsional KUHP, yang merupakan salah satu prinsip utama dalam administrasi publik,” ujarnya

Dia menambahkan bahwa, ketika batas fungsi antara kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik serta kejaksaan sebagai penuntut tidak ditegaskan maka terjadi penyimpangan dari prinsip diferensiasi ini. Akibatnya, alih-alih bekerja secara sinergis, kewenangan kedua lembaga ini justru dapat saling tumpang tindih.

Menurut pandangan Sri Winarsih, pengesahan UU Kejaksaan pada 2021 yang memperluas kewenangan kejaksaan berpotensi menciptakan dualisme kewenangan, terlebih lagi dalam persoalan ini konsep check and balance juga menjadi kunci utama mengakselerasikan mekanisme pengawasan dan pengendalian antar-lembaga yang efektif.

“Jika kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan tidak dipisahkan dengan jelas, pengawasan terhadap pelaksanaan tugas menjadi sulit dilakukan. Prinsip check and balance menjadi lemah dan celah penyalahgunaan wewenang semakin besar,” jelasnya.

Dikatakan pula bahwa  prinsip proporsionalitas juga menuntut agar kewenangan yang diberikan kepada lembaga penegak hukum digunakan secara seimbang dan tidak berlebihan, sehingga tidak terdapat salah satu lembaga yang over power atau menjadi super body di antara lembaga yang lain.

“Ketika ada tumpang tindih kewenangan, maka potensi penggunaan kewenangan secara berlebihan akan meningkat, pada akhirnya yang rugi adalah masyarakat,” ujarnya.

Ia mencontohkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Di sisi lain, lembaga kejaksaan mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Menurut Sri Winarsi, ketika fungsi antarlembaga tidak jelas, pelaksanaan pendekatan restoratif menjadi lambat atau bahkan terhambat karena bisa jadi tidak ada pihak yang merasa memiliki kewenangan penuh untuk memfasilitasi proses tersebut.

Restorative justice dapat terganggu apabila masih terdapat tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan kepolisian, dan harus sejalan dengan prinsip hukum administrasi, yaitu transparansi dan akuntabilitas.

“Pendekatan ini hanya akan berhasil jika ada kejelasan kewenangan dan pengawasan yang efektif di antara lembaga penegak hukum,” katanya.

Tumpang tindih kewenangan bukan hanya menjadi perihal persoalan teknis, tetapi juga menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia.

“Jika masyarakat melihat bahwa aparat penegak hukum saling bersaing daripada bersinergi bersama maka legitimasi hukum akan semakin tergerus. Oleh karena itu, reformasi hukum yang komprehensif mendesak untuk direalisasikan,” tegasnya

Sri Winarsi mendesak agar RKUHP dan UU Kejaksaan segera direvisi untuk mengatasi potensi tumpang tindih kewenangan dan memastikan penegakan hukum yang efektif dan berkeadilan. (joe)

No More Posts Available.

No more pages to load.